Action 5
Breakfast
Rumah pantai
Wajah kapten Zhang berubah semerah udang yang dimasak dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia memukul dan mencakar bahu Gong Jun, berusaha menyingkirkan tubuh tinggi tegap yang menekannya.
Gong Jun menarik bibirnya sesaat, memberi ruang pada sang kapten untuk bernafas.
"Kapten tampan, katakan dengan jujur apakah kau pernah berciuman dengan seseorang?"
Gong Jun rupanya masih memiliki mood untuk main-main. Dia menggoda kapten Zhang, menelusuri hidung dan bibirnya dengan telunjuk.
"Cihh! Tentu saja! Aku punya tunangan yang cantik.." sang kapten menjawab pedas.
Gong Jun menusukkan pandangan misterius, ekspresinya tidak mengungkapkan apapun. Iris gelapnya bersinar-sinar kejam.
Kapten Zhang berniat mengoceh lagi tapi saat keduanya bertatapan, kata-kata omelan beterbangan dari belakang kepalanya.
Woww! Mata marah penjahat--
Lumayan juga untuk menakut-nakuti orang sampai mati!
Kapten Zhang mengulurkan telapak tangan, menangkup wajah Gong Jun dan mendorong nya ke belakang.
Sang penjahat tampan tiba-tiba berubah kesal. Dia tidak marah karena tindakan kurang sopan dari kapten Zhang, kata-kata aku memiliki tunangan yang cantik jauh lebih membakarnya.
Suhu tubuhnya melonjak seketika seiring gerakan cepat tak terkendali saat Gong Jun membuka pakaiannya sendiri.
Kapten Zhang terbelalak. Tidak peduli seberapa panik dan marah, pada akhirnya dia tidak punya persiapan melawan serangan Gong Jun. Lagi-lagi penjahat itu mendaratkan ciuman. Panas seperti lava, udara hangat berlintasan antara mulut mereka.
Sang kapten meronta-ronta. Gong Jun menciumnya kasar dan penuh gairah, menggigit di mana-mana seperti anjing gila. Sang kapten kesulitan bernafas, dan tepat ketika ia merasa akan jatuh pingsan karena kehabisan udara, Gong Jun menarik bibirnya.
Fuhhh!!!
Sang kapten merasa kepalanya pening dan tatapannya mengabur. Tangan Gong Jun yang kuat dan besar mendorong tubuhnya, mencengkeram bahu lebih erat, menekannya dengan buas ke tempat tidur.
Bangsat! Penjahat sinting! Awas kau!
Kapten Zhang mengumpat, meneriakkan serentetan sumpah serapah kasar yang tak pernah terbayangkan.
Tubuhnya yang sudah sakit semua seolah-olah berubah menjadi seonggok ayam tulang lunak.
Tangan Gong Jun mulai berkelana meraba semua bagian tubuh pemuda di bawahnya, yang megap-megap dengan mata membara penuh kebencian.
Mata itu semakin menyala terang tersulut api amarah ketika Gong Jun meraba dan meremas bagian vital yang berbahaya.
"Sialan! Apa yang kau ... Aahhh!"
Kapten Zhang berteriak tetapi suaranya berubah. Rintihan yang keluar dari mulutnya tidak seperti suaranya sendiri. Dia bahkan jijik dan malu mendengarnya. Sementara Gong Jun tanpa malu terus melakukan aksinya. Membuat tubuh sang kapten semakin terbakar.
Dengan ekspresi bingung, kapten Zhang mengangkat mata, menatap tepat ke dada Gong Jun. Dada yang kokoh dan lebar terekspos di depannya. Gong Jun terlalu tampan dan indah untuk jadi seorang penjahat. Kulitnya putih seakan transparan dan berbalur kemerahan oleh gairah.
Wajahnya semakin terlihat seksi dengan ekspresi tidak terkendali. Bibir tipisnya semakin memerah.
Karena sang kapten masih punya otak normal, dia memiliki kecenderungan mengagumi hal indah di dunia. Sesaat dia tidak bisa mengalihkan pandangan.
Namun tak lama kemudian, kebencian dan rasa terhina kembali menyeruak ketika pandangannya dengan kaku bergerak ke bawah untuk melihat sebuah benda besar yang berdiri dengan bangga.
Rasa marah berubah menjadi ketakutan yang mencekam dan ia mengerang.
"Itu -- itu, kemana benda itu akan--
Aaaaa!!!!!
Kapten Zhang menjerit-jerit tidak terkendali.
Benda itu telah masuk. Panas membelah tubuh bagian bawahnya diringi rasa sakit seperti neraka.
Di luar kamar, di depan pintu yang tertutup rapat. Dua orang penjaga berseragam hitam meringis, mengangkat bahu sambil bertanya-tanya penyiksaan apa yang dialami sang kapten malang di dalam sana.
🏖️🏖️🏖️
Aku rindu rumah
Aku rindu markas
Aku rindu Jingyi
Kapten Zhang meringkuk di sudut tempat tidur dengan rambut acak-acakan dan wajah tercoreng rasa sakit atas penghinaan memalukan yang tak pernah ia bayangkan akan dia terima sepanjang hidup yang bersih, ideal dan terhormat.
Di sisi lain Gong Jun tampak berusaha bangun. Dia terlihat sedikit lelah meskipun tidak ada jejak berantakan di wajah mau pun rambutnya.
Mengenakan pakaian hitam dan mantel panjangnya lagi, Gong Jun menoleh pada kapten Zhang. Seringai licik melintas di wajahnya.
"Kau tidak perlu berpura-pura sangat kesakitan, aku tidak akan membawamu ke rumah sakit dan membiarkanmu keluar dari rumah ini," Gong Jun berkata tenang namun tidak tergoyahkan.
"Aku tidak sakit! Aku tidak selemah yang kau kira!" sembur kapten Zhang dengan sisa-sisa energinya.
"Lalu kenapa kau sangat pucat dan gemetar. Ah ya, matamu juga memerah. Apa kau menangis?" Gong Jun mengangkat sebelah alis.
"Ckckck... Kau terlihat seperti anak perawan ketakutan di sarang penjahat," pemuda tampan itu tertawa ringan.
Ssshhh..!
Kapten Zhang meremas selimut yang menutupi tubuhnya yang semakin tidak karuan.
"Aku lapar.." dia berkata dengan ekspresi ditegas-tegaskan.
Tawa Gong Jun pecah lagi.
"Aku akan menyuruh pelayan menyiapkan sarapan untukmu," dia berkata tanpa rasa bersalah, dan itu membuat dada kapten Zhang nyaris meledak karena desakan amarah yang tak berdaya.
Ketika Gong Jun bersiap membuka pintu, dia ingat untuk menanyakan sesuatu.
"Menu apa yang kau inginkan untuk sarapan?" Ia melirik nakal pada kapten Zhang yang masih membara.
Penuh kebencian, sang kapten berseru ganas.
"Aku ingin memakanmu!!"
Gong Jun tertawa geli, "Woww! Aku takut sekali.."
Dada kapten Zhang naik turun disesaki kemarahan dan dendam. Dia jujur dalam kata-katanya, rasanya ia ingin sekali mencincang tubuh pemuda tampan yang sudah melecehkannya berulangkali. Tetapi pemikiran Gong Jun berbeda dalam menanggapi kemarahannya. Otak Gong Jun berkeliaran menjurus sisi gelap dan mesum.
"Jika kau bisa memakanku. Bagian mana yang kau santap lebih dulu?" Gong Jun menyeringai, tangannya tertahan di pegangan pintu.
Kapten Zhang bengong. Rasa lapar nampaknya mempengaruhi kinerja otaknya. Emosinya sempat surut kala ia berpikir seraya menyusuri semua bagian tubuh Gong Jun. Tiba-tiba ia sadar penjahat itu hanya mempermainkan, gigi geraham sang kapten bergemeretak oleh amarah yang kembali melonjak.
"Aku akan menjadikanmu topping pizza!"
"Ah, jadi kau ingin makan pizza sekarang?" Gong Jun melebarkan mata, seketika dia memikirkan restoran pizza mana yang akan ia pilih, serta menu apa yang akan dijadikan pelengkap. Tentunya dia akan mengutus salah seorang pelayan untuk pergi dan membeli makanan.
"Sebenarnya agak kurang sehat sarapan dengan pizza. Tapi jangan khawatir, aku akan menambahkan banyak menu lain. Kau bisa makan sepuasnya hingga jatuh pingsan karena kekenyangan. Kau akan lupa pulang," ia menutup kalimatnya dengan senyuman tipis yang terbaik.
Sesaat kapten Zhang melongo. Otak kacaunya membayangkan makanan lezat, tubuhnya sudah gemetar dan berkeringat dingin karena lapar, ditambah penganiayaan sang penjahat tampan pagi ini semakin memperburuk keadaannya.
Tapi kemudian dia sadar kalau ia tengah disekap, ia harus terus mempertahankan integritas dan wibawanya sebagai kepala detektif. Ekspresi garang kembali ke wajahnya, ia membentak kasar pada Gong Jun.
"Jangan mimpi!!! Aku pasti akan keluar dari rumah terkutuk ini!"
Gong Jun mengendikkan bahu, dia menatap lagi pada kapten Zhang, membuka pintu dan keluar setelah mengedipkan sebelah matanya.
"Kau..??!!!" Sang Kapten menggeram, dia melempar bantal sekuat tenaga, membentur pintu yang menutup cepat.
🏖️🏖️🏖️
Ketika Kapten Zhang memberanikan diri keluar kamar untuk sarapan, untungnya para pengawal berseragam hitam tidak sedang menyatroni kamarmya. Kapten Zhang mengenakan pakaian milik Gong Jun, dan ia sangat terpaksa memakainya karena ia merasa jijik pada penjahat tampan itu.
Dia merasa tubuh sucinya semakin ternoda dengan sentuhan pakaian itu di kulitnya. Tetapi, akan sangat melanggar batas kesopanan jika dia memaksakan diri pergi sarapan dalam keadaan telanjang atau hanya mengenakan handuk. Citra dirinya sebagai detektif dan berpendidikan tinggi akan semakin jatuh.
Sejak dia dibawa dan disekap di rumah pantai ini, kapten Zhang tidak sempat mengamati seperti apa tempat yang mengurungnya. Dia berjalan perlahan-lahan, sesekali memegangi pinggang yang berdenyut ngilu.
Dia menemukan dirinya berada di sebuah ruangan tengah nan luas. Jemari kakinya seolah terhisap oleh permadani tebal berbulu lembut. Wallpapernya anggun dengan pilihan warna hitam, putih dan biru.
Sofa mewah besar dan terlihat sangat nyaman. Rak pajangan artistik dari kayu berukir bercat putih dan licin mengkilap. Dinding-dindingnya tinggi lebar dipasangi lukisan duplikat para seniman ternama dunia.
Grand piano di satu sisi, satu set lagi meja kursi dari kayu rosewood. Dua buah kandelar spektakuler tergantung dj langit -langit. Jendela-jendelanya luar biasa besar, menampilkan pemandangan halaman luas dengan rerumputan hijau menghampar.
Satu ruangannya saja sudah membuat kapten Zhang takjub. Masih ada beberapa ruangan lagi, kamar-kamar, dan juga koridor rumit.
Astaga! Penjahat ini sangat kaya
Bahkan mungkin nafasnya adalah emas..
Kekayaan yang diperoleh entah dengan cara busuk apa.
Cihhh!
Kapten Zhang mengepalkan jemari, menumbuhkan kembali rasa keadilannya dan batal terpesona.
Masih memegangi pinggang, dia berjalan tersaruk-saruk melintasi ruangan, menuju ruangan lain. Dia tiba di sebuah bar luas lengkap dengan kursi dan lemari kaca disesaki jajaran botol-botol minuman bermerk dan anggur terbaik yang diimport dari Prancis.
Di balik bar itu tak ada siapapun. Sang kapten mengernyit, kenapa rumah pantai ini sepi sekali. Dia bisa dengan mudah melarikan diri.
Kapten Zhang berjalan lagi ke bagian lain rumah. Tetapi ruang makan tidak juga ditemukan. Mengumpat-umpat dalam hati, ia tiba di satu ruangan duduk lain dengan perabot dan design yang sama mewahnya. Ada satu pintu kaca lebar menuju halaman samping, di luar sana ia melihat sebuah taman luas lengkap dengan kolam renang berair gemerlap , payung-payung warna warni menaungi kursi dan meja di bawahnya.
Berenang di sana kelihatannya menyenangkan, kapten Zhang membatin. Terpukau oleh keindahan taman dan kolam itu.
Sialan! Di mana ruang makannya. Aku bisa pingsan kelaparan.
Dia melihat satu pintu terbuka ke ruangan lain di sisi berlawanan. Kapten Zhang berjalan ke arah sana, dia menemukan dua orang penjaga berpakaian serba hitam tengah duduk di meja kursi kayu menghadapi dua cangkir kopi dan camilan.
Hehhh!!
Terkejut, dia berhenti berjalan, menatap tajam pada dua penjaga bertampang garang.
"Apa yang kau cari, kapten Zhang?" salah seorang penjaga bertanya waspada, tangannya menyelinap ke balik jas. Kapten zhang tahu bahwa tangan itu pasti memegang senjata api.
Tetapi dia tidak sedang ingin berkelahi, setidaknya bukan saat ini.
"Di mana ruang makannya?!" dia menyembur galak.
"..........."
Dua penjaga saling berpandangan.
"Oh. Kau tersesat rupanya. Silakan ikuti aku, nampaknya boss kami sudah menunggu cukup lama."
Si penjaga berdiri, berjalan tegap melewati kapten Zhang. Ada selintas ekspresi geli di wajah garang itu. Kapten Zhang melihatnya dan ingin sekali melayangkan pukulan pada si penjaga. Tetapi ia menahan diri.
Wajahnya memerah saat ia mengekor penjaga tinggi besar itu menuju ruang makan yang terletak di sayap lain bagian rumah pantai itu.
Gong Jun sedang duduk di kursi meja makan, membaca koran, dengan kaki terselip di sampingnya. Dia memutar wajah menghadap kepada kapten Zhang sementara dia menunggu, dan ketika sang kapten muncul dia meletakkan ke samping.
"Akhirnya kau muncul, kenapa lama sekali?" dia bertanya.
Ketegangan meningkat saat Kapten Zhang duduk di kursi meja makan berseberangan dengan Gong Jun. Dari cara mereka saling menatap, nampak nyata bahwa keduanya memendam emosi masing-masing. Kapten Zhang menatap penuh kebencian, dan Gong Jun menyembunyikan senyum di balik keangkuhan.
Sudut mata Gong Jun mengawasi si penjaga yang berbalik pergi keluar dari ruangan makan. Dalam sedetik ia akhirnya tahu apa yang terjadi.
"Kau tersesat di rumahku?" nada suaranya geli dan meremehkan.
"Diam kau!" bentak sang Kapten yang disambut kekehan menyebalkan Gong Jun.
Kapten Zhang cukup pintar untuk lebih dulu menyantap sarapan sebelum lanjut bertengkar dengan si penjahat tampan. Di atas meja makan sudah ada lima macam makanan tersedia, semuanya menggiurkan. Salah satunya adalah pizza berukuran besar dengan salami cincang dan lelehan mozzarella yang melimpah. Aroma sedap memenuhi seluruh ruangan.
"Dari caramu menatap makanan, kau terlihat kelaparan, kapten," komentar Gong Jun.
"Ya. Tunggu aku selesai makan. Energiku lebih dari cukup untuk menghajarmu."
Gong Jun menyunggingkan senyum provokatif.
"Coba saja. Rumah pantai ini dijaga ketat oleh dua lusin penjaga tangguh. Selain itu, jaraknya dua ratus meter dari pantai Amaganset," Gong Jun meringis.
"Jangan memaksakan diri. Aku tak ingin kau berlarian di bawah cuaca panas, kulitmu bisa hitam terbakar matahari."
Dia mengedipkan sebelah mata pada sang kapten membuat detektif polisi itu mendidih.
Tanpa banyak bicara, dia menyambar piring dan makanan lantas makan dengan penuh nafsu dan amarah.
"Uppsss pelan-pelan kapten, kau bisa tersedak," dengan gerakan santai, Gong Jun mendorong satu gelas berisi air putih ke depan kapten Zhang yang meliriknya galak.
"Kau semakin galak dan menakutkan.." Gong Jun berkomentar lagi, dia menghirup segelas jus sebelum memulai sarapan.
Pendingin ruangan berdengung dalam usaha sia-sia mendinginkan atmosfir panas diantara kedua musuh yang tengah makan bersama.
Selama makan, kapten Zhang memikirkan banyak cara mau pun strategi agar bisa kabur dari rumah pantai ini.
Dia harus menyelidiki semua bagian rumah dan juga halaman, dengan satu catatan. Dirinya tidak boleh tersesat lagi.
Memalukan!
Kapten Zhang mengambil sepotong pizza lagi dan menguyah dengan kasar. Dia jadi lapar kala mengingat ketololannya barusan, dan semakin lapar saat mengingat lagi perlakuan Gong Jun padanya.
Aku tidak boleh menyerah! Aku harus bebas! Aku pasti bebas!
🏖️🏖️🏖️
To be continued
Terus berjuang kapten!
Semangat! Kan sudah sarapan..😁
Please vote and comment 🧡
Salam Langlangding.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro