Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Epilog

Makam Kama dan Ulfi bersebelahan.

Aku nyaris tersenyum. Mereka selalu tak terpisahkan. Kemana-mana selalu bersama. Mereka lebih seperti kembar daripada aku dan saudariku. Bahkan sekarang pun ...mereka tetap bersama.

Aku menaburkan bunga dan air mawar, lalu mengusap kedua nisan itu bergantian. Sesak kian membanjiri dadaku, seakan menjadi pengingat bahwa 11 Desember, hari itu tidak akan pernah sirna. Hari itu akan selalu menghantuiku. Meski sekarang telah tepat setahun sejak kejadian itu.

"Upi ... Kama ... baik-baik ya, kalian. Saling jaga..."

Usai memanjatkan doa, aku berpindah pada makan lainnya. Sebuah pusara yang kokoh, yang sedikit mulai berlumut, yang menunjukkan bahwa ... seorang gadis tujuh belas tahun terbaring di bawahnya. Orang yang paling kusayangi.

Dengan hati-hati, aku meletakkan seikat mawar di bawah nisan, menyandingkannya dengan seikat bunga kupu-kupu yang lebih dulu ada di sana. Itu bunga kesukaanku ... dan kesukaannya.

Aku sudah berjanji untuk tidak menangis. Tetapi ketika mataku menemukan namanya, ketika tanganku mengusap rumput di atas makamnya, airmataku mengalir begitu saja.

"Nana ... aku kangen kamu...," bisikku. Kalimat itu, secara mengagetkan, terasa amat benar. Seolah aku tidak terus mengucapkan kalimat yang sama nyaris setiap harinya.

Kenyataannya, setiap hari, aku mengatakannya. Setiap hari, aku merindukannya. Nanaku.

Tapi hari ini adalah hari kesebelas di bulan Desember. Rasa sakit karena rinduku menjadi sepuluh kali lipat tak tertahankan.

"Aku kangen banget sama kamu sampai-sampai sulit untuk bernapas."

Basah. Aku menemukan airmata yang telah mengumpul di pelupuk mata jatuh mengalir begitu saja begitu aku mengerjap.

"Hari-hari di sini sulit untuk dijalani. Kamu benar. Kita telah bersama sejak dalam kandungan Mama, kita tidak pernah benar-benar berpisah. Jadi aku nggak bisa ...," tangisku kian menjadi, tetapi aku tidak berupaya menghapusnya. "Aku nggak bisa di sini sendirian. Aku kangen kamu ..."

Aku tidak tahu berapa lama aku di sana, menangis seperti tidak ada habisnya. Hingga, tepukan lembut menyentuh pundakku.

"Mau hujan, kita pulang dulu, ya Ra?"

Aku menggeleng. Aku ingin bersama Nana lebih lama. Aku ingin bersama saudariku. Tetapi atas bujukannya yang tanpa jeda, akhirnya aku menyerah. Rei membimbingku berdiri, menopangku ketika oleng, dan memayungi kepalaku ketika gerimis mulai turun.

Aku mendongak sedikit, menoleh padanya. Ada jejak airmata di pipinya. Ada sakit di matanya. Aku tahu seberapa besar ia juga menyayangi Nana. Seberapa sakit ia juga merindukannya. Seikat bunga kupu-kupu tadi ... itu darinya. Dari Nawala, untuk Jambu-nya.

Yang bisa kuberikan ... hanya remasan di pundak, coba menguatkannya.

"Aku tahu," kataku.

"Tahu apa?" Rei menoleh. Kami mulai berjalan pelan meninggalkan area pemakaman.

"Bahwa Nana juga merindukan kita. Dan bahwa Nana ...bahagia di sana."

"Tahu dari mana?" Kali ini ia tersenyum, meski tipis.

Aku mengembalikan senyum itu. "Tahu saja. Kami kembar, ingat? Kami punya ikatan."

Tanganku menyentuh nisannya sekali lagi. Menatapnya, aku serasa menatap saudariku, malaikatku.

Na ...

Aku minta maaf.

Juga, terima kasih ... kamu selalu, dan akan selalu, menjadi saudari terbaik yang kumiliki.

Na....

Baik-baik di surga, ya.

Namaku Laura. Hari ini, 11 Desember, umurku genap 18 tahun. Dan aku hanya ingin ... saudari kembarku tenang di sana. Bahagia di sana.

Banjarmasin, 26 Desember 2021

Hai. Kepada kamu yang telah menemani cerita ini berjalan dari awal hingga akhir, aku ucapkan banyak terima kasih. Kepada yang menyampaikan pendapat, komentar-komentar dan vote, juga terima kasih banyak.

Aku bersyukur aku mampu menyelesaikan cerita ini, meski hanya revisi. Sebelas Desember di tulis awal Desember 2020, dipublikasikan pertama kali tepat pada tanggal 11 Desember. Awalnya, aku hanya berpikir, "Wah, sayang, kenapa fiksiremaja banyak yang isinya hanya cinta-cintaan saja?" Bahkan lebih dari itu, kadang aku menemukan fiksi remaja yang kurang sehat untuk dibaca anak usia remaja. Kenapa juga aku hanya menulis cerita cinta-cintaan?

Di situ aku mulai berpikir untuk menulis fiksi remaja yang lebih banyak mengambil tema keluarga, pergolakan remaja, persahabatan, dan ya, masih ada romansanya karena ... that's a must in our teenage life, isn't it? Lepas dari segala kekurangannya, tujuan-tujuan yang mungkin tidak tereksekusi dengan sempurna, aku bangga dengan diriku yang berhasil membubuhkan kata tamat.

Semoga, Sebelas Desember bisa menjadi bacaan yang bukan hanya sekedar hiburan, tapi sesuatu yang menetap di hati pembaca.

Selanjutnya, mari bertemu lagi di karya-karyaku lain. Saran dan kritik dari kamu selalu kutunggu untuk membantuku menjadi penulis yang lebih baik. Terima kasih.

PS: Kesan-kesan, vote dan share dari kamu sangat dinantikan ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro