part 6
Setelah acara resepsi Franz mengajak Alexi menuju kamar hotel yang memang sudah dipersiapkan untuk menginap. Tak ada perbincangan yang terjadi diantara keduanya, mungkin karena sama-sama lelah. Lift yang membawa mereka pun akhirnya berhenti. Franz melangkah dibelakang Alexi sambil membantu mengangkat gaun Alexi. Alexi tersenyum seraya berguman mengucapkan terima kasih.
Franz membuka pintu kamar, keadaan masih gelap sebelum Franz menancapkan kartu dan semua lampu penerangan menyala.
"Gaun ini sangat menyusahkan sekali aku ingin merobeknya saja," guman Franz melangkah meninggalkan Alexi.
Alexi yang mendengar itu jadi ingin tertawa, "bukankah kau yang memilihkannya." Alexi kemudian segera masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Franz yang mengerutu tentang gaunnya. Alexi ingin segera terbebas dari segala riasan lagipula badannya juga terasa lengket.
Franz menganguk samar, semua rencana pernikahan sudah diatur oleh ibunya dan ia hanya mengikuti apa yang ibunya pilihkan. Termasuk urusan gaun dan kamar hotel. Franz menatap ke dalam dekorasi hotel yang khusus diperuntukan untuk pengantin baru. Di tengah sana ada ranjang besar bertabur bunga mawar dengan simbol hati, Franz ingin tertawa dengan pilihan ibunya. Bagaimana bisa istirahat jika diatas ranjangnya terdapat ratusan bunga.
Selagi menunggu Alexi yang sedang membersihkan diri, Franz bergerak naik ke atas ranjang lalu memunguti bunga-bunga tersebut. Setelah selesai dengan bunga Franz membuka tuksedo yang melekat ditubuhnya hingga menyisakan kaos putih polos.
"Franz."
Franz segera menghampiri Alexi yang berada di kamar mandi, "ada apa?" Tanyanya dibalik pintu kamar mandi, tadi Alexi ingin mandi katanya, apa wanita itu tidak bisa membuka keran air hingga memanggilnya pikir Franz.
"Aku minta tolong sebentar, setelah itu kau boleh pergi," ucap Alexi dari dalam kamar mandi.
Permintaan tolong macam apa itu decak Franz dalam hati namun tetap mengiyakan, "bagaimana aku menolongmu jika kau tidak membuka pintu."
Lalu pintu terbuka, Alexi berdiri disana masih dengan gaun panjang tadi. Riasan Alexi sudah dibersihkan hingga wajah Alexi tampak putih bersih dibawah sinar lampu. Franz pikir Alexi sudah mandi tapi nyatanya wanita itu masih utuh dengan gaunnya.
"Tolong bantu aku membuka gaun ini, aku lupa saat mengenakan harus dibantu, jadi aku minta tolong padamu," jelas Alexi. Ia menyesal dengan gaun yang dipakainya. seharusnya meminta bantuan Anne untuk melepaskan gaunnya terlebih dahulu.
Alexi membalik tubuhnya hingga punggungnya tepat dihadapan Franz sekarang. Franz menelan ludahnya, permintaan Alexi memang terdengar biasa saja, namun entah mengapa otaknya bekerja sebaliknya. Suara Alexi terdengar seperti mengajaknya untuk bercinta. Franz mengeleng menyingkirkan pikiran aneh yang memenuhi otaknya. Dengan segera Franz menarik turun resleting gaun sampai pinggang. Menampilkan punggung putih Alexi yang masih tertutup kamisol berwarna peach. Franz menatap refleksi dirinya pada cermin besar di depan sana, Alexi juga sedang menatapnya. Tinggi Alexi hanya sebatas dagunya.
"Perlu bantuan untuk melepasnya juga," goda Franz menyentuh bahu Alexi yang terbuka. Saat kulitnya menyentuh permukaan kulit Alexi rasanya Franz ingin meledak saja. Dan Franz mengutuk cermin besar di depan sana yang menampakkan bagian depan tubuh Alexi sepnuhnya.
"Tidak perlu, kau boleh pergi," ujar Alexi. Mati-matian menjaga suaranya agar terdengar normal. Posisinya dengan Franz saat ini membuatnya menahan napas. Jika tidak karena gaun yang menyusahkannya ia tidak akan sudi orang lain menyentuh bagian tubuhnya. Tapi Franz bukan orang lain lagi, pria itu suaminya. Mengingat fakta itu membuat Alexi mulas seketika. Alexi merinding ketika tiba-tiba Franz menyentuh perutnya. Saat tersadar Alexi hampir menjerit untung bisa menahannya. Gaun dan kamisolnya sudah terlepas, bagaimana bisa? menyisakan dirinya dengan dalaman saja.
"Franz... aku mau mandi," ujar Alexi sambil memejamkan matanya. Lututnya lemas saat jari-jari Franz bermain-main di sekitar perutnya. Ini pertama baginya membiarkan orang lain menyetuh bagian tubuhnya.
Franz mengehentikan gerakannya lalu menatap wajah Alexi dari cermin besar didepannya. Wanita itu memejamkan mata alisnya berkerut dengan keringat yang berlomba turun dipelipisnya. Sedangkan tubuh Alexi sudah bersandar sempurna pada dadanya. Sebelah tangan Franz tetap menjaga tubuh Alexi agar tidak jatuh sedangkan tangan satunya digunakan untuk mengusap keringat Alexi. Dengan pelan Franz mengusap dahi Alexi agar kerutan itu menghilang, dan berhasil Alexi membuka mata dan menatapnya dari pantulan cermin. Franz tersenyum lalu mengecup pelipis Alexi, "kau semakin sexy saat memejamkan mata seperti tadi."
"Terima kasih pujiannya dan tolong menyingkirlah dari tubuhku," ucap Alexi sudah sadar sepenuhnya. Ia harus kuat jika tak mau Franz mengangapnya murahan.
"Baiklah, mandi yang cepat honey, aku menunggumu," ucap Franz lalu mencuri ciuman dipipi Alexi sebelum pergi.
Alexi bergidig dengan panggilan barunya, lalu segera memunguti gaun dibawah kakinya.
***
Alexi terpaksa mengenakan jubah mandi karena tak menemukan baju di dalam kamar mandi, lagipula kapan ia membawa baju ganti. Sambil berjalan Alexi berdoa semoga saja Franz tidak sadar dengan kehadirannya, ia ingin segera menyembunyikan diri di bawah selimut. Saat sampai di dekat ranjang, ternyata Franz sedang sibuk dengan ponselnya. Hal itu tentu saja menguntungkan Alexi karena ia bisa dengan mudah menyusup dalam selimut tanpa sepengetahuan Franz. Alexi terkikik geli dengan tingkahnya sendiri, untuk apa dia berjalan mengendap, Franz pasti akan tahu walau pria itu sibuk dengan ponselnya.
Sampai sepuluh menit berlalu Franz masih tampak sibuk dengan ponsel pintar pria itu. Alexi yang semula memperhatikan Franz sambil berbaring mulai di landa kantuk, beberapa kali wanita itu menguap dan akhirnya perlahan matanya tertutup, ia jatuh menyelami mimpi.
Franz melirik samping tempat tidurnya, istrinya sudah terlelap. Ia kemudian menaruh ponselnya di meja kecil disamping ranjang. Ia sengaja memainkan game di ponselnya untuk mengalihkan perhatiannya dari Alexi. Meskipun wangi sabun mandi dan gerakan gelisah Alexi dalam selimut hampir menggoyahkannya. Franz tetap bertahan tidak mengacuhkan Alexi. Saat di kamar mandi tadi ia hampir menerjang Alexi begitu saja, namun bayangan seorang wanita tiba-tiba memenuhi kepalanya sehingga Franz menghentikan tindakannya dan meninggalkan Alexi.
***
Paginya Franz terbangun karena bel yang terus berbunyi, awalnya ia mengabaikan namun bel itu semakin kencang saja membuatnya ingin menendang siapa saja pemencet bel sialan itu. Dengan berat hati Franz bangkit dan membuka pintu tanpa melihat dulu siapa orang yang bertamu.
"Siapa?" tanya Franz memperhatikan seorang wanita yang berdiri dia pikir roomboy atau petugas hotel lainnya mengingat ia masih di dalam kamar hotel.
"Aku Anne, kau ingat." Anne tampak gelisah mencoba mengalihkan pandangannya dari tubuh bagian atas Franz yang terbuka. Anne menyesal menyetujui permintaan Alexi. Sahabatnya itu memintanya pagi-pagi untuk membawakan baju ganti. Dan Anne lebih menyesal lagi karena ia melupakan fakta bahwa Alexi baru saja menikah. Dan saat ini wajar saja jika Franz membuka kamar hotel dengan rambut acak-acakan dan juga boxer yang mengantung di pinggang pria itu.
"Oh..., kau yang kemarin itu," ujar Franz saat sudah berhasil mengingat sosok sahabat Alexi, "ada apa? Alexi masih tidur, apa harus kubangunkan."
"Tidak... tidak... tidak perlu," Anne menyela cepat sambil menyerahkan kantong kertas berisi baju Alexi, "sampaikan salamku untuk Alexi dan selamat melanjutkan kegiatan kalian, aku permisi."
Franz mengeleng dengan tingkah aneh sahabat Alexi yang langsung berlari setelah memberikannya sebuah kantong kertas. Setelah menutup pintu, Franz membuka kantong yang baru saja di terimanya. Dengan rasa penasaran Franz membuka dan menemukan bra hitam berada ditumpukan paling atas dan bisa Franz tebak bahwa selanjutnya adalah benda berbentuk segitiga yang dulu sering ia lepaskan dari pemakainya. Dari yang berbentuk normal hingga berenda sudah biasa baginya, namun itu dulu sebelum ia menemukan wanita yang berhasil membuatnya berhenti bermain dengan wanita-wanita. Franz menghirup napas dalam tiba-tiba dadanya terasa sesak, dia pikir sudah melupakan wajah itu tapi nyatanya wajah itu muncul kembali.
"Kau sedang apa?"
Pertanyaan Alexi berhasil mengembalikan kesadaran Franz. Lalu ia tersenyum dan memberikan kantong milik Alexi. "Ini sahabatmu memberikannya padaku."
"Kau membukanya?" Ujar Alexi tak percaya, lalu tersadar Franz dihadapannya hanya memakai boxer saja, cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya.
"Tidak sengaja, aku kira itu bom atau semacamnya tapi saat ku lihat aku lebih terkejut lagi, itu lebih dari sebuah bom untukku," goda Franz dengan senyum jahilnya, sudah Franz bilang bukan menggoda Alexi akan menjadi agenda rutin untuknya.
"Seharusnya kau sudah meledak," ucap Alexi berniat membalas godaan Franz. Namun selanjutnya yang dia rasakan Franz mengendongnya dan langsung membawanya menuju ranjang lalu merebahkannya.
Napas Alexi naik turun karena kaget dengan tindakan Franz yang tiba-tiba. Namun saat ingin memarahi Franz, Alexi baru sadar Franz belum beranjak dari ranjang, pria itu sedang menatap tepat diatas tubuhnya. Tangan Alexi mengalung yang pada leher Franz sebagai pegangan tadi segera diturunkan.
"Franz menyingkirlah," kata Alexi menutupi kegugupannya.
"Aku ingin seperti ini," ucap Franz merapikan bagian atas jubah mandi Alexi yang terbuka. Kemudian tangan Franz tak sengaja menyentuh bagian atas dada Alexi yang tak tertutup apapun, "kau tak memakai apapun dibalik jubah mandi ini?" tanya Franz walau sudah tahu jawabannya.
Tangan Alexi bergerak untuk menyingkirkan tangan Franz, kenapa rasanya seperti sedang dilecehkan? Jerit batin Alexi. Ia memberanikan diri mendorong Franz agar cepat pergi, semoga Franz tidak marah kali ini doanya.
Gelagat Alexi langsung terbaca oleh Franz jadi sebelum Alexi mendorongnya, ia lebih dulu menyingkir. Franz menyangga kepalanya dengan sebelah tangan sedang matanya terus mengawasi Alexi.
"Apa yang kau pikirkan saat setuju menikah denganku?" tanya Franz tiba-tiba.
Alexi menatap pria di sampingnya. Pria itu suaminya sekarang, tapi apa alasannya saat menerima pria itu, ia sendiri tak tahu itu terjadi begitu saja, saat tersadar ia tak bisa lagi menolak, "Karena kau melamarku," jawab Alexi.
"Jadi karena itu," ujar Fraz tak percaya.
Alexi bangkit dari rebahannya,"Salah satunya juga karena nenek, dia ingin sekali aku menikah denganmu aku tak tahu apa alasan nenek sangat memujamu," jawab Alexi mengendikan bahu.
"Kenapa kau akhirnya mau, atau jangan-jangan kau menikah hanya untuk menyenangkan nenekmu saja," tebak Franz sok tahu ia lalu bergerak menuju paha Alexi dan merebahkan kepalanya disana.
"Hei kenapa kau tidur dipahaku?" protes Alexi, ia tak mengijikan siapapun menyentuh bagian tubuhnya.
"Lebih nyaman seperti ini, aku jadi bisa melihat wajah cantikmu dari bawah sini," ujar Franz tersenyum manis. "Ayo lanjutkan ceritanya lagi," pintanya.
"Aku sudah lupa sampai mana, menyingkirlah."
Alexi mengerakan pahanya agar Franz mau menyingkir. Tapi pria itu malah memeluk perutnya dan menyembunyikan kepalanya disana. Ada rasa geli saat Franz juga menyentuh lagi perutnya.
"Perutmu berbunyi, apa sekarang sudah ada anakku di dalamnya," kekeh Franz semakin melesakkan kepalanya.
"Aku lapar bodoh."
"Sekarang kau sudah berani mengejekku, berani sekali siapa dirimu?"
"Tidak penting siapapun diriku," ucap Alexi menyingkirkan kepala Franz dari pahanya.
"Kau marah?"
"Tentu saja, aku mau makan, menyingkirlah," geram Alexi.
Franz tak mendengarkan malah menarik Alexi agar lebih dekat dengannya. Dalam sekali gerakan Alexi sudah berada di bawahnya. Franz mendekatkan wajahnya sehingga mereka saling bertatapan, saling menyatukan dahi masing-masing.
"Aku tak tahu kenapa kau menerimaku tapi yang jelas kau adalah pilihanku, Alexi," ucap Franz lembut, kemudian mengecup dahi turun ke hidung, kedua pipi Alexi. Franz berhenti untuk melihat reaksi Alexi, wanita itu menatap lurus padanya, Franz tersenyum manis sekali senyum yang selalu dapat melumpuhkan wanita-wanita di sekitarnya. Perlahan tangan Franz mengusap sudut bibir Alexi lalu mengecupnya. Kepalanya bergerak seirama dengan ciumannya. Perlahan tapi pasti Alexi membalas ciumannya walau masih samar, wanita itu masih amatir dan Franz tahu itu. Dengan sabar Franz menuntun Alexi agar mengikuti permainannya. Ciuman yang lembut kini berubah sedikit kasar dan menuntut, Franz tidak lagi menuntun Alexi, wanita itu sudah dapat mengimbangi permainan Franz. Kadang Alexi meremas gemas rambut belakang Franz saat tangan Franz juga meremas dadanya. Alexi measakan udara tidak lagi masuk, Franz menciumnya seakan ingin membunuhnya, dengan keras Alexi mengigit bibir Franz agar melepaskan ciumanya.
"Aw...," ringis Franz melepaskan ciumannya lalu menatap Alexi di bawahnya, "apa yang kau lakukan?"
"Aku tidak bisa bernapas, ya ampun kau gila."
Franz tersadar ciumannya tadi begitu ganas, salahkan Alexi yang juga merangsangnya dangan bermain-main dengan rambutnya, "kau menikmatinya, sayang." Lalu Franz kembali melumat bibir Alexi. Melepaskan apapun yang melekat pada tubuh Alexi. Dalam hati Franz sudah bertekad memberikan apa yang seharusnya Alexi terima sejak malam kemarin.
Dan selanjutnya Alexi dibawa melayang ke dalam rasa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Rasa yang perlahan menjadi Candu, sentuhan-sentuhan halus dan kasar Franz yang menggila.
Semoga enggak terlalu vulgar ya ...
Dan kalau kurang pengambarannya maafkeun hehhe
Terima kasih
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro