Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 7

Ketika matahari tergelincir ke barat, pekerja kantor dan sebagian penjual makanan atau pemilik toko mengakhiri kegiatannya. Sepasang suami istri, Franz dan Alexi baru menyelesaikan kegiatan mereka. Keduanya saling melempar tatapan, setelah ambruk dan kemudian saling melepaskan diri. Berhenti setelah kelaparan dan kehausan dari kegiatan tanpa jeda tersebut.

"Kau gila," Alexi lebih dulu mengeluarkan suara lemahnya. Walau posisinya tidak selalu dibawah Franz, namun tenaganya terkuras habis untuk mengimbangi kegilaan Franz, belum lagi perutnya sekarang melilit, mengingat tak ada makanan apapun yang masuk dalam lambungnya hanya sesuatu yang keluar dari kejantanan Franz yang tak sengaja tertelan olehnya.

"Kau menikmatinya, sayang," sahut Franz lalu kembali menarik Alexi dalam pelukannya.

"Aku lapar," ucap Alexi lagi lebih mirip rengekan. Tangannya melingkar sempurna pada tubuh Franz.

"Kau sudah memakanku, masih saja lapar," goda Franz sambil mengelus punggung Alexi yang terdapat beberapa tanda miliknya. Di punggung dan bahunya juga terlihat jelas jejak Alexi disana.

"Jangan bahas lagi, aku ingin makan sungguhan."

Franz terkekeh pelan, Alexi berubah lucu jika merajuk. "Baiklah kau mau makan apa? Memakanku atau yang lainnya," godanya lagi.

"Franz!" Alexi menepuk bibir Franz yang masih saja menggodanya di saat dia kelaparan. "Aduh... bagimana caranya aku mandi jika bergerak saja susah," guman Alexi. Tubuhnya yang lengket ingin segera di bersihkan namun saat bergerak terasa ngilu dibagian terpentingnya.

"Itu karena kau tegang tadi, seharusnya kau relax agar tak terasa sakit saat aku memasukimu," ujar Franz mengelus bagian bawah Alexi berharap dengan itu sakitnya mereda. Tapi Franz salah, hal itu justru membuat Alexi kembali bergerak gelisah.

"Kau kenapa?" tanya Franz pura-pura bodoh padahal ia tahu Alexi kembali teransang dengan sentuhannya.

"Jangan bertanya," ujar Alexi seraya menarik Franz dan mencium bibir pria itu, ia butuh pegangan saat tubuhnya kembali bereaksi.

Franz tersenyum mengejek disela-sela ciumannya lalu kembali memposisikan diri diatas tubuh Alexi, "bersiaplah honey."

***

Kegiatan mereka akhirnya selesai saat malam tiba. Alexi benar-benar kelelahan dan harus dibopong menuju kamar mandi. Sedangkan Franz tampak biasa saja, sepertinya tenaga Franz tak ada habisnya.

"Kau seperti tidak makan setahun saja," ejek Franz melihat Alexi yang makan rakus.

Mereka berdua duduk diatas ranjang -yang belum dibersihkan- menikmati menu makanan yang mereka pesan. Dengan hanya mengenakan jubah tidur Alexi begitu santai makan. Mengisi stok tenaganya yang benar-benar habis.

"Kau tidak makan?" tanya Alexi dengan mulut penuh.

Franz menggeleng kemudian mengambil ayam goreng milik Alexi, "sejujurnya aku ingin memakanmu dibanding makanan yang kau makan."

Alexi mencubit perut Franz yang tak terlapis apapun, karena pria itu hanya mengenakan handuk yang dililitkan dipinggangnya. Alexi yakin dibalik handuk itu tak ada pelindung lagi. Alexi mengeleng saat tiba-tiba pikirannya melenceng jauh.

"Iya... aku tahu, tak perlu mencubitku kukumu itu menusuk dalam di kulitku, kau lihat ini karyamu," ujar Franz seraya menunjuk bagian dada nya yang terdapat bekas kuku Alexi.

"Gigimu tak lebih baik dari kuku ku," balas Alexi kemudian memperlihatkan bagian dadanya yang jadi mainan Franz tadi.

"Itu bagian favoritku."

"Kita satu sama, jadi diam dan makan oke? Jangan ganggu aku," putus Alexi.

"Aku ingin memakanmu."

"Franz!"

"Oke, aku makan dengan benar sekarang."

"Goodboy."

***

Setelah menghabiskan makan pagi, siang dan malam dalam satu waktu, Alexi mulai merasa mengantuk. Kepalanya disenderkan pada dada Franz lalu tangan dan kakinya melilit pada tubuh Franz. Alexi seperti seekor ulat yang menempel pada daun tanpa terlepas.

"Aku ingin tidur," ucap Alexi disela rasa kantuknya,

"Tidurlah," ujar Franz seraya menepuk kecil punggung Alexi.

Setelah memastikan Alexi tertidur lelap, Franz mengambil ponsel yang sempat dilupakannya. Ia kemudian bersandar pada kepala ranjang, perlahan tubuh Alexi merosot karena pergerakannya. Franz pikir Alexi akan terbangun, namun wanita itu hanya mengeliat dan kembali memeluk perutnya lalu menjadikan kakinya sebagai guling. Franz terkekeh melihat betapa nyamannya Alexi tidur, lalu ia kembali pada tujuan awalnya, memeriksa ponsel. Ada banyak pesan masuk dari teman dan kolega bisnisnya mengucapkan selamat atas pernikahannya dan ada beberapa yang mengoda malam pertamanya. Franz terkekeh membaca satu persatu pesan tersebut. Lalu ia membuka pesan dari orang paling penting dalam hidupnya, ibunya.

Bekerja keraslah..
Jangan buat ibu menunggu lebih lama lagi
Ibu menyayangi mu...

Aku juga sayang padamu bu bisik Franz lalu membuka pesan dari Shanne, wanita itu menuliskan banyak petuah, seperti tidak boleh kasar dan hal yang lainnya. Sepertinya Shanne belajar dari pengalaman saat bersama Max. Lalu selanjutnya dari mommy, ibu Max. Walau awalnya hubungan mereka canggung, karena masalah terdahulu, namun akhirnya mereka menjadi dekat layaknya ibu dan anak. Mommy berpesan yang isinya hampir sama dengan pesan Shanne sebelumnya, kedekatan Shanne dan mommy sepertinya menciptakan telepati tersendiri hingga pesan mereka pun hampir sama. Franz kemudian tertawa dengan pikirannya. Selanjutnya sebuah pesan dari sahabatnya sekaligus adiknya, Max.

Kau msih kalah dariku, brother...
Nasya hadir lebih cepat dari perkiraanku...
Aku tebak anakmu baru akan lahir setelah kau tua nanti...

Sial! maki Franz membalas pesan Max. Dasar sahabat tak tahu diri, giliran sudah seperti ini mengejeknya.

Franz kemudian menaruh ponselnya, namun belum sempat ditaruh ponselnya kembali bergetar dan satu notifikasi masuk. Franz membuka pesan dari nomor yang tidak di kenalnya.

Ini aku..

Hati Franz bergetar saat membaca kalimat pertama isi pesannya. Ia tahu siapa pengirim pesan tersebut.

Aku minta maaf
Tidak bisa hadir di acaramu
Ed, suamiku, tidak mengijikan

Franz mendengus, haruskah diperjelas? Seluruh dunia juga tahu manusia berkaca mata itu adalah suami dari Joy. Dan apa maksudnya tak mengijinkan? Lalu Franz melanjutkan membaca pesan Joy.

Dia sedang di luar kota
Aku tak boleh keluar sendiri
Ah.. kenapa aku jadi bercerita padamu
Maaf dan selamat atas pernikahanmu
Semoga kau bahagia.

Itu adalah pesan terpanjang yang pernah Joy kirim untuknya setelah hari itu. Tangan Franz bergerak untuk mengetikan balasan.

Terima kasih atas ucapannya.
Hati-hati jika di rumah sendiri.

Entah apa yang dipikiran Franz saat membalas pesan Joy, yang jelas ia sedikit khawatir dengan Joy yang ditinggal sendiri. Tak berapa lama Joy membalas pesannya.

Kau belum tidur?
Pesanmu terdengar mengkhawatirkanku,
Apa aku benar?

Franz menatap layar ponselnya memastikan pesan dari Joy, ia membacanya berkali-kali lalu bertanya pada dirinya sendiri, apa dia mengkhawatirkan Joy? Franz menggeleng lalu menyimpan kembali ponselnya. Hembusan napas Franz menandakan pria itu tengah gusar, meski sudah memejamkan mata, namun belum juga tidur. Dilihatnya Alexi yang sudah merubah posisi tidurnya menjadi membelakanginya, Franz mendekap Alexi lalu mulai menyelami mimpinya.

***

Tak banyak hari untuk cuti karena pernikahan yang dilangsungkan secara mendadak. Franz belum menyiapan hari khusus untuk berbulan madu, Alexi juga masih disibukkan dengan urusan kantornya.

Setelah dua hari menginap di hotel, Franz dan Alexi pun pulang, besok mereka harus menyelesaikan tugasnya di kantor. Kepulangan mereka disambut gembira oleh Carol dan juga nenek Haney, dua orang tua itu saling melempar godaan pada Franz dan Alexi.

***

"Jadi bagaimana apa ibu bisa secepatnya mempunyai cucu?" tanya Carol pada Franz yang di jawab tawa oleh Franz.

"Ibu tenang saja, sudah ya bu, aku berangkat dulu," pamit Franz.

"Hati-hati di jalan," pesan Carol pada putranya.

Dari kamar Franz, Alexi keluar sudah dengan pakaian rapi lalu menghampiri ibu Franz.

"Kau mau kemana?"

"Ke kantor, bu."

"Kau tidak bersama dengan suamimu, ya ampun anak itu," ucap Carol tidak percaya.

"Franz ada meeting mendadak, jadi tidak bisa mengantarku," jelas Alexi, "aku pergi dulu, bu," pamitnya kemudian keluar rumah.

***

Alexi menatap tak percaya pada meja kerjanya, baru tiga hari dia tidak masuk kantor, seseorang sudah duduk mengantikannya.

"Apa-apaan ini," gerutunya.

Anne menjelaskan jika orang yang duduk di mejanya adalah sekretaris baru yang mengantikannya, "sudahlah tenang kan dirimu sampai Mr. Smith datang."

"Kenapa Mr. Smith tak memberi tahu jika posisiku digantikan orang lain, apa tidak bisa menunggu sampai aku masuk kembali."

"Aku tidak tahu," jawab Anne tak acuh, "tanya pada Mr. Smith alasannya."

"Aku akan menemuinya."

***

Taxi yang membawa Alexi berputar-putar melawati jalan yang sama, sang pengemudi bingung akan dibawa kemana penumpangnya itu. Saat ditanya penumpangnya menunjukkan jalan, lurus dan belok, membuat sang pengemudi kebingungan.

"Nona, sebenarnya kemana tujuan Anda?" tanya sang supir taxi, "kita hanya berputar-putar di jalan yang sama," ucapnya lagi.

"Ah, maafkan saya, pak. Turunkan saya di depan sana saja."

Taxi berhenti di depan pusat perbelanjaan yang di tunjuk Alexi. Setelah membayar, Alexi keluar tak lupa mengucapkan terima kasih pada sang supir taxi yang sudah mengantarnya. Sebetulnya Alexi tidak terlalu menyukai pergi ke tempat yang ramai tanpa tujuan yang jelas. Tapi mau bagaimana lagi, Alexi ingin membuang rasa kesalnya. Setelah berjalan-jalan sebentar akhirmya Alexi memutuskan masuk ke coffe shop.

"Alexi?"

Sesorang menegur Alexi saat Alexi baru saja akan duduk. Alexi melihat orang tersebut, tidak mungkin sesorang yang tidak mengenal akan menyapa begitu saja.

"Maaf, Anda memanggil saya," ucap Alexi ragu. Bisa saja orang tersebut memanggil orang lain.

"Ya, kau Alexi bukan?"

Alexi berpikir sejenak, apa ia pernah bertemu dengan orang tersebut. Lama berpikir akhirnya Alexi sadar orang tersebut adalah temannya dulu.

"Ed? Benarkah?"

Ed tersenyum kemudian memeluk Alexi, "senang bertemu denganmu."

"Iya... iya...," ucap Alexi menyingkirkan lengan Ed yang memeluknya, walau dulu Ed sering memeluknya itu karena dulu ia masih kecil.

"Kau banyak berubah, bagaimana kabarmu? Sejak kau pindah aku jadi tidak punya teman bermain lagi, dan bagiamana kabar paman dan bibi? Apa ayahmu masih berpindah-pindah atau sudah menetap disini?"

Alexi ingin sekali menyumpal kupingnya mendengar Ed yang terus berbicara tanpa jeda. Pria itu masih sama hanya tingkat kecerewetannya yang bertambah parah saja. Dulu karena ayahnya adalah seorang dokter Alexi harus berpindah tempat tinggal dan saat itu Alexi bertemu Ed. Remaja lima belas tahun yang lebih suka bermain dengan anak perempuan dibanding dengan anka laki-laki. Lalu setelah tugas ayahnya selesai Alexi kembali pindah dan ia tidak pernah lagi bertemu Ed sampai hari ini.

"Aku baik," jawab Alexi singkat sambil menyeruput kopi pesanannya.

"Sejak kapan kau suka minum kopi, dulu kau lebih suka milkshake," tanya Ed begitu ingin tahu.

"Ed, itu lima belas tahun yang lalu saat aku belum mengenal kopi," jawab Alexi terdengar malas-malasan.

"Hm, begitu rupanya. Lalu apa yang kau lakukan selama lima belas tahun tak bersama ku?"

"Tentu saja aku hidup sampai hari ini, dan Ed aku ini bukan anak kecil," ujar Alexi menatap Ed dengan marah. Dulu Ed memang di utus oleh ayahnya untuk menjaganya selama bermain.

"Maaf aku terlalu senang bertemu denganmu, jadi jiwaku selalu ingin kembali melihat Alexi kecilku yang aku jaga dulu," ucap Ed dengan nada menyesal, ia lupa jika Alexi sudah tumbuh besar, karena lama tidak bertemu membuatnya merindukan Alexi kecilnya.

"dunia begitu sempit ya," guman Alexi.

Ed mengangguk. Kemudian mengalirlah cerita-cerita dari mulut mereka hingga terkadang Alexi tertawa mengingat masa kecilnya bersama Ed. Tanpa Alexi sadari seseorang duduk tak jauh darinya sedang mengawasi keduanya terutama si pria berkaca mata.

***

Alexi pulang ke rumah sebelum Franz pulang, ia tidak kembali lagi ke kantor. Menurutnya mungkin Mr. Smith sudah tidak membutuhkannya lagi atau selama ini hanya karena dirinya anak sahabatnya Mr. Smith mempertahankannya. Alexi tak mau lagi memikirkan kenapa dia diberhentikan yang jelas ia harus mencari tempat kerja baru.

"kau tampak tidak sehat sejak pulang tadi," ucap Carol.

Alexi terkesiap lalu tersenyum pada ibu mertuanya yang sangat perhatian. Saat ini dirinya tengah membantu ibu Franz memasak makan malam. "Tidak apa-apa, bu. Hanya sedikit pusing, istirahat sebentar pasti sudah baikan," jawab Alexi beralasan tidak mungkin dia menceritakan bahwa telah diberhentikan dari tempat kerja.

"Itu pasti karena anak itu, ibu akan menegur Franz supaya jangan terlalu kasar padamu," ucap Carol dengan santai, ia memang mengingankan cucu tapi jika Franz terlalu berkerja keras bisa kabur menantunya nanti.

Wajah Alexi memanas seketika mendengar ucapan ibu Franz yang salah paham itu. Dan ia pun kembali mengingat peristiwa di hotel, bukan Franz saja yang bersemangat dirinya juga sama. Alexi tak menyangka dirinya bisa seperti itu, memikirkan itu membuatnya malu saat harus menatap wajah Franz.

"Sedang apa?" Ucap Franz sambil memeluk Alexi dari belakang, saat pulang tadi ia hanya melihat nenek Haney sedang menonton dan saat melangkah ke dapur ia menemukan Alexi bersama ibunya. Alexi tampak cantik dengan rambut digelung keatas mengundangnya untuk memeluk.

"Sudah ada yang lain ibu dilupakan," ucap Carol setengah mengoda, biasanya Franz akan bermanja padanya, "tapi ingat Franz kau jangan menghabisi istrimu tanpa jeda, dia jadi pusing-pusing," ucap Carol lagi.

"Benarkah?" Tanya Franz kemudian melihat wajah Alexi yang masih berada didekapannya, "wajahnya merona, bu. Dia bukan pusing tapi sedang menikmati." Kekeh Franz dan langsung mendapat cubitan dari Alexi.

Alexi meninggalkan Franz dan juga ibunya yang tertawa puas. Anak dan ibu sama saja gerutu Alexi lalu menuju ruang keluarga. Alexi menghampiri nenek Haney yang tertidur di sofa, ia segara berlari dan membangunkan neneknya takut peristiwa itu terulang kembali.

"Nek?" Pelan-pelan ditepuknya punggung tangan sang nenek, "nek, ayo bangun," ucap Alexi menahan rasa takut yang tiba-tiba menghantui.

Nenek Haney kemudian membuka matanya lalu melihat wajah Alexi yang terlihat begitu cemas, "Alexi, kau kenapa pucat seperti ini?"

Alexi langsung memeluk neneknya, lega karena ketakutannya tidak terjadi, "aku tidak apa-apa, hanya merindukan memeluk nenek," ucapnya.

"Setiap hari kau memeluk nenek," kekeh nenek Haney.

"Kenapa nenek tidur? Sebentar lagi makan malam ayo," ajak Alexi.

Lalu Alexi menuntun sang nenek untuk bangun, saat itu juga terdengar ketukan dari pintu depan.

"Biar aku saja yang membukanya," ucap Franz lalu menuji pintu depan.

Alexi mengangguk lalu kembali menuntun nenek Haney menuju meja makan. Setelah nenek Haney duduk Alexi membantu ibu Franz menyiapkan peralatan makan, makan malam hari ini sedikit berbeda karana kata ibu Franz, akan mengundang keluarga Max.

"Semua sudah berkumpul, ayo kita berdoa," ucap Carol lalu memulai do'a.

Selesai berdoa, mereka semua mulai menyendok makanan masing-masing. Alexi memperhatikan Franz yang duduk di sebelahnya sambil menyuapi Nasya yang di duduk dipangkuan pria itu. tampak jelas Franz sangat menyayangi anak perempuan itu. Sudut bibir Alexi tertarik keatas, tersenyum melihat Franz yang meladeni setiap celotehan Nasya dan sesekali menerima suapan dari tangan mungil Nasya. Lalu Alexi mengalihkan tatapanya dari Franz dan Nasya karena merasa sedang diawasi. Dan benar saja Max yang duduk berseberangan dengannya sedang melihatnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan, yang jelas Max tampak kesal. Alexi pun melanjutkan makannya kali ini ia menunduk tak menatap Franz dan Nasya, karena itu membuat Max juga menatap tajam padanya, setidaknya itu menurutnya.

"Alexi makanlah yang banyak nanti malam Franz pasti menghabisimu lagi, kau harus punya tenaga yang kuat," ucap Carol melihat Alexi yang makan sedikit sekali membuatnya gemas untuk menggoda.

"Benar kata ibu, kau harus makan yang banyak, honey," ucap Franz sambil mencuri ciuman di pipi Alexi.

Semua yang berada meja makan bersorak menanggapi ucapan Franz. Hanya satu orang yang tampak tak suka, Max. Alexi menghela napasnya rasanya tak enak dalam satu ruangan dengan tatapan mengintimidasi seperti itu.

Updet cepet, terima kasih yang udah voment...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro