part 3
Yeah saya datang lagee
Selamat pagi buat semua
Abang Franz menyapa ini
Buat readers semua yang udah vote coment makasih
yang pengen Franz ketemu sama Alexi mudah mudahan di chap ini terjawab
Cerita ini mungkin gk kaya cerita yang lain, so nikmati dan coment apapun yang kalian rasa perlu di koment. Karena pembaca yang baik selalu meninggalkan jejak.
Cuz
Franz meninjau lapangan, menyaksikan langsung para pekerja yang sedang bekerja. Di sampingnya Mr. Smith juga ikut memantau jalannya proyek kerja sama antar perusahaan. Sejak pagi tadi matahari berada diatas kepala Mr. Smith betah berjalan-jalan diatas tanah proyek. Padahal Franz sudah tidak tahan dengan sengatan panas matahari, namun demi rasa hormatnya pada Mr. Smith Franz pun menahan agar tidak berlari pulang.
Franz melihat jam tanggannya, hampir pukul satu siang, pantas perutnya sudah berdemo minta diisi.
"Mr. Smith bagaimana jika kita makan siang terlebih dahulu," ucap Max.
Mr. Smith menepuk pundak Franz, "kau sudah kelaparan?"
Franz tersenyum kikuk pada Mr. Smith. Sejak kerja sama bermula Mr. Smith memang selalu berlaku layaknya teman sehingga tidak ada kecanggungan bagi Mr. Smith untuk meninggalkan formalitasnya.
"Cacing perutku, tak tahan dengan panas matahari," kekeh Franz.
"Kau seekor cacing rupanya," balas Mr. Smith.
"Jangan kira aku tak tahu, kau sedari tadi mengeliat seperti cacing kepanasan, Franz. Kita harus menjadi contoh untuk para pekerja, jika kita malas menginjak tanah lalu bagaimana para pekerja melihat kita, mereka akan malas juga," jelas Mr. Smith.
Ini yang Franz suka dari Mr. Smith, pria paruh baya itu sering memberikan nasihat-nasihat yang sangat berguna sebagai seorang pimpinan.
***
Pilihan makan siang jatuh pada sebuah restoran dekat dengan area proyek. Setelah mendapat tempat duduk, Franz memilih beberapa menu makanan dan memesannya.
Sambil menunggu Franz kemabali berbincang dengan Mr. Smith, mengobrol dengan orang tua seperti Mr. Smith membuat Franz tahu kehidupan dan seluk beluknya, jujur ia tak pernah mendapatkan pelajaran seperti itu, sebagian waktunya hanya dihabiskan untuk bersenang-senang.
Franz berpikir untuk memulai kehidupan dan membangun sebuah keluarga, namun keinginannya tidak bisa terealisasi, karena dia yang sudah menjadi milik orang lain. Tiba-tiba bayangan wanita berkacamata muncul begitu saja.
Franz menatap sekeliling untuk mengalihkan pikirannya, wanita itu, Alexi. Ingin rasanya Franz bertanya tentang Alexi pada Mr. Smith namun egonya terlalu tinggi. Franz kembali melihat Mr. Smith yang sedang fokus pada ponselnya.
Apa yang dilakukan mr. Smith..
Makanan yang dipesan Franz akhirnya datang. Franz segera memanggil Mr. Smith yang masih asyik dengan ponselnya.
"Mr. Smith jika Anda tidak keberatan saya akan menghabiskan seluruh makanan ini," ucap Franz.
Mr. Smith mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Dirinya sedang bertukar pesan dengan sang sekretaris yang sedang berada di rumah sakit.
"Wah, kau tega dengan orang tua ini," kekehnya kemudian mengambil makananya.
Franz terkekeh lalu mulai menyantap makanan yang terlihat enak itu.
"Anak yang keras kepala," ucap Mr. Smith disela-sela makannya.
Franz menghentikan makannya, tak mengerti dengan ucapan Mr. Smith.
"Siapa yang Anda maksud, Mr. Smith?" Tanya Franz penasaran.
Mr. Smith meminum airnya, ia sengaja menarik perhatian Franz dengan ucapannya tadi, dan ternyata berhasil.
"Kau yang keras kepala," godanya.
Franz menyederkan punggungnya pada kepala kursi, serta menyilangkan kedua tangannya menatap Mr. Smith. Tak terima disebut keras kepala, "saya keras kepala namun sepertinya Anda juga keras kepala Mr. Smith, terbukti dari rambut Anda yang memutih," Franz tersenyum senang.
Mr. Smith kemudian terkekeh, "kau juga akan tua nanti, jangan menghinaku."
"Jadi siapa sebenarnya yang kita bicarakan?" Tanya Franz langsung ke inti.
"Alexi dia sangat keras kepala, aku tak tahu apa yang menyebabkan dia menolak keinginan neneknya," jelas Mr. Smith dengan nada putus asa.
Franz mengatupkan mulutnya, bingung harus menanggapi seperti apa, karena sejujurnya ada banyak pertanyaan dalam otaknya, tentang Alexi.
"Nenek? Apa dia tinggal bersama neneknya? Tanya Franz akhirnya.
"Ya, dan saat ini neneknya sedang di rawat di rumah sakit," ujar Mr. Smith.
Pantas kemarin dia berkeliaran di rumah sakit...
"Kasihan sekali dia," ucap Franz tanpa sadar.
"Jangan memperlihatkan wajah iba seperti itu, Alexi tak akan pernah suka," jelas Mr. Smith.
Franz tersenyum diam-diam, dalam otaknya sudah tersusun rencana yang dasyat untuk seorang sekretaris sombong.
Tak suka dengan wajah kasihan, bagaimana jika senyum menawan...
Makan siang berakhir Franz dan Mr. Smith tak kembali ke proyek melainkan mereka langsung kembali ke kantor masing-masing.
***
Esoknya Franz sudah berdiri di luar rumah sakit, dengan pakaian rapi ala eksekutif muda. Franz meninggalkan mobilnya di parkiran dan melangkah masuk ke dalam dengan senyum merekah.
Franz, entah apa yang dipikirkan pria itu, pagi-pagi sekali dirinya sudah bangun kemudian bersiap, hingga Carol sang ibu menatap heran pada Franz.
Nona sombong lihat senyum mautku... kau pasti menyesal...
Franz melangkah langsung menuju ruang perawatan nenek Haney, berbekal informasi dari Mr. Smith, Franz yakin tak akan salah kamar. Franz membuka pintu ruang perawatan, melongok dan menatap langsung pada ranjang rumah sakit.
Nenek, berati seorang perempun, bukan laki-laki seprti yang kau lihat Franz bodoh...
Franz pun mundur teratur dengan gerakan pelan menutup pintu. Setelah berhasil keluar Franz menyandar pada pintu, mengatur napasnya. Franz kemudian melihat nomor yang tertera pada pintu tersebut.
"512, salah mungkin 521 lalu dimana letak kamar itu?" Gumannya.
Franz masih mencoba mengingat nomor kamar nenek Haney, kemudian pintu kamar sebelah terbuka.
"Itu dia," teriak Franz tanpa sadar.
Franz segera menutup mulutnya yang tak terkontrol. Ia sadar telah membuat keributan, dengan memasang senyum Franz menghampiri wanita yang berdiri di depan pintu dengan tatapan bingung.
"Hai Alexi, ku dengar nenekmu sedang di rawat, jadi aku memutuskan untuk menjenguk. Tapi ternyata aku salah kamar, jadi disini letak kamarnya," ucap Franz sambil tersenyum, berharap dengan itu Alexi balas tersenyum.
Alexi menatap sebentar wajah Franz kemudian berlalu, karena ia tidak cukup akrab dengan pria yang tiba-tiba muncul sepagi ini. Dan Alexi tidak perduli jika tindakannya ini disebut tak sopan, sebab ia tidak berada di area kantor.
Sedangkan Franz, pria itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, kemudian tanpa permisi masuk ke dalam ruangan Nenek Haney.
Franz mengamati seorang wanita lebih tua dari ibunya, tertidur dengan selang transparan yang terhubung dengan oksigen. Franz mengambil kursi kemudian duduk di dekat ranjang nenek Haney.
Tangan Franz terulur untuk memijat tangan nenek Haney, namun sebelum ia mulai memijat satu suara mengejutkannya.
"Jangan menganggu nenek, jika tak ada keperluan sebaiknya kau pulang, nenek butuh banyak istirahat," ucap Alexi.
Alexi duduk dan membuka bungkusan yang baru saja dibelinya, dengan santai Alexi makan tanpa peduli kehadiran Franz.
"Alexi, kau tidak berniat bertanya namaku, mungkin," tanya Franz sambil duduk menghadap Alexi.
"Aku saja sudah tahu namamu," lanjut Franz bangga.
"Untuk apa?" Tanya Alexi balas menatap Franz, makanan ditangannya sudah habis.
"Ya Tuhan, nona Alexi setidaknya kau mengucapkan terima kasih, karena aku merelakan waktu ku yang sangat berarti demi menjengguk nenekmu," kata Franz mendramatisir.
"Terima kasih, sudah kan," jawab Alexi singkat.
"Apa kau selalu seperti ini?" Tanya Franz
"Maksudmu?" Alexi tak mengerti, kenapa tiba-tiba rekan kerjanya begitu ingin tahu.
"Bersikap tak peduli dengan orang di sekitarmu, kau pikir kau hidup dimana? Kau harus bersosialisai," ucap Franz menggebu.
Alexi tertawa dengan semua ucapan Franz, pria yang sejak pertemuan pertama sudah membuatnya gila dengan keanehannya.
"Kau bilang waktumu berharga, sekarang lebih baik kau ke kantor daripada terus berbicara tak jelas disini kau menganggu istirahat nenek," ucap Alexi kemudian mendekati ranjang untuk melihat sang nenek.
Setelah operasi kemarin neneknya sempat kembali kritis, beruntung neneknya begitu kuat hingga masa itu cepat terlewat. Alexi sangat lega saat dokter mengatakan neneknya sudah pulih dan tinggal menunggu beberapa hari untuk perawatan.
"Kau sangat menyanyagi nenekmu?" Ucap Franz tepat disamping Alexi.
Alexi kaget mendengar suara Franz yang cukup dekat ditelinganya bahkan ia merasakan bahu Franz yang menyentuh bahunya.
"Tentu saja, kau sendiri pasti juga sangat menyayangi keluargamu," jawab Alexi.
"Kau masih ingin disini?" Tanyanya lagi.
"Kau keberatan?"
"Iya," jawab Alexi tegas.
Franz mengaruk tengkuknya, dirinya harus segera pergi sebelum Alexi mengusirnya, paling tidak Alexi sudah mau sedikit berbincang dengannya.
"Kalau begitu aku pulang dulu, bye Alexi," ucap Franz kemudian keluar.
Alexi tersenyum lalu mengengam tangan sang nenek yang masih terpejam.
Haney membuka matanya lalu tersenyum penuh arti pada cucunya. Ia mendengarkan semua percakapan antara cucunya dan seorang pria yang belum sempat dilihat wajahnya.
"Nenek sudah bangun, aku panggilkan dokter dulu," ucap Alexi.
Haney menggeleng, lalu balas mengenggam tangan Alexi. Doanya sebentar lagi akan terkabul dan ia akan sangat bahagia dengan hal itu.
***
Tapi esoknya Franz datang lagi, esoknya dan esoknya lagi hingga Alexi terbiasa dengan sosok Franz yang selalu muncul pagi hari dan kembali lagi saat malam tiba. Nenek Haney pun tampak sangat menikmati waktu mengobrol dengan Franz.
"Jadi nenek apa rahasianya kau masih terlihat cantik?"
Franz tidak canggung lagi dengan Nenek Haney, karena nenek itu cukup bersahabat berbeda dengan cucunya yang sungguh sombong.
"jangan merayu nenek, kau tidak malu, dasar perayu!" Celetuk Alexi.
Franz tersenyum, mendengar celetukan Alexi, wanita muda itu sering kali mengintrupsi obrolannya bersama nenek Haney.
"Kau mau aku merayumu?" Goda Franz.
"Tidak, itu akan terdengar menggelikan di telingaku," balas Alexi.
"Oh, kau melukai ku Alexi, kau tahu semua karyawan di kantorku akan bertekuk lutut dihadapanku saat aku merayu mereka," bangga Franz.
Alexi mendengus sambil menyeret resleting tas bajunya. "kau merayu karyawanmu? Pemimpin macam apa kau? Seharusnya kau sudah dikeluarkan dari perusahaan," ucap Alexi sengit, entak kenapa ia ingin memukul Franz saat ini.
Franz lagi-lagi tersenyum lebar melihat reaksi Alexi, "kenapa kau tidak rela aku merayu karyawanku? Katakan saja, dengan senang hati aku akan merayumu," kekeh Franz.
Nenek Haney ikut tersenyum, kahadiran Franz dalam beberapa hari membuat sedikit perubahan pada sikap Alexi. Haney bisa melihat macam-macam ekspresi wajah cucunya yang selama ini seakan hilang entah kemana.
"Kalian mau sampai kapan berdebat seperti itu?" Sela Haney.
Franz menghampiri nenek Haney dan bersembunyi di balik kursi roda Hanney.
"Nenek tolong aku, cucumu sangat mengerikan," adu Franz.
"Jangan dengarkan dia Nek, ayo aku sudah selesai membereskan baju-baju nenek, kita pulang nek," kata Alexi.
Alexi berpindah ke sisi belakang tubuh Haney, siap mendorong kursi roda namun tangannya di tahan oleh Franz.
Franz menatap Alexi seakan mengatakan 'biar aku saja' pada Alexi. Dan tanpa persetujuan Alexi, Franz sudah mendorong kursi roda Haney.
Alexi mengamati dari belakang punggung Franz, kehadiran pria itu yang tiba-tiba cukup mengagetkannya, membuat banyak pertanyaan dibenaknya. dirinya ingin bertanya namun rasa gengsi membuatnya mengurungkan niatnya itu.
Alexi berjalan sambil terus memikirkan Franz, hingga tak menyadari pria itu berhenti didepannya.
"Kenapa berhenti tiba-tiba," gerutunya sambil mengusap wajahnya yang tak sengaja menabrak punggung Franz.
Franz tersenyum, "kau berjalan tepat dibelakangku nona, seharusnya kau sudah tahu jika aku akan menghentikan langkahku, atau kau berharap aku menyalakan lampu send, maaf saja aku bukan sebuah mobil," ucap Franz.
"Kau tunggu disini, aku ambil mobilku sebentar," lanjutnya lagi.
Alexi menahan lengan Franz tanpa sadar, "aku juga membawa mobil, aku bisa pulang sendiri, terima kasih telah menjenguk nenek."
Franz melepas tangan Alexi lalu meremasnya pelan, "tunggu di sini, oke," ucapnya tak terbantahkan.
Franz pergi untuk mengambil mobilnya, ia tak peduli Alexi yang sudah menolak untuk diantar pulang.
Kemudian Franz kembali di pintu rumah sakit. Franz keluar untuk membantu nenek Haney masuk ke dalam mobil. Petugas rumah sakit membantu membuka pintu. Setelah mengucapkan terima kasih, Franz menghampiri Alexi yang terdiam tampak tidak suka.
"Kau mau diam saja disini, ayo ambil mobilmu dan tunjukkan aku jalan ke rumahmu," ucap Franz.
***
Lalu ketika mobil Alexi sampai di halaman rumah nenek Haney, Franz menghentikan mobilnya dibelakang mobil Alexi.
Franz menunggu Alexi membuka pintu lalu kemudian, ia membantu nenek Haney turun dari mobil dan menuntunnya.
Hal pertama yang Franz lihat saat menginjakan kaki di ruang tamu Alexi adalah seisinya berbau feminim, mulai dari pemilihan warna hingga perabot yang ada didalamnya, membuat matanya sedikit sakit.
Franz mengabaikan warna khas perempuan dalam ruang tamu Haney. Ia lalu menuntun Haney duduk sambil menunggu Alexi selesai dengan bawaanya.
"Franz terima kasih telah membantu nenek," ucap Haney tulus.
"Tidak perlu berterima kasih nek, " sahut Franz.
"Aku melakukan ini karena aku sayang pada nenek," lanjutnya.
Haney mengenggam tangan Franz, "apa kau menyayangi Alexi?"
Franz terdiam dengan pertanyaan Haney, kemudian mulai mengingat tujuannya mendekati Alexi. Sekretaris sombong yang berhasil membangkitkan jiwa Franz yang semula bak tak bernyawa.
"Ya aku menyayanginya," ucapnya kemudian. Tak ada keraguan dalam setiap katanya, dirinya memang sudah jatuh dalam pesona Alexi.
Nenek Haney kemudian melepas tangan Franz dan tersenyum, "kau sungguh-sungguh."
Franz mengangguk karena saat bertemu Alexi dirinya bisa sedikit melupakan bayangan Joy.
Kemudian setelah itu nenek Haney dan Franz berbincang-bincang cukup panjang, godaan dan guyonan dilontarkan Franz hingga membuat perempuan lanjut usia itu tertawa.
"Nenek, sepertinya aku harus kembali ke kantor, nanti malam aku kesini lagi," ucap Franz.
Haney kemudian memanggil cucunya, menyuruh Alexi untuk mengantar Franz ke depan.
"Nek, Franz sudah tahu pintu keluarnya dia bisa berjalan sendiri," tolak Alexi.
Franz yang sudah ditunggu di kantornya akhirnya langsung pamit pada nenek Haney.
"Nenek aku pulang dulu," ucap Franz pada Haney. "Alexi terima kasih sudah mengijinkanku ke rumahmu," ucapnya pada Alexi.
Alexi tidak menjawab hingga Franz menghilang dibalik pintu dan suara mesin mobil bergerak menjauh, menandakan Franz sudah pergi.
"Lexi...," panggil Haney.
Alexi duduk di sebelah sang nenek, "iya nek, nenek mau istirahat, ayo aku bantu nenek ke kamar."
Alexi menuntun nenek Haney ke kamar, kemudian merebahkan tubuh Haney dan menyelimutinya.
"Alexi, menikahlah dengan Franz," ucap Haney.
Alexi tersenyum mendengar perintah Haney. Bagaimana ia bisa menikah dengan Franz. Ia sendiri tak mengenal Franz lebih jauh, Franz pria itu hanya kebetulan mampir di hidupnya, lama-lama kelamaan pasti akan bosan dan menghilang begitu saja. Dirinya juga tak mau besar kepala dengan perhatian Franz saat ini.
"Ya , jika nanti Franz mengajakku menikah," kekeh Alexi ia yakin sebentar lagi Franz akan lupa dengan dirinya.
"Nenek yakin sebentar lagi dia akan mengajakmu menikah," ucap nenek Haney.
"Aku tak mau besar kepala," ucap Alexi dalam hati.
***
Franz pulang ke rumahnya pukul sebelas malam. Ia tak lagi tinggal di apartemen sesuai janjinya waktu itu.
"Akhir-akhir ini kau sering pulang malam."
Baru saja masuk, sang ibu sudah mengagetkannya, belum lagi sosoknya yang terlihat samar dalam kegelapan ruang tamu, membuat bulu kuduknya meremang.
"Ibu belum tidur, ini sudah malam."
Franz mengabaikan ucapan ibunya dan lebih memilih menuntun ibunya ke kamar.
"Franz, kau darimana saja?"
"Ini sudah malam, bu. Sebaiknya ibu tidur, dan jangan berpikir yang aneh-aneh tentangku," ucap Franz.
"Selamat malam bu," ucap Franz sebelum keluar kamar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro