Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5 | Burn Toast Theory

Namamu berhenti ku sebut dalam tiap harap, 

sejak kamu memilih tidak acuh pada kehadiranku.

Soreku tidak seindah dulu...

Shillla Tanuredja

***

Kedai Roti Bakar Selalu Ada, 2018,

"Gombal banget nama kedainya." Shilla terkekeh usai sampai di warung tenda pinggir jalan yang menjual roti bakar, mi instan juga kopi dan teh sebagai hidangannya.

"Aku juga gitu kan, Shil?" sergah Grey sambil menarik kursi plastik berwarna biru. "Selalu ada buat kamu."

"Ih, beneran sama!" Shilla menggeleng kemudian membaca deretan menu yang terpampang di kertas.

Tak lama kemudian rombongan badminton malam itu baru sampai.

Hiro yang membonceng Dirly di motor segera mengambil tempat di sebelah Shilla dan Grey, disusul Lina, Harun dan dua cewek lainnya yang nebeng di mobil Lina.

Tadinya Shilla mau ikut di mobil Lina namun karena kalah saat tadi sparring dengan Grey, alhasil wanita itu mengikuti permintaan Grey untuk dibonceng bersamanya.

Sesuai dengan perjanjian yang mereka buat sebelumnya.

"Shil, roti kejunya enak sih ini," seru Hiro.

"Kan di sini signature dishnya tuh butter peanut, Shil. Kamu harus coba," sela Grey.

"Kamu gak suka kacang kan? Atau roti telur kornet aja?" tawar Hiro yang membuat Grey berdelik keki.

"Loh, Hiro tahu sih?" Shilla berujar senang dan berupaya menahan dirinya tidak melompat kegirangan karena si cowok sore ini tahu sedikit hal mengenai dirinya.

"Tante Ribka yang bilang." Hiro menyahut santai.

Jiwa kompetitif Grey menyala. Tidak terima dianggap strangers sama crushnya.

Padahal Grey mengenal Shilla di hari yang sama dengan Hiro. 

Kenapa manusia NPC yang kebetulan jadi sahabatnya sejak kuliah ini terasa sudah lama mengenal Shilla?! Bahkan sampai keluarganya Shilla!

Grey berpikir sejenak seraya mengubah strateginya, "Shil, boleh ceritain hal yang kamu suka selain aku misalnya?"

"Grey, please deh," sungut Shilla.

Ekspresi Hiro yang biasanya datar berubah jijik, tapi Grey pantang menyerah, "Oh, belum? Ya udah deh, aku usaha lagi. Kamu suka kopi kan pasti? Aku ingat loh kamu pesan kopi di Kafe Rumah Nenek."

Shilla mengangguk lalu membiarkan saja Grey membual entah apa lagi. Kedua mata Shilla lebih tertarik memperhatikan gerak-gerik Hiro yang baru saja mengganti kaosnya dengan warna putih. Hiro yang baru saja selesai berolahraga nampak segar.

"Kalo Hiro makan nggak?" tanya Shilla pada Hiro yang tengah menekuni kertas menu.

"Thanks for asking. Biasanya aku gak makan semalam ini sih, Shil."

"Masa sih? Lo gak mau aja makan di tenda begini kan Tuan Muda." Grey menyindir hingga Hiro mendelik kesal.

"Nggak apa kok, Hiro. Berarti nanti, gak ajak Hiro makan ke sini lagi," seru Shilla.

"Eh Shil, kamu tuh penyiar radio kan? Kalo kamu di sini sekarang yang lagi siaran siapa dong?" tanya Grey yang seketika membuat Shilla menoleh padanya.

"Kamu dengerin siaranku juga?!" Shilla memekik senang.

"Ya, biasanya sih untuk malam minggu aku minta rekaman aja. Karna aku udah izin ada acara keluarga. Gak tahunya, tiba-tiba malah papaku batalin gitu aja."

Bermula dari situ Grey dan Shilla malah mengobrol begitu lancar.

Mengenai musik favorit mereka, topik yang Grey usulkan untuk dibahas ketika Shilla siaran nanti sampai tempat hangout  favorit mereka.

Mungkin karena Grey yang selalu bisa menemukan cara mendapatkan perhatian Shilla atau Hiro yang diam saja membiarkan sahabatnya lebih dulu mengenal perempuan yang menyita perhatiannya belakangan ini.

***

Jakarta, April 2018,

Entah sudah berapa kali Shilla membuang rasa gengsi dan mengirim pesan kepada Hiro terlebih dahulu. Dari mulai menanyakan kabar pria itu, ajakan menonton festival musik bersama, hingga ngopi di tempat pertemuan mereka dulu.

Semua ajakan Shilla selalu berakhir dengan balasan Hiro yang lama atau pun alasan pekerjaan yang berujung Grey jadi penggantinya.

"Sabar ya, Shil. Mungkin Hiro emang belum move on dari mantan pertamanya," sergah Grey.

"Untuk berteman pun gak bisa?" keluh Shilla kemudian menaruh ponselnya di meja setelah sesaat sebelumnya mengirimkan pesan pada Hiro untuk ngopi di kafe dekat kantornya.

"Temenan sih bisa-bisa aja setahuku, Shil. Cuma dia memang selektif banget sih. Jarang juga pergi berdua sama cewek setelah putus dari Quincy." Grey menyebutkan nama mantan pacar Hiro.

"Memangnya baru putus?"

"Ah, udah lama sih, Shil. Nggak lama kok setelah aku putus dari Trisha."

"Ih, bohong banget sih kalo kamu udah jomblo satu setengah tahun!"

"Emang sialan! Hiro aja pada percaya." Grey mendengus kesal. "Ya gitu deh, pacar kuliah kalo kita bilang sih. Nemenin selama kuliah, pas lulus, putus deh."

"Masih sih putusnya cuma karna gitu aja?"

"Siapa nih? Aku atau Hiro?"

"Kalian lah."

"Hiro sih putusnya baik-baik. Karna nggak mau LDR aja, soalnya si mantan lanjut kuliah lagi di Inggris. Kadang, Hiro masih kabar-kabaran gitu lah sama Quin. Terus kalo aku ya karna udah gak cocok aja."

"Kalo gak cocok kenapa pacaran awalnya?"

"Awalnya cocok, lama-kelamaan banyak bedanya. Ya udah putus. Masa mau dilanjutin lagi kalo udah gak cocok?"

Shilla mengangguk, "Udah gak ada perasaan kayak Hiro ke mantannya?"

"Menurutku Hiro sih udah gak ada perasaan. Meski masih belum move on. Kalo diajak balikan juga, nggak bakal mau. Mereka cuma temenan aja sih."

"Kalo udah putus mana bisa temenan sih? Aneh banget."

"Shil, daripada bahas Hiro mulu mending kita bahas abis ini mau pulang ke rumah atau lanjut ke mana?"

"Ah iya, aku sampai lupa, Grey! Kamu bisa nih nemenin aku nyari komik Throbbing Tonight di Blok M?"

"Ya, bisa dong. Makanya aku jemput kamu ke sini. Abis itu kita nonton kan?"

Mata Shilla berbinar mendengar jawaban Grey. Jarang sekali ada yang mau menemaninya berburu komik lama di lapak penjual komik lama di Blok M. Celine dan Rania saja menyerah. Seketika Shilla lupa dengan keresahannya beberapa saat lalu.

Seperti burn toast theory yaitu cara untuk memahami rintangan dan percaya bahwa rintangan tersebut membuka jalan bagi sesuatu yang lebih baik.

Apakah dengan mangkirnya Hiro dan kehadiran Grey yang selalu ada buat Shilla membenarkan teori tersebut?

***

Jakarta, 2018, di tempat berbeda dan waktu yang sama,

Hiro menatap layar ponselnya yang beberapa saat lalu menampilkan notifikasi chat.

Ingin sekali membalasnya tapi bisa jadi petaka di tengah acara makan siang bersama keluarga intinya saat ini.

Apalagi Aira, kakak keduanya baru saja  pulang ke Indonesia. Jarang sekali keluarga Dharmawan berkumpul lengkap begini.

"Dek sorry banget, gue gak tahu lo udah putus. Gue ajak Quin lunch sama kita..." Aira menatap Hiro penuh penyesalan.

Hiro menggeleng, "Dia gak ikut juga kan sekarang?"

"Quin juga gak bilang sih!" sungut Aira kemudian membuka ponsel dan mengirimkan pesan pada mantan pacar si bungsu.

"Kamu nih, Ra, daripada urusin adikmu mending urusin diri sendiri! Yang harusnya punya pacar tuh kamu! Bentar lagi kakakmu mau nikah tuh. Gak kepikirin mau nyusul?" tegur Debora.

"Jadi betul rumor itu, Hiro. Hubunganmu dengan putri bungsu Janitra Soetomo sudah berakhir?" tanya Eiji, ayah Hiro dengan suara tegasnya.

Keiji, si putra sulung hanya melirik sekilas pada Hiro sambil menggeleng samar. Aira, si putri kedua hanya menggigit bibir seraya merasa bersalah telah membuka topik tabu di meja makan.

Hidangan yang disajikan nampak tawar dan tidak terasa enak lagi di hadapan Hiro.

"Paling tidak, otousan tahu kamu tetap peduli untuk melanjutkan pure blood di keluarga kita. Menjadi mantu Janitra kelak akan membuka banyak peluang untuk Dharma Group." Eiji berseru tegas sambil memotong steiknya.

Keluarga besar Dharmawan memang berprofesi Dokter dan rata-rata berkecimpung di dunia medis.

Ayahnya saja pemilik Dharma Group yang meliputi rumah sakit Dharma, Dharma Medica yang memproduksi obat sampai alat kesehatan. Ibunya dulu dokter anak ternama di Indonesia, sementara Kenji, salah satu dokter spesialis jantung ternama di Indonesia.

Sebentar lagi Kenji akan menikah dengan keluarga Vinly Adara, salah 1 dokter spesialis bedah ternama di Indonesia.

"Harusnya kamu mengikuti Quincy untuk melanjutkan kuliah kedokteran." Eiji menambahi.

"Sejak kapan jurusan seni bisa lanjut kedokteran, otousan?!" seru Hiro berusaha bercanda.

"Itu yang seharusnya kamu benahi dalam hidupmu, Hiro. Semua anak otousan mengambil kuliah dokter. Aira saja baru kembali dari New York setelah memutuskan menjadi spesialis anestesi," sergah Eiji.

"Ayah udah dulu ngomelnya. Nanti darah tinggi kumat." Aira coba menengahi dan memang selalu berhasil. Karena Aira adalah putri kesayangan Eiji.

Debora berdeham, "Ya sudah, ayah sayang. Kita yang sibuk ini makan siang bersama untuk menyambut Aira dan membahas proses pernikahan Kenji."

"Agendanya nambah satu, Bunda. Bahas putusnya si bungsu tuh," kilah Kenji yang langsung membuat Hiro menatap tajam padanya.

"Namanya hubungan bisa berakhir. Buat apa dipaksakan kalau sudah nggak bahagia? Bunda sih nggak pernah mencampuri apa pun pilihan Hiro dalam hidup. Karna hidup Hiro ya milik Hiro sendiri bukan Bunda." Debora menuturkan dengan lembut juga bijak yang dibalas Eiji dengan helaan napas.

Sekalipun Hiro lega jika ibunya selalu berada di pihaknya, jauh di dalam lubuk hati pria itu bergejolak hebat. Terlalu rumit rasanya memulai hubungan baru dengan seseorang yang nantinya akan menanggung beban jika tidak sesuai keinginan ayahnya apalagi keluarga besar Dharmawan.

Makanya selama ini Hiro mengunci diri. Sampai tiba-tiba suara ceria Shilla menemani malam-malam kelamnya mengerjakan setumpuk pekerjaan. Perlahan, menarik Hiro untuk mengecap harapan lagi dalam hidup.

Namun sepertinya Hiro belum punya keberanian sebesar dulu. Ketika memutuskan kuliah DKV ketimbang kedokteran.

"Ayah, Ibu, Kak Kenji dan Hiro, aku sebenarnya mau jujur..." Aira coba mengalihkan obrolan karena sejak tadi ayahnya makin sering menghela napas.

"Wait, Ai. Lo mau bilang kalo lo hamil nih?" ujar Kenji bercanda tapi disambut delikan tidak suka dari ibunya.

Baru setelah ayahnya menyilangkan dengan rapi alat makannya dan menatap Aira lamat-lamat, "Sebenarnya sejak lulus SMA aku nggak ambil sekolah kedokteran di Malang. Aku milih ekonomi, terus lanjut ke New York dan mulai venture capital bussiness di sana. Yah, awalnya aku kerja sih," sergah Aira dalam satu tarikan napas.

"Ayah tahu, Ai." Eiji berseru singkat yang membuat suasana hening yang menusuk. "Poseidon Ventures, betul apa tidak?"

Aira mengangguk sementara Hiro malah terpana dengan bangga pada kakak perempuannya. Sejak dulu selalu berani mengambil resiko. Faktor putri emas ayahnya mungkin.

"Arnold langsung mengontak ayah di hari pertama kamu bekerja di sana," sergah Eiji menyebutkan CEO Poseidon dan teman lamanya. "Ayah hargai kejujuranmu, Ai. Juga keberanianmu menyembunyikannya selama ini dari keluarga. Berarti Ai sudah bisa hidup mandiri dan lepas dari sokongan keluarga Dharmawan ya, Bunda?"

Debora tercekat dan memandang kesal pada suaminya lalu putrinya, "Ayah!"

"Bunda, aku nggak apa-apa kok. Toh selama ini aku bisa membiayai semuanya sendiri," seru Aira.

"Ayah sayang, masih berlaku kalau Aira menikah dengan pria dari keluarga dokter kan? Atau dokter sekalian... Supaya tetap seperti keinginan ayah..." Debora masih membujuk.

"Ah, untung kamu ingatkan. Peraturan ini berlaku juga untuk Hiro. Sekarang ayah akan bebaskan kalian untuk memilih jalan hidup seperti apa. Karena kalian sudah melakukan seperti kehendak kalian berarti ayah juga bisa mengambil keputusan itu," seru Eiji menutup diskusi dengan melanjutkan kembali.

Sejujurnya Hiro jadi menyesal. Andai dulu mengambil kuliah kedokteran dan menjadi dokter, pasti sekarang dia bisa mendekati Shilla dengan mudah. Keluaganya, terutama ayahnya akan biasa saja dengan pilihan Hiro.
















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro