Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rin • Stage 1 • Yang Tak Pernah Sembuh

"Maaf.."

Suara itu terdengar familiar di telingamu. Seseorang menggenggam tanganmu erat. Dia ketakutan. Begitu ketakutan ditinggalkan olehmu. Tatkala air matanya menitik, kau tak bisa menghapusnya seperti biasanya.

Dia terus mengucap kalimat enggan untuk berpisah, tapi kau tak bisa menahan dirimu lebih lama. Kau pun sejujurnya tak ingin hal ini terjadi. Tapi apalah daya kau tak bisa melawan takdir yang sudah menunggumu di depan mata.

Makhluk bersayap terbang membelah langit berawan gelap. Dia melewati riuh kehancuran yang mengular di tanah bumi.
Bentangan sayapnya melintas berlawanan dengan kepala ular yang muncul dari kawanan awan.

Pihak manusia menyorak perang. Begitu pula pihak sebelahnya. Darah sudah mengalir sebagai sungai deras saat itu.

Lantas dimana kau memihak?
Kau tak bisa mengingatnya dengan jelas.

Tubuhmu lemas, matamu sayup. Tepat diatasmu, sosok yang menangis meneriakkan sebuah nama padamu.

"(name)!"

Cahaya biru menyala dan berkobar bagai lilin yang muncul di hadapanmu, sebelum mata sayu mu itu membawamu tenggelam dalam lautan kegelapan.
Cahaya itu adalah api jiwa berwarna biru. Dia terbang mengejar dirimu.

Tanganmu bergerak menggapainya, menangkupnya. Saat kau buka tangkupan itu, seekor burung kecil muncul, dan terbang lepas dari tanganmu. Melepas semua yang kau punya.

Ingatanmu.

Ragamu.

Jiwamu.

Kekuatanmu.

Kesadaranmu.

Menjadi cahaya-cahaya kecil yang bulat-- bersinar seperti salju yang turun di musim dingin.

Musim dingin tempatmu menemukannya terjatuh dari pohon itu.

Musim dingin tempatmu memeluknya dengan hangat di tanganmu.

Suatu musim dimana kau mengangkatnya sebagai Shikigami pertamamu.

+ + + +

Kau terbangun dari ranjangmu, nyaris terkejut dibuatnya. Mimpi itu sungguh aneh, tapi juga nyata kau rasakan. Ah, lupakan itu sekejap, kau masih punya kesibukan yang lebih penting hari ini.

Berjalan keluar kamar, seperti biasa kau dikejutkan Bachira yang menyapamu pagi-pagi. Tapi kali ini dia tak mengajakmu langsung bermain. Segaris khawatir tampak di wajahnya. Suaranya pun melembut tak seperti biasanya. Apa karena kejadian kemarin dia jadi begini?

Bachira berjalan bersampingan denganmu. Dia lebih jinak rasanya. "Hari ini aku ingin berlatih dengan master," katanya. Tumben sekali. Bibirnya melengkung saat kau mengucap itu. "Agar aku bisa melindungi master kedepannya! Aku ingin berguna untukmu, master~"

Dia mengatakan itu seperti dia ingin kau mempercayainya lebih lagi. Kau menangkap itu dan menerima keinginannya. Mungkin kau akan mengajak Isagi juga--anggaplah dia menjadi Ayakashi liar untuk melatih kerjasama Bachira dan dirimu.

Tepat sekali, Isagi muncul di ujung jalan, seperti biasa dengan pedangnya yang selalu ada di sabuknya. Kalian bertiga saling bertukar sapa, sebelum akhirnya kau menawarkan pelatihanmu dan Bachira itu padanya.

"E-eh? Kalian memilihku untuk itu?" tanya nya. Kau mengangguk. "Ayo, Isagi! Pasti bakal seru. Kau kan juga Shikigami yang kuat punya master Chigiri!--Oh iya, kenapa nggak ajak master Chigiri juga? Udah pulih juga, kan?"

Menurutmu itu ide yang bagus. Sesekali kau ingin latihan pratik bersama master mu, bukan hanya ceramah dan membaca saja.

Beralih dari lorong, kalian bertiga mencari Chigiri yang katanya Isagi sedang di ruang belajar--sedang memeriksa gulungan-gulungan baru dari toko Kenyu. Seketika kau ingat belum membaca pemberian Hio, mungkin nanti malam.

Benar kalian menemukan Chigiri disana. "Selamat pagi, kalian semua," balasnya saat kalian bertiga menyapanya. Dirinya sudah tampak bugar. Lantas Isagi menanyakan keinginan kalian untuk berlatih bersama.
Lensa Chigiri sempat melebar mendengarnya. "Kau sudah tumbuh dengan cepat ya, (name)?" tanyanya sambil tertawa kecil, kemudian bangkit dari tempatnya. "Tentu. Kita gunakan hutan belakang saja. Halaman terlalu kecil untuk latihan yang seperti itu."

Kalian berempat lantas beralih dari tempat itu menuju hutan belakang menggunakan teleportasi. Disana kalian membagi area menjadi dua--Isagi dengan Chigiri di sebelah kanan, kau dan Bachira di sebelah kiri.
Latihan itu dimulai saat kedua belah pihak sudah menyatakan siap dan begitulah yang terjadi.

Isagi bergelut dengan Bachira begitu sengit menggunakan masing-masing kemampuan mereka, sampai-sampai tanah hutan itu terhempas.
Sementara kau dan Chigiri melawan satu sama lain dengan kertas sihir yang dialiri kekuatan Onmyodo. Kau akui Chigiri merapal begitu cepat. Berapa kali sudah kau tak punya waktu untuk mengganti rapalan. Saat celahmu itu nyaris diserang oleh Chigiri, Bachira datang tepat waktu. Namun Isagi balas menyerang kearahmu.

Sihir penghalang kau gunakan untuk menahan serangannya. Sementara Bachira yang kini keasikan melawan Chigiri. Chigiri memang cepat merapal, tapi Bachira lincah menggunakan kemampuan fisiknya. Mana lagi Monsta selalu datang sebagai bantuannya.

Melihat itu, Chigiri menggunakan sihir Onmyodo yang mampu memisahkan dua makhluk itu, mengurung salah satunya, dan menyerang satu yang lainnya.

Bachira terdorong mundur. Belum sempat dia menyadari posisi dirinya, Chigiri muncul begitu cepat untuk menjatuhkannya serangan elemen.

Kau yang sedang menahan Isagi melihat itu. Mantra teleportasi kau gunakan saat melempar serangan yang sengaja kau pelesetkan, melewati pundak Isagi. Serangan itu kemudian muncul di depan Bachira melalui portal, menabrak serangan Chigiri yang baru dilepaskan--dan meledakkannya.

Ledakan sihir memberi kesempatan untuk Bachira kembali padamu. Dia menendang Isagi agar menjauh darimu. Ayakashi itu terkena dampaknya, dia melesat cukup jauh menggesek tanah, tapi pedangnya menahannya dari terlenting lebih jauh lagi.

Chigiri menghilanh dan muncul dibalik punggung Isagi yang mulai kewalahan. Saat kau dan Bachira kembali bersama, Chigiri menggunakan mantra pemulih pada Isagi yang membuatnya kembali prima.

Kalian kembali terbelah jadi dua kubu. Pertarungan ini semakin asik agaknya. Kau sudah mulai menangkap cara berkoordinasi dengan Bachira.
Chigiri dan Isagi di lain sisi juga merasa demikian. Sudah berapa lama mereka tak bertarung berdampingan begini? Rasanya merindukan.

Saat kalian berempat ingin kembali bergempur, cahaya biru muncul diantara kalian berempat dengan kasarnya--memicu percikan listrik yang membuat Bachira bergerak melindungimu, sementara Chigiri melindungi dirinya dan para Shikigami dengan mantra penghalang.

Kalian dikejutkan dengan hal barusan yang rupanya potongan bambu tipis dengan secarik kertas digulung terikat disana.

"Apa itu tadi?" tanyamu masih terkejut dengan hal barusan. Chigiri hendak mendekati dan menyentuhnya. "Master." Tapi Isagi menahannya. "Untuk keselamatanmu, biar aku saja."
Chigiri mengangguk. "Hati-hati. Kita tidak tau itu darimana." Isagi tersenyum tipis kemudian berjongkok di depan benda itu, mengamatinya, sebelum dengan hati-hati meraihnya, menyentuhnya...

"BOOM!!" pekikan Bachira membuat pundak Shikigami pemburu oni itu melompat. Parasnya kemudian menoleh pada Bachira. "Meledaaak~" lanjut Shikigami mu dengan usilnya. Isagi menghela lelah, dia kira sungguhan akan terjadi apa-apa. Syukurlah dia mengambil benda itu dengan aman. Kertas itu dibukanya, seketika mimiknya berubah.

"Ada apa, Isagi?" tanya Chigiri yang khawatir.

Isagi menjawab. "Kantor pusat." Nama itu cukup membuat master mu terdiam di tempatnya. "Para petinggi Onmyoji ingin bertemu denganmu, master," sambung Isagi.

"Mereka ingin bicara tentang hari itu. Dan juga.." Isagi menoleh padamu. "Mereka ingin bertemu dengan (name) yang juga terlibat disana."

Jantungmu seakan berhenti untuk sesaat. Kau memang ingin menjadi sosok Onmyoji yang ingin diakui, tapi terpanggil oleh mereka seperti ini bukanlah tanda yang bagus untukmu. Apakah mereka tau soal hal 'itu' maka dari itu mereka ingin menemuimu?

Baru saja Isagi selesai membacakan surat itu, Anri berlari agak terburu kearah kalian. "Master!" Nafasnya agak tersenggal. "Pasukan Onmyoji sedang mencari anda untuk pergi ke markas utama Onmyoji. Mereka menunggu di pintu utama."

Atmosfer kian menjadi lebih serius, sesuatu yang buruk sepertinya telah menimpa master yang menjadi penjaga tempat ini. Chigiri menenangkan dirinya dan menghembus pelan. "Bawa aku pada mereka. Jaga tempat ini selagi aku pergi, Anri. (Name), Bachira, kalian juga bersiap." Perintahnya menjadi sumber anggukan kalian. Entah apa yang akan kalian temui setelah ini, kau memiliki firasat tak mengenakkan yang terus menguasai dadamu.

Di pintu utama, tak jauh dari ruang tamu, tiga sosok berpakaian putih dengan simbol bintang dalam lingkaran menunggu kalian siap sebelum diantarkan. Kau berjalan tepat di belakang master. Lantas mereka merapal bersamaan, membuat lingkaran sihir yang membawa kalian lenyap dari tempat.

Seekor gagak mengangguk dari atas dahan kokoh. Dia mengamati kalian pergi sebelum sayap miliknya melebar dan mengepak--dia pun lenyap dari tempatnya.

+ + + +

Gerbang yang luas nan tinggi ada di belakangmu. Tepat di hadapanmu kini berdiri bangunan kokoh yang bersandingan dengan bangunan lain ada di sekelilingnya--seperti sosok raja yang berada di singgasana dengan para pengikutnya yang tunduk kepadanya.
Halaman luas tempatmu berpijak kini, hanya satu garis lurusnya saja yang berwarna berbeda seakan memberi petunjuk juga ucapan "selamat datang" yang dingin tanpa suara.

"Petinggi sudah menunggu di dalam," ujar salah satu Onmyoji. Chigiri hanya melirik pada mereka setelah agak lama melihat sekitar. "Kalian belum pergi?" tanyanya. Salah satunya menatapnya sinis. "Pengkhianat tidak boleh dilepas begitu saja dari mata keamanan."

Jawaban itu membuat tawa Chigiri tedengar samar. "Senyaman kalian saja kalau begitu. (Name), ikuti aku." Dia menjadi pemandu mu menuju bangunan kokoh di depanmu itu.

Itu masih belum apa-apa dibanding saat kalian memasuki bangunan itu, dimana titik cercah kemegahan ada di setiap penjuru. Bachira tampak lebih antusias lagi melihat kemegahan ini, tanpa peduli siapa saja yang ada disana menatapnya dengan risih.

"Mereka hanya tidak terbiasa dengan Shikigami seperti Bachira," ujar master mu sambil berjalan. "Shikigami mereka lebih penurut dan patuh saat memasuki tempat ini. Mereka hanya sudah terlatih. Sementara Bachira--"

"Hey! Mau kenalan nggak? Aku Bachira, Shikigaminya (name) master!" Baru sebentar kau tak memperhatikan Bachira, anak itu sudah membuat rusuh dengan mengajak berkenalan Onmyoji yang kebetulan lewat disana.
Shikigami Onmyoji itu seketika langsung muncul dengan aura dingin yang membekukan. Sosok wanita pemilik mata bongkahan es, dan salju menjadi jantungnya yang tampak, menoleh padanya. "Woaaahh... kamu Yuki Onna(Ayakashi putri salju), ya?"

Yuki Onna itu tak segan memberi Bachira ancaman. "Dekati master ku lagi, kubekukan kau selamanya."

Bachira bukannya kapok, dia malah hanya membalas. "Brrr~ Dingin banget deh. Masa' kenalan aja nggak bo--mmph!"

Kau menggunakan kertas sihir yang kau bawa untuk membungkam mulutnya, lantas memohon maaf pada Yuki Onna juga Onmyoji itu. Mereka lantas berlalu tanpa memerdulikanmu lagi, kecuali melirik kearah Chigiri dengan maksud tertentu.

"Kita selesaikan semua urusannya kemudian kembali," ucap Chigiri nyaris berbisik. Kalian berempat kembali berjalan hingga mencapai ruangan tempat para petinggi berkumpul.
Di bagian paling depan, sosok dengan tahta tertinggi yang menjadi pimpinan duduk dengan tegaknya. Dirinya seakan menunggu kedatangan Chigiri sudah cukup lama.

Chigiri dan Isagi langsung membungkuk seraya memberi hormat kepada para petinggi itu, bahkan memberi salam. Bachira juga dirimu hanya mengikuti mereka.

"Ada apa gerangan tuan memanggil saya kemari?" tanya Chigiri dengan bahasanya yang tinggi.

Sosok itu menjawab dengan lugas. "Beberapa hari yang lalu, para Onmyoji mendapatimu sedang bepergian ke suatu kota di bagian utara. Disana kau melawan Ayakashi liar dan sempat berada di kondisi yang buruk. Apa itu benar, Chigiri?"

Chigiri menunduk, dua lensanya terpejam. "Itu benar, tuan. Saya bertarung dengan seorang Oni yang memiliki kemampuan seperti Tengu. Saat itu, saya dan (name), murid dibawah naungan saya, sedang meringankan keluhan warga yang mempermasalahkan suara bisikan makhluk lain juga kabar kehilangan dari area hutan. Naasnya, saya tidak mampu menangani Ayakashi liar tersebut."

Para petinggi saling berbisik saat kalimat terakhir terutarakan dari mastermu. Kau melihat sekitar bagaimana tatapan pedas dari tiap penjuru mengarah padanya seorang.

"Namun, Isagi dan (name) mampu mengusir Ayakashi itu secara bersamaan. Saya rasa kondisi kota itu sudah membaik kini," tuturnya, kemudian menutup penjelasan.

"Jasa mu tak kenal pamrih, Chigiri," puji sang pemimpin, sedikit meringankan beban dalam hati master mu. "Tapi, apa kau tahu apa yang membuat kota itu tak pernah tenang oleh bisikan?"

Master mu mulai berpikir. Belum selesai dia memikirkannya, jawaban itu langsung diutarakan oleh seorang petinggi Onmyoji. "Patung penyegel Orochi bintang utara--segelnya hancur, ular di dalamnya juga hilang. Kami sudah merencanakan akan membangun garis penjaga disana, tapi semua yang ada disana seakan hilang. Apa kau yakin bukan kau yang mengambilnya, Chigiri Hyoma?"

"Ego," tegas sang pemimpin. Sosok petinggi yang berbicara barusan adalah Ego Jinpachi. Dulunya, dia adalah senior yang belajar bersama dengan Chigiri sebelum kecelakaan itu terjadi.
Aura milik Ego selalu tercium aroma ambisi yang begitu kuat. Orang bilang Ego bisa saja menjadi Oni jika dia kelepasan dengan obsesinya akan ambisinya sendiri.

"Kami ingin memastikannya denganmu, Chigiri," ujar sang pemimpin lagi. "Apa kau yakin tak ada seorang atau sosok manapun yang mengetahui tentang hal itu?" lirikan sosok itu terjatuh kepadamu dan Bachira bersamaan.

"Dia dan Isagi saat itu sedang bertarung sengit melawan Ayakashi liar dengan saya," tukas Chigiri menutup kecurigaan itu. "Saya melihat mereka dengan mata kepala sendiri. Ruang ilusi--kemampuan Ayakashi itu menjebak mereka saat berusaha melindungi saya yang terluka. Mereka tidak mungkin melakukan hal yang melanggar hukum Onmyoji seperti itu."

Ego melipat tangannya sambil menunduk, tapi netranya tak pernah lepas dari siapapun yang tengah disidangi. "Kau yakin? Jangan-jangan diantara kalian ada yang berusaha menyembunyikannya," tuduhnya.
Kau berusaha untuk tak merasa terkejut dengan ini. Bachira melirik kearahmu, dia tau, dia harus diam kali ini. Tidak boleh ada perlawanan meski sebenernya dia ingin sekali menghancurkan kepala milik Ego.

"Ego, cukup." Sekali lagi pimpinan angkat suara.

"Apa kita akan dengan mudah mempercayai pengkhianat sepertinya? Siapa yang akan mengira kalau dia ingin membangkitkan Orochi dengan mengumpulkan potongan-potongan jiwanya satu persatu untuk teman Ayakashinya itu?"

"EGO!!" Kali ini Chigiri menaikkan suaranya. Dia hendak berjalan kearah Ego sebelum pasukan Onmyoji yang menjaganya lebih dulu mengangkat lingkaran sihir yang bisa menghantam Chigiri saat itu juga.

Isagi langsung menarik pedangnya di depan Chigiri--hendak melindungi masternya. Sementara di sisi lain, tak ada satupun petinggi yang berkutik, seakan menganggap pertanyaan Ego masuk akal.

"Chigiri," panggil sang pemimpin yang langsung membuat Chigiri meminta maaf. "Mulai hari ini dan beberapa hari ke depan, kau beserta muridmu juga Shikigaminya akan menetap disini. Proses pengawasan dan pemeriksaan harus dilakukan untuk memastikan."

Chigiri tak bisa berkata apa-apa, apalagi untuk melawan. Dia menunduk kepada sang pemimpin dan menerima semua yang dilimpahkan padanya, juga padamu.

+ + + +

"Silahkan." Sosok semacam pelayan mengantarmu ke kamar mu. Kamar yang cukup sederhana untuk dua orang dengan pembatasnya yang menggambarkan pemandangan gunung. Pelayan itu pamit setelah melakukan tugasnya, tinggal kau dan Bachira yang diam setelah pertemuan tadi.

"Master," panggil Shikigami mu dengan lembut. Senyumnya jadi penghangat tanganmu yang dingin. "Nggak apa, Chira disini buat ngelindungin master dari apapun. Awas saja kalau mereka ngelakuin yang nggak-nggak ke master! Chira tendang kepalanya satu-satu nanti!" Deretan gigi putihnya tampil dengan suara kekanakan yang menggemaskan sambil memperagakan seakan dia bisa menendang tiap kepala itu seperti bola yang selalu dibawanya kemana-mana.

"Jadi master jangan takut, ya? Master ada buat Chira, Chira juga ada buat master. Itu kan yang namanya hubungan Onmyoji sama Shikigami?"

Kalimat itu mengingatkanmu kembali. Bachira sungguh adalah partner yang mampu mengusir hawa buruk dan menggantinya dengan ingatan indah yang menjernihkan pikiran. Kau rasa itu bakat darinya selain dia bisa bermain tanpa henti.

"Terima kasih, Bachira." Senyum mu pelan dan tipi sekali timbul. Bachira pun demikian, hanya saja lebih jelas. Kau merasa anak itu menatapmu cukup lama. Suatu makna tersembunyi disana. Langkahnya sekilas mendekatimu. Dan kau menyadari kalau itu bukan Bachira yang kau kenal biasanya.

"Permisi, (name)-dono? Bachira-dono?" Suara seseorang terdengar dari balik pintu kertas di belakang kalian. Kau langsung membalikkan wajah pada sumber suara dan membuka pintu itu, dimana kau dapati seorang lelaki muda ada disana. Dia sempat terkejut denganmu yang langsung membuka pintu.

"Iya? Ada perlu apa?" tanyamu. Anak itu ternyata menyampaikan suatu perintah dimana kau dan Bachira harus diperiksa di suatu ruangan untuk pemastian bukti.

Pundakmu bergerak turun, sepertinya hari ini belum selesai masalahnya. Anak itu lantas menunggu ketersediaan kalian berdua yang akan digiringnya menuju ruangan itu.
Kau lantas menoleh pada Bachira dan melihat mimiknya tak seterang barusan.

"Hm. Ayo kita pergi," jawabnya singkat kepadamu juga anak itu. Anak itu lantas membawa kalian bersama menuju tempat yang di tentukan.

Sesampai kalian disana, banyak sekali Onmyoji yang berdiri memutari pusat lingkaran sihir berukuran besar yang menyala di tengah-tengah.
Bachira diperintahkan untuk menunggu, bahkan dia dijaga dengan Onmyoji lain agar tak bergerak mendekatimu.

"Tidak apa," bisikmu tanpa suara kepadanya. Dan meski Bachira tau ini hanyalah suatu prosedur, dia tetap tak bisa menurunkan kewaspadaan maupun kekhawatirannya. Dia khawatir ular dalam dirimu ditemukan. Dia takut, kau akan mendapat perlakuan buruk atau bahkan hukuman dari para Onmyoji.

Kau menapak garis lingkaran sihir, berdiri di tengah-tengahnya, kemudian menghadap ke depan seraya menyatakan dirimu siap untuk menjalani prosedur itu.

Dinding tipis dari sihir Onmyodo membatasimu dari garis luar itu. Para Onmyoji membisikkan segala jenis mantra maupun sutra untuk memeriksamu. Lantas, hembusan udara yang kuat bertiup dari bawah kaki mu, mengangkat suraimu keatas, sambil kau tutup dua matamu dalam menerima sihir Onmyodo yang kini merasuki bagian tubuhmu.

Tubuhmu terasa ringan, bahkan sampai terangkat dari tanah. Tulisan-tulisan kaligrafi muncul sebagai pondasi dinding pembatas. Kau tak merasakan energi apapun menyerangmu atau memaksa dirimu. Hanya ada ketenangan dan kestabilan yang mengalir dalam tubuhmu.

Bachira terperangah bersama para Onmyoji saat melihat dirimu tak memancarkan energi buruk. Justru, apa yang mereka lihat kali ini jauh daripada itu.

Tiga warna energi memutari dirimu, satu berwarna kuning, satu lagi berwarna putih, dan satu yang terakhir berwarna biru--warna yang menyala begitu terang daripada yang lainnya. Warna itu bersinar seperti cahaya bulan dan setenang angin malam yang memainkan batang-batang bambu menjadi lantunan suara yang merdu.

Bachira mendapati dirinya tak lagi di tempat prosedur itu. Dia melihat sekitarnya berubah menjadi pemandangan malam. Tempatnya di tengah hutan, dimana tepi kiri adalah hutan luas dan di tepi kanan adalah hutan bambu.

Di dekat sana, terdapat sebuah rumah--bukan, mungkin gubuk kecil. Tepat diatas teras, suatu sosok yang kepalanya tertutup kain putih sedang terduduk.
Lantunan suara yang terdengar tadi bukan berasal dari bambu itu, tapi dari sosok misterius itu yang tengah meniup sehelai daun yang menjadi alat musiknya.

Lantas lagu itu berhenti, daun di tangannya dibawa pergi angin malam, kemudian hangus tanpa sisa terlahap api biru.

Bachira tersadar itu hanyalah ilusi, dia kemudian kembali ke ruangan prosedur itu. Dimana kau perlahan diturunkan setelah dinding pembatas itu mereda.

Kau kembali membuka mata dan melihat kearah Bachira. Untuk kali ini saja Bachira melihat dirimu bukan sebagai masternya, tapi seseorang yang lain. Seseorang yang tak dikenalnya. Siapa dirimu sebenarnya?

Kaki mu mendarat dengan mulus dan berjalan keluar dari lingkaran sihir saat para Onmyoji mengganti giliranmu dengan Bachira.
Bachira sempat tak percaya kau lolos begitu saja seperti katamu tadi. "Tidak apa."

Untungnya, prosedur Bachira berjalan dengan lancar dan tak ditemukan sesuatu yang mencurigakan dari Bachira. Dia kembali padamu dengan senyum terukir di wajahnya. Lantas kalian berdua diperbolehkan untuk kembali.

+ + + +

Tak terasa mentari sudah tenggelam di ufuk barat, menyingsingkan warna jingganya yang tertutupi bangunan Onmyoji ini. Kalau kau masih di rumah, mungkin kau bisa melihat fenomena terbenamnya begitu indah.

Tapi, meski hari sudah senja, kau tak mendapat kabar apapun soal master mu atau Isagi. Mereka sengaja dipisahkan darimu, kau juga masih tak diperbolehkan untuk menemui mereka.

Hatimu bergelut dengan gemetar kekhawatiran. Tempat ini menyimpan banyak kebencian pada Chigiri. Kau membisikkan doa agar Isagi dan master mu baik-baik saja melewati prosedur apapun yang dilaksanakan hari ini.

Bachira sedari tadi diam di sampingmu, dia melihatmu begitu khawatir, begitu pun dirinya. Sampai akhirnya kalian berjalan di suatu lorong yang kebetulan bersebelahan dengan halaman hijau. Disana pepohonan rindang berdiri. Salah satunya memiliki dahan kuat dengan lubang besar di ujung kayunya. Mungkin itu sarang burung.

Sayangnya ini bukan musim para burung sedang bertelur. Dan rasanya sarang itu sudah lama ditinggalkan. Tapi, sesuatu mengundangmu untuk melihat pohon itu lebih dekat.

"Master, mau kemana?" tanya Bachira yang tak kau pedulikan. Dua lensamu terfokus pada dahan itu, entah apa yang menarik dari sana, kau hanya merasa terpanggil saja.

Mentari sudah tenggelam sepenuhnya di ufuk barat, tinggal menunggu cahaya bulan saja untuk tiba. Di saat itu kau malah melamun cukup lama hingga sinar temaram milik sang bulan mengusap wajahmu perlahan-lahan.

Manikmu terkejut saat mendapati suatu makhluk rupanya muncul dari lubang itu. Seekor anak burung!

Bulu di sayapnya mengkilap biru dibawah siraman cahaya bulan. Paruhnya menghalangi dengan bayangan pekat yang ada di kakinya.
Makhluk itu mengepak-ngepak, namun kakinya seperti belum awas dengan pijakannya.

Nyalinya terlalu besar untuk melawan hukum gravitasi semesta. Tapi dia keluar dari sarangnya, tetap melangkah maju, dan melompat.

"Bahaya!" batinmu menjerit.

Sayap kecil yang baru lahir itu tak mengepak dengan benar. Tubuh kecil itu terjatuh dari dahannya.

Dan di saat itulah, kau berlari...

Menangkap tubuh kecil pemberani itu dalam tangkupan tanganmu.

Namun dia menghilang menjadi api biru sebelum mendarat kepadamu.

"Kenapa kau menangkapnya?" Suara seseorang terdengar dari atas dahan pohon itu. Kau mendongak dan mendapati sosok yang pernah kau kenal sebelumnya tengah berdiri diatasnya. Sosok yang tertutup kain putih di kepalanya.

"K-kau--"

"Aku bertanya padamu. Kenapa?" tukasnya dingin.

Bibirmu menutup rapat. Tanganmu mengepal. Kau ingin bertanya dan melampiaskan amarahmu soal hari itu--saat master mu dilukai olehnya. Tapi sepertinya sosok itu tak akan berbicara jika kau tak menjawabnya lebih dulu.

"Aku tak ingin dia terjatuh! Sayapnya masih belum siap, dia bisa terluka."

Jawabanmu yang pendek itu membuatnya termangu beberapa saat.

"Sekarang giliranku yang bertanya. Kenapa kau melawan master hari itu?" tanyamu dengan nada tinggi.

Sosok itu tak mengindahkan pertanyaan itu. Dia melompat dan muncul cepat di depanmu dengan jarak dua muncung hidung kalian yang nyaris bersentuhan.

"Kau tak pernah berubah," jawabnya.

Dari jarak sedekat itu, kau mampu melihat apa yang selalu disembunyikannya dengan kain putih itu.
Lensa biru kehijauannya. Tanduk biru yang tumbuh di bagian kanan kepalanya. Juga wajahnya yang tak pernah goyah mimiknya--membeku seperti itu. Meski sekilas kau melihat ambisi dan kesepian yang kuat dari tatapannya.

"Menyingkir dari master!" Bachira datang membuat jarak diantara kalian. Sosok itu sontak melompat ke belakang.

Kau melihat Bachira dan sosok itu bergantian. Sosok itu tak mengucap sepatah katapun, dia masih memandangmu cukup lama.

"Kau... siapa?" Kau bertanya nyaris berbisik.

Bibirnya lantas terbelah. Hembusan udara yang terbesit memainkan surai tiga orang menjadi jawaban sekaligus kata sampai jumpa darinya.

"Rin. Itoshi."

Kemudian dia menghilang dari tempatnya. Bersamaan itu juga Onmyoji muda yang tadi mengantarmu datang mencarimu karena dia tak bisa menemukan kau juga Bachira di kamar untuk makan malam.

Kau dan Bachira akhirnya memutuskan untuk melupakan sosok bernama Rin Itoshi itu dulu. Kalian bertiga kembali ke kamar untuk menyantap makan malam yang dihidangkan hangat.

Bachira tampak sumringah saat menyantapnya, kecuali dirimu. Pikiranmu masih tertuju kepada sosok itu. Oni? Tengu? Sekilas kau melihat dua jenis itu saat melihatnya.

Malam semakin larut, bulan sedang merayap ke dinding angkasa menuju titik tertingginya.
Bachira sudah terlelap dalam futon yang ada di balik dinding pembatas itu, sementara kau masih tak bisa juga memejamkan matamu.

"Rin Itoshi..."

"Kenapa dia menanyakan itu padaku?"

"Kenapa dia bilang aku tak pernah berubah?"

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Ingatan masalalu berusaha kau panggil kembali, tapi tak ada yang bisa kau ingat selain saat kau sudah berusia cukup untuk bersekolah.

Kepala kau geleng keras saat kau memilih untuk duduk sebentar. Sihir Onmyodo kau gunakan sambil bermeditasi--mengkultivasi energimu untuk mengejar ingatan itu.
Sayangnya semua hanyalah kabut tanpa ada isi di dalamnya, kecuali satu.

Kau mengingat seseorang meletakkanmu di teras suatu rumah. Suaramu merengek kencang dan dia pergi menghilang.

Dia siapa? Itu pertanyaannya. Kau hanya mengetahui bahwa disana ada tangan yang membawamu. Entah tangan siapa.

Kau rasa sosok Rin Itoshi itu tau sesuatu soal masalalu mu. Dia pasti mengerti lebih daripada memorimu saat ini.

Melepaskan diri dari futon, kau mengendap-endap berjalan keluar agar tak membangunkan Bachira. Lantas kau berjalan di lorong agar tak diketahui keberadaannya oleh para penjaga yang mondar-mandir di beberapa titik.

Kau berhasil melakukan itu dan berhenti di lorong tadi--tempatmu dan Rin Itoshi bertemu. Namun dia tak ada disana. Hanya ada suara gemerisik pohon yang memecah kesunyian.

"Rin Itoshi?" bisikmu begitu kencang.

Kau tak juga merasakan keberadaannya. Apa dia tak ada disana?

Tatapmu menoleh kemana-mana. Langkahmu menapak keluar teras, mencari bayangannya yang hilang di halaman yang sunyi itu.

Saat itu cahaya tak dikenal menarik perhatianmu dari suatu sudut. Tapi dia tak berhenti, bentuknya semakin membesar, dan kau tau itu bergerak kearahmu!

Wooosh!
Cahaya putih segenggam itu melewati pundakmu yang lebih dulu menghindar.
Seakan tengah mengejar mangsanya yang baru saja meleset, dia kembali padamu.

Lensamu menangkap geraknya yang menukik cepat untuk kembali. Kaki mu dengan cepat minggir dari serangannya. Naas, kau terjatuh oleh sesuatu.

Bola bercahaya itu berhenti di suatu sudut sebelum menoleh dan melihat mangsanya tak berdaya disana. Itu kesempatan untuknya.

Saat bola itu kembali terbang kearahmu, mantra pelindung kau rapalkan. Lingkaran sihir dengan warna senada dengan jiwamu menyala untuk menahannya--tidak, bola itu berhasil memecahkannya dengan mudah.

Momen itu perlahan membeku di depan matamu. Kau yang masih dalam posisi mempertahankan rapalam, terkejut. Jarak bola yang hanya beberapa senti dari matamu. Juga bayangan suatu sosok yang muncul dari atas atap.

Hempasan api jiwa berwarna biru tiba-tiba muncul menyingkirkan bola putih itu dari hadapanmu.
Baru satu yang dikalahkan, tiga lainnya muncul entah darimana, menyasar dirimu juga. Dan saat itu masih jauh untuk meraih dirimu, api biru kembali muncul untuk melahapnya, tapi kali ini tidak mempan juga.

Sosok bayangan lantas muncul di hadapanmu dengan satu tangannya mencengkram suatu sihir yang menahan tiga bola itu di udara.
Bola yang bersikeras mendorong maju itu dihempaskannya ke tanah, menimbulkan hempasan tanah dengan suara desiran cukup kencang.

Itu Itoshi Rin!
Dengan kain putih yang menutupi kepalanya.

"Pergi," perintahnya. Kau hendak ingin membalas, tapi seekor gagak bersayap lebar menangkut pundakmu dan membawamu melayang dari tempat itu.

Enam bola muncul membentuk baris, memutari Rin--membuat formasi segi enam yang menyala terang dengan simbol yin yang di tengahnya.

Rin seperti tak senang dengan itu. Benar saja, enam bola itu membuat pembatas sihir yang menutup Rin dari dunia luar.

"Rin Itoshi," ujar seseorang yang tiba-tiba keluar dari bayangan lorong gelap. Dua mata hitam legamnya tak sedikit pun lepas menatap Rin. "Sudah kuduga kau akan muncul malam ini."
Lantas dia melirik kearahmu yang masih melayang diatas oleh burung Ayakashi yang mengangkutmu. "Sudah kuduga kau akan datang karenanya. Prediksiku benar."

Kau tak mengerti apa yang Ego maksudkan. Rin menggeram. Dia melempar segala elemennya kepada dinding batas sihir itu, mencari celah untuk keluar dari sana.

"Percuma. Itu segel tingkat tinggi untuk mengekang tingkat Shoshoku. Lebih lagi, bisakah kecilkan suara berisikmu itu?"

Ego memutar dua telapak tangannya yang disatukan--mengecilkan ruang gerak Rin dalam segel itu. Rin menjerit tapi tak ada suara apapun yang terdengar darinya--seperti dia hanya mampu mendengar suaranya dari dalam.

"Apa yang kau lakukan, Ego Jinpachi?!" pekikmu sambil memberontak dari gagak yang menahanmu. Kepakannya goyah saat kau banyak bergerak, namun cengkramannya tetap kuat--dia tak ingin melepasmu.

"Murid Chigiri, terima kasih," balasnya sambil mengangkat dua jarinya yang mengaktifkan segel itu. "Berkatmu, Rin Itoshi berhasil diamankan."

Ruang segel itu mengencang, kau bisa melihat lensa Rin Itoshi membelalak dengan mulutnya yang terbuka lebar. Meski suaranya tak terdengar, kau mampu mendengar jeritannya.

Nafasmu mulai tak beraturan. Bukan, kau bukan melemah, tapi menjadi lebih kuat, semakin kuat hingga kau rasakan darahmu itu mendidih dibawah kulit.

"CUKUUUUP!!" Suaramu bercampur dengan suara Ayakashi yang bersemayam dalam tubuhmu. Udara berwarna merah memutarimu. Gagak itu memekik, seakan terserang oleh energi yang menguasaimu, dan dia melepaskanmu dari genggamannya.

Ego sedikit terkejut denganmu barusan. Tatap mu tak luput dari Ego--begitu tajam sampai mampu memutus garis lurus yang melihat kearahmu itu.
Kertas sihir kau tarik dari bajumu, rapalan sihir membuat sihir petir dengan ganasnya memburu Ego.

Ego kau buat menghindar kesana-kemari, meski begitu kau bisa melihatnya mampu mengimbangi kejaran itu.

Selagi pria tak berempati itu berlarian, tanganmu kau letakkan pada segel yang mengurung Rin Itoshi. Kali ini kau tak tau bagaimana kau bisa merapal begitu lancar suati mantra yang bahkan baru kali ini kau mengenalnya.

Segel itu hancur dan pecah berkeping-keping. Tubuh Rin Itoshi hampir terjatuh ke depan, tepat saat itu kau menangkap dadanya--dia sempat menoleh padamu dan kau tersenyum tipis.

Sejenak Rin Itoshi termenung seperti melihat sesuatu yang begitu dia anggap indah. Kemudian dia bangkit disampingmu, meski agak tertatih.

"Tunggu. Biar kusembuhkan." Kau menarik kertas sihir lagi dengan mantra penyembuh kau sematkan didalamnya. Tapi kertas itu terpantul dari tubuh Rin begitu saja. Kau tak bisa percaya.

Rin menggeram tipis. "Lupakan itu. Masih ada dia." Dua iris kehijuannya melihat Ego yang berhasil melenyapkan sihir petir. Dia melihat kearahmu begitu kesal.
Jelas suara keriuhan tadi akan mengundang siapapun itu. Rin dan kau bisa merasakannya.

Nafas Rin mendekat ke telingamu. Dia berbisik, "Alihkan dia."

Sengatan hangat merambat di pipimu, tapi ini bukan waktunya untuk itu. Kertas sihir lain kau tarik. "Berikan aku rambutmu."
Rin tak mengerti awalnya, tapi dia menarik satu helai rambutnya yang dia berikan padamu.

Berlomba dengan Ego yang juga merapal, kau mengeluarkan klon Rin Itoshi sementara Ego memanggil Shikigami miliknya yang bertubuh besar seperti Monsta--hanya saja tak memiliki wajah.

Klon Rin Itoshi memanggil gagak temannya--klon melawan Shikigami milik Ego dan gagak itu menerpa Ego yang ada di belakangnya.

"Sekarang," bisiknya lagi yang tiba-tiba memelukmu dari belakang sebelum dia berubah bersama dirimu menjadi dua api jiwa yang lari dari tempat itu.

Ego jelas tak ingin membiarkan kalian kabur, tapi apalah daya dia harus menghadapi gagak itu lebih dulu.
Tak lama kemudian, pasukan Onmyoji datang membantunya dan itu adalah awal dari kerusuhan malam berbulan itu.

+ + + +

Kalian berdua mendarat bersama di depan suatu bangunan yang tak kau kenal. Kau menyadari lengan kiri Rin masih merangkulmu. Dia tak juga melepaskannya sebelum dirasanya sekitar sudah aman.

"Ada apa?" tanyanya yang menyadari tatapmu itu.

Kau terkejut dan menunduk. Ada banyak hal yang ingin kau utarakan padanya sampai bingung harus yang mana duluan.

"Katakan. Yang mana saja aku tak peduli."

Jawabannya selalu dingin dan kaku. Mungkin itu bagian dari dirinya, tapi kau tak terbiasa dengan itu.

"Soal tadi." Bibirmu mulai bergerak. "Kenapa aku tak bisa menyembuhkanmu?"

Lagi-lagi seperti pertemuan sebelumnya, Rin tak menjawab. Pandangnya hanya jatuh kearah yang lain. Seperti dia mampu menjawabnya hanya dalam diam.

"Tidak masalah. Yang tadi bukan apa-apa," jawabnya tanpa melihatmu.

Dia mungkin tampak baik-baik saja, tapi dengan dua matamu--jelas kau melihat energi dalam dirinya berantakan. Seperti vas keramik yang terbentur dengan kerasnya.
Rin menyembunyikannya darimu, kau yakin itu. Tapi dia tak tau, dia tak bisa menyembunyikan apapun darimu.

Tanganmu menyentuh pipinya yang sedari tadi menjauhimu. Dia agak terkejut dengan gerak-gerikmu. Ayakashi itu seakan tak pernah tenang dalam hidupnya, meski dua netranya selalu merefleksikan ketenangan yang melebihi sungai pegunungan.

"Aku tak tau apa yang terjadi padamu. Entah mengapa kau seperti sedang dihukum oleh sesuatu yang membuatmu tak bisa sembuh."

Perkataanmu membuat wajah Ayakashi itu menghadap kearahmu sepenuhnya. Dia seperti tak menolak sentuhan itu.

"Rin Itoshi. Walau begitu, aku tak ingin kau terus terluka seperti ini."

Senyummu mengembang perlahan.

"Jadilah Shikigami ku. Mungkin itu bisa meredakan rasa sakitmu."

Kau yakin, lensa kehijauan itu sempat mengilap olehmu. Namun bibirnya yang hendak terbuka itu tak juga melengkung seperti yang kau harapkan.

"Aku tidak bisa," jawabnya yang membuatmu kebingungan.

"Kenapa?" tanyamu nyaris berbisik.

Rin bernafas. Pundaknya naik dan turun, begitu juga dada bidangnya yang nampak diantara kain bajunya. Tanganmu diturunkannya perlahan.

"Karena aku sudah mengikat janji."

Dua pasang lensamu bergerak turun perlahan. Mungkinkah Rin Itoshi sudah memiliki tuannya sendiri? Apakah alasan dia tak dapat disembuhkan adalah karena tuannya?

Kau tak bisa berkata apapun lagi soal itu. Jika sudah masuk ke ranah tuan dan pelayannya(Shikigami), maka itu adalah urusan tiap pasangannya, bukan kau.

"Baiklah. Tapi aku masih ingin bertanya padamu."

Perkataanmu kali ini membimbing tatap serius mu kepada Ayakashi di depanmu ini.

"Kau seperti mengetahui diriku lebih dari aku sendiri. Beritahu aku. Apa saja yang kau ketahui soal itu."

Seketika Rin memicingkan matanya. Lantas dia berbalik, menghadap kearah bangunan yang berdiri di belakang kalian.

"Kau orang yang penting," balasnya. "Dunia Onmyoji dan Ayakashi adalah takdirmu. Kau dibutuhkan untuk kedamaian antar dua dunia sudah menjadi tugasmu. Tugas terberatmu."

Lensamu membelalak sebelum mengerjap tak percaya. Benarkah itu?

"Marga Abe." Saat kau mengatakan itu Rin menoleh dengan netranya yang terbelalak. "Aku adalah penerus Abe Seimei, bukan?"

Rin kini menatapmu sinis. Lagi-lagi bermain diam. "Jika kau begitu ingin mengetahui jawabannya." Tangannya menunjuk pada pintu bangunan yang kini dilihatnya.

Kau melihat kesana juga. Di saat bersamaan Rin Itoshi melangkah menuju pintu itu, dimana kau mampu melihat dinding sihir pembatas yang luar biasa tingginya, rumitnya, dan kuatnya.


Tanganmu menyentuh dinding itu--yang langsung menolak dirimu. Namun suatu tangan meraih tangan kiri mu.

Kau melirik ke samping dan mendapati Rin Itoshi membimbing tanganmu.

Energi miliknya disalurkan dalam tanganmu. Energi yang dengan lembut menyatu dengan darah hangat dalam dirimu.
Lantas bersamaan, kalian menyentuh dinding pembatas itu. Gelombang sihir muncul menjadi reaksi dinding pembatas itu. Cahayanya lantas meredup dan membuka akses masuk untukmu juga Rin Itoshi.

Memasuki bangunan itu, kau mendapati satu ruang yang tinggi dan luas. Di tengahnya terdapat wadah yang terbuat dari logam.
Wadah itu terikat banyak sekali tali yang memiliki lonceng di tiap sekian senti nya. Tali-tali itu terhubung pada tiap pilar yang menjadi pondasi bangunan itu.

Rin melihat kearah wadah penyimpanan itu. Lantas tangannya mengeluarkan sihir yang menyala. Wadah itu bergetar dibuatnya. Lonceng-loncengnya sedikit tergoyang, menimbulkan bunyi gemericik yang cukup menggema. Tapi dia tak melanjutkan itu--tangannya diturunkan.

"Jawabanmu ada disana. Aku tak bisa membukanya. Hanya kau."

Kau melihat kearah wadah itu. Langkah kau bawa maju, mendekati benda yang kau lihat memiliki aura suatu energi yang menarik dirimu.Seperti bisikan-bisikan yang mengisi setiap celah tanda tanya di kepalamu.

Raihan tanganmu tak bisa dihentikan. Tekadmu sudah sebesar itu untuk mengetahui siapa sebenarnya dirimu.

Saat kau bersentuhan dengannya, sekitarmu menjadi gelap dan senyap. Kau melihat ke bawah kaki mu menapak, asap merah darah menguap dari air gelap yang beriak.

Kau tak mengerti apa yang terjadi. Tubuhmu membeku di tempat. Perlahan kau merasakan aliran darahmu dipaksa keluar dari ujung jarimu untuk menitik diatas wadah penyimpan itu.

Satu simbol muncul. Simbol yang terukir membalut wadah itu merespon dengan cahaya menyilaukannya.
Tali penahan bergetar kencang, menimbulkan suara yang membisingkan indera pendengar. Tapi kau tak bisa menutup telingamu.

Wadah itu kemudian meleleh seperti terpapar suhu yang begitu tinggi, bahkan sampai beruap. Dari dalamnya, sebuah batu melayang sambil memancarkan cahaya merah begitu terang.

Kau tak tau benda apa itu, tapi tanganmu yang tak kau sadari berubah bersisik itu langsung mencengkramnya begitu kuat tanpa memerdulikan sekitarnya.
Bisikan ramai membasuh telingamu. Ada yang memanggil namamu. Ada yang melarangmu. Ada juga yang memerintahkan sesuatu.

Tangan bersisik itu membawa batu itu pada dirimu. Lalu menancapkannya begitu tajam ke menembus jantungmu.
Kau memekik tanpa suara. Sensasi begitu menyakitkan menjalar dan menusuk setiap pembuluh darah tubuhmu.

Kesadaranmu setengah menghilang. Jerit sakitmu bahkan tak bisa kau suarakan, mana lagi dijelaskan.
Rasanya seperti menjalankan prosesi menuju maut yang akan menjemput. Tapi maut seakan tak bisa menjemputmu kala itu.

Karena seseorang yang lebih kuat darinya menghalaumu untuk pergi. Tubuh milikmu yang merasa kesakitan itu jatuh dalam dua tangannya. Sepasang netra familiarnya tertuju kepadamu.

"Aku akan membawamu kembali," bisiknya.

Desis ular muncul di sampingnya. Seekor ular berukuran besar kemudian mengangkatmu dan sosok Ayakashi ini menuju cahaya yang terang.

Lensamu kemudian sedikit bisa memandang kejadian saat itu. Dimana para Onmyoji berkumpul dan menghujanimu berbagai elemen Onmyodo. Kemudian master mu, Isagi, dan Bachira yang ingin menghentikan itu. Dan Rin Itoshi...

Dia berdiri di depanmu. Melindungimu dari serangan para Onmyoji.

"Tangkap dan segel Rin Itoshi! Dia yang menghasut (name) untuk mengambil jantung tersegel milik Orochi!"

Kau kembali dikejutkan realita dari dua suara yang kau dengar. Rin Itoshi... apa dia menjebakmu? Bagaimana bisa kau sebegitu naifnya pada Ayakashi sepertinya? Dan lebih lagi, ini bukan yang pertama kali.

"Tangkap Rin Itoshi, bunuh Orochi!" sahut yang lainnya.

Beberapa dari mereka memanggil para Shikigami dengan kertas sihir. Satu demi satu bermunculan, jumlah mereka jauh lebih banyak daripada Rin Itoshi dan sang Orochi sendiri. Masing-masing mengikuti perintah tuannya untuk melakukan penyergapan.

Rin Itoshi melepas pisau yang terikat di pinggangnya. Dengan kecepatannya, dia sudah membelakangi para Shikigami--yang langsung terluka dengan api biru yang tersayat pada tubuh mereka.

Para Onmyoji tak diam saja, mereka merapal sihir Onmyodo yang mengejar Rin Itoshi.

Rin Itoshi memanggil seekor gagak besar yang membawanya terbang ke langit-langit--membenturkan setiap sihir yang mengejarnya pada pilar-pilar bangunan itu. Pondasi bangunan itu retak, mulai menunjukkan tanda-tanda kehancuran, tapi belum semuanya.

Rin Itoshi terbang memutar. Tepat di depannya, lingkaran sihir yang memiliki mantra pembatas hendak menghalanginya.
Rin Itoshi mencengkram kain putih di kepalanya sambil mengumpulkan energi pada pisau miliknya.
Dengan laju yang begitu cepat, dia mampu memecah lingkaran sihir Onmyodo berkeping-keping--mengejutkan para Onmyoji yang ada dibaliknya.

Tetapi Rin Itoshi tak menyerang mereka, dia menukik kembali keatas setelah mengelabui dengan hempasan api biru yang muncul dari kepakan gagak miliknya.
Kemudian dia mengarahkan serangan lainnya pada pilar-pilar yang tersisa sambil terus berputar di atas.

Para Shikigami kembali bangkit dan melempar serangan balik. Tapi kali ini bukan hanya kepada Rin Itoshi, melainkan kepada Orochi yang kini sedang membawamu.
Sang Orochi hanya melirikkan mata untuk melenyapkan lemparan serangan para Shikigami. Lantas, gravitasi yang begitu kuat mengejutkan para Shikigami yang langsung dia tundukkan.

"Siapapun yang melawanku akan mati. Siapapun yang melindungiku akan kuberkati."

Desisan ular terdengar melata. Ular-ular itu muncul seperti pasukan dari sang Orochi. Mereka memekikkan desisan sebelum menjalar seperti akar pohon yang menyerap sumber kehidupan dari siapapun yang berani melawan tuannya.

Formasi Onmyoji juga Shikigami terpecah belah. Para Onmyoji bersikeras membuat garis pembatas sambil memberantas setiap ular yang mendekat. Sementara para Shikigami sibuk menyelamatkan dan melindungi diri mereka.

Chigiri menangkap maksud sang Orochi. Dia mengatakan sesuatu pada Bachira juga Isagi--mereka berdua mengangguk.
Mereka bertiga berlari kearahmu. Ketiganya melewati ular-ular sang Orochi dan berdiri di depannya untuk melindunginya.

"Rin Itoshi!!" Panggil Chigiri yang sudah merapatkan dua jarinya, memicu lingkaran sihir berwarna merah muda di kakinya.

Rin Itoshi menoleh. Dia yang terbang tinggi segera mendarat di dekat Chigiri.

"Angin utara menghembus pergi. Bawa kami sejauh mungkin," rapal Chigiri.

Lingkaran sihir tercipta, dinding terangnya menyala. Saat itu, Ego yang ada dalam kawanan Onmyoji melihatnya. Dia melempar kertas sihir kearah Chigiri untuk membatalkan rapalan itu.

Lirikan netra sang Orochi langsung tertuju pada kertas itu. Cukup keras kali ini dia berusaha menghancurkan serangan Onmyoji yang berasal dari Ego.
Teleportasi lantas berhasil membawa kalian pergi, meninggalkan tempat yang kemudian hancur dan runtuh itu.

Ego masih tak melepaskan pandangnya pada tempat terakhir kalian pergi. Sayangnya dia harus pergi jika tak ingin terkubur hidup-hidup oleh puing bangunan itu.

"Aku akan menangkap kalian lain kali."

+ + + +
To be continued








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro