Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 | Apa Kabar Kenangan?

"Masa itu, waktu itu,
Aku merindumu di kala itu,
Yang menatapku penuh rindu,
Bukan tatapan semu."

Shilla Tanuredja.

(⛔Slightly mature content, read wisely🔥🔥)

***

Kata orang-orang yang pertama selalu berkesan. Selalu terkenang. Selalu abadi dalam setiap fase hidup kita. Ada rasa yang bergumuruh hebat ketika Shilla merasakan jemari panjang Grey menelusup ke setiap jengkal tubuh Shilla. 

Ada kalanya berhenti menetap beberapa detik yang disertai remasan hingga menyebabkan tubuh Shilla meremang diikuti desahan yang tak bisa lagi ditahannya.

Pagutan demi pagutan yang dilakukan Grey pada bibir Shilla dengan penekanan penuh tanpa perhitungan lagi. Barulah ketika Shilla kehabisan udara, Grey melepasnya. Hanya beberapa detik yang dijadikan jeda bagi pria itu untuk melucuti pakaian mereka lalu memulai permainan panas mereka.

Shilla jelas tahu bukan pacar pertama Grey, cinta pertamanya atau pun yang pertama bagi Grey berhubungan intim. Begitu pun sebaliknya sehingga Shilla tidak pernah merasa istimewa. Karena di hubungan Shilla sebelumnya, ada unsur terpaksa untuk melakukannya.

Baik Grey mau pun Shilla memiliki momen-momen pertama dengan orang berbeda. Pertama kali jatuh cinta, bergandengan tangan, pelukan, ciuman, juga berhubungan intim.

Entah mengapa, ketika keduanya memiliki momen-momen tersebut bersamaan membangkitkan gairah mereka seperti pertama kali melakukannya dengan orang lain.

Keduanya saling menginginkan satu sama lain. Keduanya begitu tergila-gila satu sama lain, candu dengan aroma tubuh satu sama lain.

"I love you, Shil." Grey memberikan kecupan terakhir di puncak kepala Shilla usai melepaskan semua hasratnya lalu terkulasi lemas.

Seperti biasa, Grey menyandarkan kepalanya di dada Shilla. Mendengarkan detak jantung juga merasakan kehangatan tubuh wanitanya.

"Love you too, sayang." Shilla membelai dengan lembut rambut Grey dengan aroma shampo favoritnya, mint yang tidak menusuk tajam.

"Bibir kamu itu, Shil." Grey menggelinjang beberapa saat meski masih lemas kala Shilla mengecup keningnya. "Alasanku berhenti minum juga ngerokok."

Shilla terkekeh, "Lagi ngegombal nih? Atau minta lagi?"

"Ya udah kalo kamu beranggapan begitu..."

"Masih kuat, Pak?"

"Shil, aku serius!" Grey mengambil tangan kanan Shilla, mengusap jari manis tempat cincin manis melingkar di sana.

"Tidur, yuk? Aku capek. Besok harus siaran subuh," sergah Shilla mengalihkan topik pembicaraan kemudian menarik selimutnya.

Antara pesimis, insecure, ketakutan akan ditinggalkan, Shilla berhenti percaya jika tatapan Grey padanya bukan lagi soal mencintai. Bagaimana pria itu bersikap padanya selama dua tahun belakangan sampai memutuskan untuk menikah.

Shilla kangen Grey-nya yang dulu menatapnya hangat seperti detik-detik langit senja muncul ketika telat muncul dari waktu janjian mereka.

Grey yang menemaninya ke mana pun, walau sekedar jalan-jalan tak tentu arah di sore hari dengan motor beat merahnya.

Atau ketika Grey sangat khawatir padanya ketika menegak dua gelas Americano agar tetap melek maksimal mengejar tenggat waktu pengerjaan laporan pencapaian pekerjaannya.

Sungguh, Shilla merasa rindu dibutuhkan secara utuh bukan karena tapi.

Rindu mencintai Grey dengan bebas tanpa tapi.

Terlebih, tanpa harus mencari pembenaran jika segala kebersamaan juga pilihan mereka sekarang, demi rencana pernikahan dan hidup bersama.

***

"Uit, Shil!" Hiro mengibas-ngibaskan kedua tangannya di hadapan Shilla yang masih termenung tanpa berkedip dari sejak dirinya mengoceh soal project kolaborasi mereka. "Halo, Halo Shilla, apakah Shilla masih ada di sini bersama kita?" canda Hiro sambil menepuk kedua pipi chubby Shilla.

"Ro, paan deh! Lo pikir badan gue kemasukkan?!" Shilla menatap kesal pada Hiro lalu menepis tangannya.

"Yah lo sih bengong mulu. Gue kan bingung mau ngusirnya gimana kalo sampai bukan lo yang ada di badan lo. Nabok juga gak tega..." Hiro menyesap kopinya sambil dihujani pukulan Shilla bertubi-tubi.

"Celine lama amat sih, Ro?! Dia beneran mau nyusul kita ke sini kan?" sungut Shilla usai membaca pesan yang dikirimkan Celine beberapa puluh menit yang lalu.

Hiro mengangguk, "Kayaknya jemput Rania dulu. Eh urutannya jemput lo dulu deh."

"Lah, ngapain coba?! Rania mah Ratu Lembur. Di grup juga lagi jarang nongol."

"Tadi sih bilang sama gue gitu. Mau lanjut ke Big Brother Kemang karena Za siapa gitu, gue lupa temennya Celine, ngadain birthday bash."

Shilla memberi tepukan tangan berkali-kali, "Sumpah, sumpah, Ro, lo lebih update daripada gue! Ciye dikabarin mulu ceritanya sama sahabat gue. Lanjutkan, Pak!" Shilla menepuk pundak Hiro.

"Bu Shilla lupa ya kalo gue sekantor sama sahabatnya? Beda departemen sih emang tapi kita sering kerja bareng juga," terang Hiro.

"Nggak usah juga sih Ro nyebutin alasan klasik begitu. Semua berawal dari seringnya bertemu. Eh lama-lama jadi sayang-sayangan." Shilla masih semangat meledek Hiro.

"Masa sih, Shil?" Hiro memiringkan alisnya.

Shilla mengangguk antusias kemudian menelan kue kering cokelat favoritnya di Kafe Rumah Nenek. Tanpa mempedulikan situasi sekitarnya yang mulai ramai, Shilla mengunyah kue tersebut dengan penuh berbinar.

Menyisakan Hiro yang menatapnya juga sama berbinar dengan latar matahari sore yang mulai melembut warnanya. Andai saja waktu bisa terhenti selamanya seperti sekarang. Atau mungkin, Hiro minta saja sekalian waktu terputar kembali ke saat itu.

Saat itu, waktu itu, ketika Hiro mengenal Shilla dengan sebuah ketidaksengajaan padahal sebenarnya mereka sudah lama mengetahui satu sama lain.

"Kok kalau gue nggak sih?" tanya Hiro penuh arti.

"Ya, nanti kan-" Shilla terhenti sesaat ketika mendapatkan tatapan sarat makna yang Hiro tujukan hanya khusus padanya.

Ada suatu masa di mana Shilla selalu menaruh perhatian penuh pada pria manis dengan lesung pipi di hadapannya sekarang.

Saat Shilla menjadikan Hiro pusat dunianya, alasannya semangat bekerja sebagai penyiar radio pertama kalinya, tersenyum karena tindakan manis Hiro seperti mengantarkan es kopi susu favoritnya di tengah siang yang sangat terik, juga menangis karena sikap dan kebaikan Hiro selama ini hanya bentuk gentleman attitude yang diberikan pria itu pada teman perempuannya.

Ya, karena pada mulanya takdir menuntun hati Shilla Tanuredja hanya tersedia untuk Hiro Dharmawan.

"Hiro, udah ya? Kan lo tahu waktu itu juga kita sering banget ketemu dan akhirnya..."

"Lo milih Grey kan?" sambung Hiro.

Shilla menghela napas letih, "Nggak, Ro. Lo yang awalnya ngasih kesempatan buat Grey atas nama persahabatan kalian. Dan sekarang, astaga Ro udah sampai sejauh ini lo-" Shilla menelan ucapannya kembali, takut air matanya pecah begitu saja.

Pada detik-detik yang terbuang itu Shilla dan Hiro sama sadarnya jika langkah mereka sudah berbeda terlalu jauh.

Apakah sekarang Hiro yang harus lebih keras menyamai langkahnya dengan Shilla?

Kenapa juga harus sekarang bukannya saat itu, waktu itu?!

"Guys, maaf gue telat. Macet banget sih kalo ke sini!" sungut Celine sambil mengibaskan kedua tangannya.

Celine masih mengoceh dengan penuh sungutan tanpa tahu jika Shilla dan Hiro tengah tersedot kenangan masa lalu mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro