1 | Parkiran di Ujung Jalan
24 jam waktu di dunia.
8 jam bekerja, 8 jam bersosialisasi, 8 jam lagi istirahat.
Dari sekian waktu yang ada, apakah tidak ada sekian kemungkinan mengabarkanku?
(⛔Slightly mature content, read wisely🔥🔥)
***
Betul berarti dugaan Shilla jika sedang mengalami LDR dengan pacar yang sudah menjadi tunangannya.
Grey berada di Antariksa atau mungkin dimensi lain?
Yang Shilla tidak tahu sejauh apa perbedaan waktunya.
Dalam seharian ini, chat Shilla selalu lama dibalas dan pendek saja.
Teleponnya terabaikan. Mengabari juga setelah Shilla spam chat berkali-kali.
Apakah Grey masih ngambek kalau kemarin malam Shilla menolaknya?
"Selamat pagi pendengar setia Morning Anthem! Masih bersama sayaaa, Shilla Tanu bukan Panu yang bakal nemenin kamu sampai jam 10 pagi nanti di Morning Anthem, 122.2 StarFm! Shilla mau nanya nih, hal apa sih yang pertama kali kalian lakukan ketika membuka mata di pagi hari? Coba sharing sama Shilla ya! Mention Shilla di Twitter @Starfm , dengan hastag SharingShilla. Shilla tunggu ya!"
Seru Shilla kemudian mematikan mik dan memutar lagi Terlalu Cinta versi remake Lyodra & Yovie Widianto.
Shilla mengusap layar ponselnya. Berharap ada notifikasi favorit yang ditunggunya.
Seperti biasa, hanya kecewa yang menjadi sarapan Shilla di tengah waktu siarannya di pagi hari. Grey hanya membalas pesannya tanpa membalas atau mengabari jika pria itu sudah bangun.
Pasti Grey selalu kesal dengan bersikap diam ketika batal menginap di tempatnya.
"Mbak Shilla fokus!" Sergah Jio, juniornya mengingatkan.
Shilla mengangguk dan memberi jempol. Bukan hal mudah menjalani pekerjaan untuk tetap tersenyum di saat suasana hati sedang sebaliknya.
Ya, demi cicilan gaun pernikahan impian Shilla.
Bae
Yank hr nih aku byk meeting, pls not spam chat or call today.
Begitu saja pesan singkat Grey di akhir jam siaran Shilla. Yang lagi-lagi disambut tatapan sedih juga sesak.
***
"Kopinya gak enak atau gue yang bau?" Tanya Hiro sambil mencium sisi kanan kemeja birunya.
"Hah?" Shilla tersentak setelah sebelumnya melamun.
"Pasti lo gak suka kopinya, karna ga mungkin gue bau." Hiro berseru percaya diri, sisi yang hanya ditunjukkan pria itu di hadapan Shilla .
"Lo emang bau kok, Ro. Baru nyadar?"
"Bau, bau gini lo ajakkin ngopi. Bukan karna lo modus kan?"
Kontan, Shilla menunjukkan jari manis dengan sebuah cincin yang bertengger di sana.
Ingin rasanya Hiro melepaskan benda sialan itu ketika melihatnya.
"Gue tunangan orang, Ro. Bestie lo sendiri."
"Boleh ga usah flexing? Bikin jiwa kompetitif gue meronta."
"Celine bisa lah dikasih cincin tunangan." Shilla menyebutkan sahabatnya yang sekantor dengan Hiro.
"Ngasih aja gak apa-apa kan, Shil? Tapi status dan hati diwakilkan buat lo."
"Ish, Hirooo!!" Shilla menjawil pundak Hiro.
Kadang semesta suka sebercanda itu. Ketika Shilla yang awalnya mati-matian ngejar Hiro, eh malah berakhir di pelukan Grey, sahabat Hiro sejak kuliah.
Sampai empat tahun pula, sudah tunangan, sebentar lagi akan menikah.
"Abisnya gue rasain gitu, Shil. Statusnya tunangan orang lain, tapi quality time sama deep talknya ke gue."
Shilla menghela napas, "Ya lo sih, dulu gak mau jadian."
"Maunya langsung jadi istri gue sih."
"Siapa Ro yang mau lo jadiin istri?!" Grey muncul tiba-tiba sambil menenteng laptop dan langsung mengambil duduk di sebelah Shilla.
"Katanya kamu sibuk meeting, yank?" Tanya Shilla.
"Iya sih, tapi aku kangen tunanganku..." Grey menatap Shilla penuh gairah sambil tangan kanannya meluncur ke paha kanan Shilla.
Terkutuklah stocking pants yang tak cukup tebal melindungi permukaan kulit paha Shilla.
Hiro menyesap kopinya cepat-cepat, "Bye guys."
"Ro, tunggu!" Sergah Shilla menghentikan gerakan Hiro membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja.
"Apa lagi Shil?"
"Kita batal meeting nih?" Shilla berseru kecewa.
"Shil, im here already..." Grey makin membelah permukaan kulit paha Shilla dengan tangannya, mengelus lembut setiap sisinya.
Reaksi tubuh Shilla yang bergetar sebentar, cukup bagi Grey untuk yakin jarinya menyasar titik-titik yang tepat.
"Gak lihat tuh pawang lo udah di sini." Hiro menyindir. "Next time ya?"
"Kok gue gak diceritain meeting apaan, Bro? Mau surprise bachelor party buat gue?" Balas Grey dengan kilatan tajam dan kini tangannya sudah diletakkan di meja untuk menggenggam jemari Shilla.
Jemari dengan sebuah cincin melingkar di sana. Grey yang menyematkannya beberapa Minggu yang lalu.
Grey memberi peringatan pada sahabatnya jika perempuan ini sekarang miliknya. Ada sebuah teritori yang seharusnya tidak dilanggar.
Hiro terkekeh nampak tidak terganggu, "Sebenernya gue sama Shilla lagi bahas beberapa project yang disinggung sama calon papa mertua lo sih, Bro."
"Hiro, gak perlu ngetes kesabaran gue sekarang." Grey seperti menguliti Hiro dengan tatapan tajamnya.
"Sayang, main ke rumahku aja gimana?" Tawar Shilla di tengah kontes saling menatap dengan tajam yang kalau tidak ditengahi bisa berujung saling memukul.
"Oke, sayang." Grey menurut kemudian menatap Shilla dengan lembut.
Hanya Shilla yang tahu betul makna di balik lembutnya tatapan Grey.
"Nanti kita berkabar aja, Ro." Shilla melambaikan tangan pada Hiro.
"As always, Shil." Hiro menjawab yang membuat Grey kembali menatapnya sebelum Shilla alihkan dengan merangkul mesra pinggangnya.
Barulah setelah Hiro berlalu pergi, Grey merapatkan tubuhnya. Menyasar telinga Shilla.
"More need you than explanation, babe." Grey berbisik penuh arti yang seketika membuat tubuh Shilla meremang sekejap.
Terkutuklah tubuh Shilla yang kadang tidak bisa bekerja sama dengan sinkron bersama akal sehatnya.
"In this afternoon?!" Shilla menyahut dan membiarkan Grey meletakkan kepala di pundaknya sembari tangan pria itu menjelajah pahanya.
"You still don't want me?" Grey berujar sedih.
"I do, babe. I really do," balas Shilla cepat-cepat. "I want you..."
"Mama lagi ke Surabaya selama seminggu... Better we go to my home now, Shil." Grey lalu mengecup puncak kepala Shilla.
"Okay, let's go, babe." Shilla mengelus pipi Grey beberapa saat kemudian membereskan barang-barangnya.
"Kamu cantik banget hari ini, Shil." Grey menatap Shilla beberapa waktu ketika sedang sibuk mengumpulkan barangnya ke dalam tas.
"Curang ya kamu godain aku di sini!"
"Ya biar nanti perfoma kamu lama. Aku kan suka gemes kalau kamu mulai nagih."
"Sayang, udah yuk. Gak usah bahas urusan ranjang di sini." Shilla berseru panik.
"Tapi janji di mobilku kita foreplay dulu sebentar?"
"Bentar aja karena kamu mau nyetir!" Seru Shilla kemudian menggandeng Grey menuju mobilnya yang terparkir di ujung jalan.
Sudah rencana Grey memang memarkir mobilnya dekat portal tertutup, di ujung jalan Kafe Rumah Nenek begitu menjemput Shilla.
Kendaraan mau pun manusia jarang sekali melewati sisi jalan tersebut. Grey pikir bisa lah minimal ciuman saja sebelum menuju tujuan berikutnya.
Benar saja, begitu kedua pintu mobil sudah tertutup, pendingin ruangan dinyalakan, Grey segera menarik Shilla dan menyasar bibirnya.
Berkat refleks yang sudah terlatih beberapa tahun ini, Shilla menarik wajahnya.
"Aku serius, bukannya kamu bilang mau meeting?" Tanya Shilla sesaat sebelum Grey menanggalkan kardigan rajut cokelat tua yang dikenakannya.
"Udah selesai lebih cepat, jadi aku bisa langsung jemput kamu... Apalagi, kamu bilang lagi di RN." Grey menyingkat Kafe Rumah Nenek, yang menyimpan momen khusus untuk Shilla dan Hiro.
Besar keinginan Grey untuk membumihanguskan kafe itu.
Shilla terkekeh, "Kamu kok jadi posesif dan cemburuan gini sih, sayang?" Seru Shilla lembut kemudian mengelus pipi Grey. "Aku kan tunangan kamu sekarang."
"Nah itu tahu alasannya. Good girl..." Grey segera memagut bibir Shilla sebelum perempuan itu berceloteh lagi.
Pagutan demi pagutan Grey hujani sebagi bentuk kekesalannya, amarahnya juga kecemburuannya pada Shilla dan kafe Rumah Nenek.
Bibir Shilla seperti kedamaian juga ketenangan yang bisa dihisap lalu disesap untuk Grey ketika pikirannya begitu berisik.
Candu yang membanjiri Grey kala pria itu menyapu sudut demi sudut tanpa terkecuali. Mengantarkan Shilla pada kerinduan yang penuh pada pria ini.
Pria yang pernah menghiasi malam bersamanya.
Pria yang memperkenalkan rasa memiliki seperti ini.
Pria yang tahu bagaimana menuntun Shilla pada rasa hangat yang menjalar di seluruh tubuhnya ketika jari-jari panjang pria itu menyentuhnya dengan lembut di setiap titik.
"Ngggh.. Greyyy..." Shilla mendesah ketika telapak tangan Grey sampai di sisi kenyal dan meremasnya.
"Yes babe?" Grey mencabut bibirnya tapi tidak melepaskan remasannya.
"Boleh lanjut lagi di rumah kamu?"
"Tapi masih kangen..."
"Aku juga.. Yuk, cepet kamu jalan sebelum kita digerebek warga di sini..."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro