Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 | Penyela Takdir, Grey Namanya.

Mungkin, karena aku mudah terdistraksi

atau memang kehadiranmu sedetik lebih lambat,

aku malah membuka hatiku untuk yang lain.

Shilla Tanuredja.

***

Jalanan ramai Ibu Kota, 2018,

Kalau Hiro seperti suasana sore hari, maka Grey seperti suasana pagi hari yang mendung.

Tidak gelap juga tidak terang, udara sekitar dinginnya menusuk tulang, warna langitnya abu-abu seperti arti nama pria itu.

Semua orang butuh pagi hari, tapi tidak disertai mendung. Ada keresahan akan turun hujan, malas beranjak dari tempat tidur untuk bangun dan bekerja, hawanya seakan mengisyaratkan untuk tetap tinggal.

Namun kita tetap harus bangun lalu bekerja atau melakukan aktivitas lainnya, bukan?

Baik Hiro maupun Grey lupa meminta kontak Shilla sore itu di kafe Rumah Nenek.

Rupanya setelah menyesap es kopi susunya beberapa saat, Celine menelepon Shilla dan mengatakan sudah dekat kantornya.

Mereka memang janjian makan di Haka Dimsum. Shilla buru-buru menghampiri barista dan meminta untuk take away es kopinya saja.

Tepat setelah barista itu mengemasnya, mobil Celine sudah berada di depan kafe.

Di tengah keluhan Grey mengenai klien yang projectnya tengah mereka kerjakan, Hiro menyaksikan Shilla beranjak cepat-cepat setelah menerima telepon.

Hiro menebak dalam hati kecilnya, mungkin pacar perempuan itu yang menjemputnya.

Mana mungkin perempuan manis dan talented seperti Shilla tidak mempunyai pacar?

"Kok jadinya nyetir sendiri?" Seru Shilla ketika membuka pintu mobil di sebelah kemudi.

"Tommy gak bisa diandalkan sih, Beb. Males gue lama-lama. Thank God, i still have you." Celine mengedipkan matanya.

Terburu-burunya Shilla karena Celine sudah tantrum sepanjang menyetir perjalanan untuk menjemputnya.

Kalau tidak bergegas, Celine bakal sering mengumpat lebih dari biasanya.

Ternyata benar dugaan Shilla, cowok lagi penyebab Celine tantrum.

Sepuluh menit pertama, Shilla menjadi pendengar Celine. Kurang lebih template ceritanya sama seperti sebelumnya.
Yang membedakan hanya nama, tempat juga waktu.

Sampai di sebuah perempatan lampu merah, ketika cahaya sore merekah lurus sempurna barulah Shilla tersadar.

Kenapa tadi gak minta kontak Hiro?!

"Shit! Kok gue bisa lupa!" Pekik Shilla kencang hingga Celine terkesiap.

"Ada yang penting ketinggalan? Duh, gue males banget Shil balik lagi. Macet tahu! Coba tuh lo lihat!" Keluh Celine melirik barisan kendaraan pada arah sebaliknya.

"Gak bisa, Lin..." Shilla berseru lirih kemudian mengetuk keningnya beberapa kali.

"Ya udah, gue puter balik sekarang."

"Eh, gak usah!" Shilla buru-buru melarang Celine membanting setirnya.

"Percuma aja, gak bakal bisa balik lagi kesempatan itu, Celine Nusa Adhitama." Shilla menghela napas letih.

Celine yang sedang bad mood sehingga tingkat kepekaannya defisit hanya memberi tatapan bingung pada Shilla dan kembali fokus pada jalanan menuju Haka Dimsum.

***

Lapangan Badminton Chandra Wijaya, 2018,

Orang bilang , jodoh pasti nggak akan ke mana-mana dan selalu ditakdirkan untukmu.

Kiranya begitu yang Grey pikirkan ketika di suatu malam minggu bertemu lagi dengan perempuan menggemaskan itu di pinggir lapangan badminton yang ramai.

Perempuan menggemaskan yang didapatinya sedang mengobrol dengan Hiro di kafe beberapa hari lalu, kini muncul di hadapannya mengenakan kaos kuning, celana training berwarna merah di atas lutut dan rambut panjangnya yang dicepol.

Grey memperhatikan gerak-gerik perempuan itu yang nampak kebingungan mencari sesuatu.

Sampai tiba-tiba seseorang menjawil pundak kiri perempuan tersebut, hingga pandangannya menoleh.

Senyum merekah terbit pada wajah perempuan itu. Grey tebak, lega mungkin ada juga yang mengenalnya.

Tak butuh waktu  lama, lucunya lagi perempuan itu dikenalkan oleh Bang Harun, seniornya di kampus dulu dan sekarang segereja dengannya.

"Kenalin nih, temennya Lina." Harun memperkenalkan Shilla yang masih mengamati situasi sekitar. "Shil? Ada yang kamu kenal?" tanya Harun mengembalikan fokus Shilla.

"Oh, nggak kok. Aku kira Bang Harun sama Lina. Makanya aku nyariin dia," seru Shilla.

"Nanti dia nyusul kok, Shil. Oh ya, kenalin nih temen abang, Grey. Grey, ini Shilla, teman SMAnya Lina."

Harun kemudian menatap Grey juga Shilla secara bergantian seraya memperkenalkan keduanya.

Shilla yang duluan menjabat tangan kanan Grey dan segera dibalas jabatan hangat, "Kamu temennya Kak Lina?" tanya Grey.

"Yes.  Lina tuh temen SMA-ku. Eh, tunggu deh kenapa manggilnya Kak Lina?"

Grey terkekeh, "Sori, kebiasaan. Lina soalnya pacarnya Bang Harun, seniorku di kampus dan gereja. Makanya jadi kebawa aja... Padahal aku sama Lina beda setahun."

"Oh, i see. Kirain aku terlalu tua aja. Atau kamu nya baru lulus kuliah juga misalnya..."

"Age is just the number, baby." Grey terdengar bercanda. "Sekarang cewek banyak kok pacarnya lebih muda."

Tanpa keduanya tahu jika obrolan singkat yang awalnya membahas mengenai kesibukan juga pekerjaan masing-masing berkembang jadi ajakan ngopi dan makan malam setelah badminton selesai.

Andai saja saat itu Hiro bisa muncul lebih cepat, Grey tidak mungkin memainkan peran sebagai penyela takdir.

Sialnya, fakta yang terjadi Hiro dan Dirly muncul dua puluh menit setelah Shilla terbahak-bahak karena sarkasme yang dilontarkan Grey mengenai hubungan laki-laki dan perempuan.

"Sori lama, Bro. Gue jemput yang mulia dulu soalnya," sergah Dirly menyindir Hiro yang berdiri di sebelahnya

Hiro nampak terperangah sampai tak berkedip lantaran kedua matanya bertemu dengan Shilla. Keduanya nampak tersipu beberapa saat sampai Grey menepuk pundak Hiro cukup kencang untuk menyadarkannya.

"Shilla kan?"

"Hiro?"

Keduanya bertanya di waktu bersamaan. Juga dibalas anggukan dengan ketukan yang sama pula.

"Gue yang bingung atau lemot sebenernya sih? Shilla tuh kenal sama lo atau lo sih?" tanya Dirly menatap Grey dan Hiro bergantian.

"Hei, kalian udah saling kenal ternyata?" sergah Lina tiba-tiba memecah keheningan.

Shilla segera menghampiri sahabat lamanya itu kemudian memeluknya erat selama beberapa waktu, "Lin! Udah lama gak ketemu!"

Ketiga pria itu membiarkan kedua wanita tersebut melepas kangen dengan heboh. Sampai akhirnya Lina menatap Grey lamat-lamat.

"Grey mau ngapain deh lo sama temen gue?!" Seru Lina dengan curiga.

"Santai, Lin. Gue udah kenal sama Shilla kok Kak Lina." Grey menyahut santai.

"Bang Harun kebiasaan deh kalo ditinggal bentar. Langsung aja ngenalin temennya ke temen gue tanpa ngpmong dulu!" keluh Lina.

"Kak Lina kayak sama orang lain aja sih... Aku nggak ngapa-ngapain deh, cuma ngajak ngobrol Shilla tadi. Kasihan nggak ada yang dia kenal," seru Grey berusaha menahan kesal karena kekesalan Lina.

"Suka main badminton juga, Shil?" tanya Hiro.

"Kadang sih kalo nggak males... Kalau Hiro?"

"Suka main sih iya. Kalo lagi gak sibuk pasti main sih. Eh iya Shil baru inget. Mamaku ada titipan barang buat mama kamu, nanti boleh aku antar kamu sekalian kasih?"

"Kita searah nggak sih baliknya? Aku sih mau aja. Kebetulan emang lagi cari tebengan pulang kalo misalnya Kak Lina nggak bisa."

"Searah kok, Shil. Aku ingat karena pernah antar mama aku kan ke sana."

"Oh, oke, Hiro. Makasih." Shilla tersenyum.

Selagi Lina dan Grey berdebat, Shilla dan Hiro malah memilih untuk duduk di pinggir lapangan sambil melanjutkan obrolan.

Yang Shilla pikir takdir sedang berpihak padanya karena mempertemukannya lagi dengan seseorang yang merasuki pikirannya belakangan ini.

Shilla salah besar. Dari sudut mata kiri Grey yang sejak awal mengawasi gerak-gerik Shilla jelas memperhatikan bagaimana Hiro mengajak Shilla duduk di pinggir lapangan.

Sahabat yang dikenal Grey sejak hari pertama masa orientasi kuliah.

Selama ini Grey tidak begitu mengetahui tipe wanita seperti apa yang disukai Hiro.

Toh, selama ini Hiro hanya pernah sekali berpacaran juga selama kuliah.

Beberapa bulan setelah wisuda, Hiro malah putus karena sang mantan melanjutkan kuliah S2 juga bekerja di Inggris. 

Dari waktu itu sampai sekarang Grey tidak pernah melihat Hiro mendekati wanita lain. Malah banyak yang mengejar-ngejar Hiro tapi tidak pernah ditanggapi.

Maka setelah melihat Hiro menyukai wanita menggemaskan yang kini menjadi perhatian Grey, muncul gemuruh yang meledak dalam hatinya.

"Shil, tadi gue cuma ngobrol biasa kan sama lo?" sergah Grey tiba-tiba menghampiri Shilla.

Shilla mengangguk dengan kerutan bingung di wajahnya. Beberapa saat kemudian, Lina dan Dirly menyusul.

"Lo yakin, Shil?" sergah Lina dengan sarkas sambil melirik sinis pada Grey.

"Gue nggak ngajak lo ngeparty atau ke club kan, Shil?" ujar Grey.

Shilla makin bingung, "Hah? Nggak kok."

"Pokoknya kalau sampai Grey ngajak lo yang aneh-aneh langsung kabarin gue! Fyi aja, Shil, nih cowok buaya darat level nggak tertolong lagi sih." Lina mengoceh lagi sambil memberi tatapan tajam pada Grey.

"Nggak tertolong gantengnya ya kan, Kak Lina?" Grey berseru penuh percaya diri.

Lina sontak memukul pundak Grey cukup kencang, "Bener kan?"

"Ya udah sih Kak Lina. Kalo cuma ngajak Shilla makan roti bakar langganan Kak Lina sama Bang Harun abis ini boleh kan?" sergah Grey.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro