Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 15

Pukul 09.00 pagi Franz berdiri di depan cermin wastafel kamar mandi dengan wajah dan pikiran  kusut. Kini otaknya penuh dengan pertanyaan tentang apa yang ia lakukan semalam.

Semua berawal dari rasa kecewanya pada Alexi dan rasa kesalnya pada Ed. Sehingga ia memilih menghabiskan waktu di club daripada membicarakan dengan istrinya. Sekarang ia menyesal, merasa bodoh dengan sikapnya yang pengecut.

Franz memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam untuk menangkan diri. Setelah ini ia akan mencari Alexi dan meminta maaf atas perbuatannya. Meski Franz tak ingat apapun saat mabuk, Franz sudah berniat meluruskan benang kusut yang ia ciptakan sendiri. Ia akan menyingkirkan prasangka buruk yang ia tuduhkan pada Alexi. Ia akan bertanya baik-baik tentang Ed dan hubungannya dengan Alexi. Dengan begitu ia tak akan pusing lagi.

Diputarnya kran air lalu mencuci tangan dan membasuh wajahnya. Dinginnya kucuran air sedikit menyegarkan wajahnya dan pikirannya. Selesai mencuci muka Franz mengambil handuk yang tergantung di dekat wastafel dan mengeringkan wajahnya. Ia akan menemui Alexi.

***

"Alexi!" Franz sedikit berteriak dari pintu kamar. Ia tahu biasanya Alexi sedang menemani ibunya memasak.

Franz tersenyum mengingat protes Alexi yang ingin segera masuk kantor namun ia tak mengijinkan. Sebetulnya bukan alasan kesehatan saja, melainkan ada alasan lain yang tak mungkin ia katakan.

"Ibu?"

"Kau sudah bangun." Carol menggiring anaknya untuk duduk. "Sarapan dulu."

Franz sedikit heran dengan ibunya. Jika biasanya ibunya akan memarahinya saat ia ketahuan mabuk dan tidak pulang. Kini yang ia dapati tingkah yang terkesan biasa saja. Ia jadi sedikit curiga.

"Ibu."

"Kenapa? Kau mau menambah rotinya."

"Bukan itu. Katakan padaku apa yang ibu rencanakan," cecar Franz, ia mulai khawatir karena belum juga melihat Alexi ditambah dengan sikap ibunya.

"Maksudmu? Ibu tak mengerti. Oh ya kau mencari Alexi? Dia pergi pagi-pagi sekali."

"Kemana?"

"Ibu tak tahu, Alexi langsung pergi begitu saja."

Franz langsung beranjak dari meja makan, "aku pergi, bu.

***

Semilir angin menerbangkan ujung rambutnya. Sudah sejam lalu ia hanya  berjongkok di depan makam neneknya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Satu sisi ia sangat ingin terus bersama Franz. Tapi ia juga tak mau egois. Ia tak mau mengulang kesalahan orang tuanya karena sikap egois mereka.

"Lexi?"

Jantung Alexi berdegub kencang mendengar suara, Franz. Ia tak menyangka Franz akan menyusulnya kesini. Padahal ia mengatakan pergi ke supermarket pada ibu mertuanya.

"Franz? kau disini."

Franz mengambil tempat di sisi Alexi, ikut berjongkok di depan makam nenek Haney. Ia ingin meminta maaf karena berpikir buruk tentang Alexi.

"Nenek maafkan aku tidak bisa menjaga Alexi dengan baik," kata Franz sengaja melewatkan pertanyaan Alexi.

"Tapi aku janji akan memperbaikinya dan menjaga Alexi dengan segenap jiwaku," ucap Franz lagi.

Sementara itu, Alexi hampir meneteskan air matanya mendengar ucapan Franz. Ia begitu sedih saat harus membuat Franz terpaksa berjanji pada neneknya. Padahal kenyataanya Franz sangat tersiksa bersamanya.

"Franz, apa yang kau lakukan?" Tanya Alexi, ia tak menutupi lagi air matanya.

"Hei, kau menangis." Franz memeluk Alexi dan membawanya menjauh dari makam nenek Haney. Ia tahu wanita selalu sensitif jika menyankut orang yang disayanginya.

Franz membawa Alexi masuk kedalam mobil. Berusaha menenangkan Alexi dengan mendudukan wanita itu dipangkuannya dan mengusap punggungya.

"Jangan ke tempat ini sendiri, kalau kau sedih begini siapa yang akan memelukmu," bisik Franz sambil mengelus rambut Alexi.

"Kenapa kau baik padaku?" Alexi menikmati perlakuan Franz padanya. Ia pun mengeratkan pelukannya pada leher Franz. Menghirup aroma Franz yang mungkin akan sangat ia rindukan jika mereka berpisah.

"Karena kau istriku," jawab Franz.

"Kalau aku bukan istrimu, apa kau akan baik juga padaku?" Tanya Alexi sedikit mendongak agar bisa melihat wajah Franz.

Franz tersenyum mendengar pertanyaan Alexi. Ia menggesekan ujung hidungya dengan hidung bangir Alexi. Ternyata ia merindukan saat-saat bersma seperti ini. "Aku akan tetap baik padamu. Karena kau adalah orang baik.

Alexi kembali menenggelamkan wajahnya pada leher Franz. Sambil berpikir tentang ucapan Max tempo hari yang sangat jahat padanya. Mengapa Max tidak bisa berpikiran seperti Franz?

"Sayang!" Panggil Franz dengan suara serak.

Mendengar panggilan dengan nada tidak biasa dari Franz membuat Alexi langsung mendongak. Ia ingin memeriksa apa yang terjadi dengan Franz hingga suaranya berubah serak seperti itu. Namun niatnya harus tertelan saat tiba-tiba Franz malah menciumnya.

"Aku merindukanmu," bisik Franz.

Alexi yang menerima juga merasakan hal yang sama, ia merindukan Franz dan sentuhan pria itu. Namun ia harus tetap menahan Franz.

"Franz!"

Franz menyudahi aksi menciumnya lalu cepat menurunkan Alexi dari pangkuanya. "Pasang sabuk pengamanmu kita akan terbang," kata Franz lalu segera tancap gas dengan kekuatan panuh.

***

Franz memainkan ujung rambut Alexi yang menjuntai. Setelah melewati beberapa sesi yang menegangkan kini Alexi ambruk disampingnya. Wanita itu tertidur dengan posisi yang sebenarnya masih mampu membuatnya bangkit. Tapi Franz masih memiliki rasa kasihan untuk membiarkan Alexi tertidur.

Franz menunggu Alexi bangun sambil memainkan ponselnya. Ia membalas beberapa email pekerjaan dan mengecek  pekerjaannya sendiri. Tiba-tiba satu email dengan alamat yang tidak di kenalnya masuk. Subjek emailnya juga tidak jelas. Franz malas untuk membukanya namun karena penasaran, ia akhirnya membuka email tersebut.

Email itu berisi beberapa foto istrinya dengan seorang pria. Foto pertama terlihat Alexi mendatangi pria itu, kedua mereka berpelukan, ketiga mereka masuk dalam mobil dan foto ke empat adalah yang membuat darah Franz mendidih. Franz hampir meremukan ponselnya, tapi ia buru-buru bangkit dan menuju kamar mandi.

***

Saat terjaga, Alexi tidak menemukan Franz bersamanya. Setelah kegiatan yang melelahkan tadi Alexi langsung tertidur hingga melewatkan waktu untuk mengobrol. Seperti yang biasa mereka lakukan. Padahal banyak sekali pertanyaan yang ingin ia utarakan.

Sambil melemaskan ototnya yang kaku, Alexi mengedarkan pandanganya kesekitar kamar apartemennya. Ya, Franz membawanya ke apartemen yang tempatnya lebih dekat dari kawasan pemakaman. Mengingat itu, pipi Alexi kembali panas, betapa bringasnya Franz saat bersamanya tadi. Bahkan Pria itu tak melepas ciumannya saat dari tempat parkir hingga kamar mereka. Alexi memegang pipinya, sepertinya saat keluar nanti ia harus menyamar agar tidak dikenali petugas apartemen.

"Franz!" Teriak Alexi namun tak ada jawaban.

Alexi memakai selimutnya untuk menutupi tubuhnya. Ia melangkah pelan lalu membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Franz sedang duduk sambil menyaksikan pertandingan bola. Sepertinya pria itu sudah mandi dilihat dari rambutnya yang sedikit basah. Ia berjalann berjingkat sambil tetap menjaga selimutnya agar tak melorot. Setelah sampai tepat dibelakang Franz, Alexi memeluk leher suaminya dan menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Franz.

Dirasanya Franz berjengkit kaget namun pria itu tak menoleh. Franz tetap menonton seakan bola itu lebih menarik dari dirinya.

Tak putus asa, Alexi beralih ke hadapan suaminya. Dengan masih mengunakan selimut sebagai pelindung tubuhnya Alexi berdiri sambil berkacak pinggang. Membuat selimut melorot kebawah lalu cepat-cepat ia rapikan kembali.

"Franz," panggil Alexi dengan suara mendayu khas anak kecil yang tengah merajuk meminta perhatian.

***

"Franz."

Panggilan Alexi membuatnya mau tak mau menatap sumber suara. Dilihatnya penampilan Alexi yang saat ini hanya mengunakan selimut. Oh, demi apapun Franz ingin sekali berteriak di depan Alexi.

"Kau kenapa?" Alexi beralih duduk disamping Franz lalu menyentuhkan punggung tangannya pada dahi Franz. "Tidak panas, kau sebenarnya kenapa? Jangan diam saja Franz," ucap Alexi lagi ketakutan. Mungkinkah Franz sedang menyesali apa yang baru saja terjadi?

"Pakai bajumu setelah itu aku ingin bicara padamu," kata Franz tanpa menoleh.

***

Alexi duduk dengan kaku diseberang Franz yang terdiam sejak lima menit lalu. Pria itu sesekali mengusap wajahnya lalu meliriknya. Alexi mulai takut dengan apa yang akan didengarnya.

"Franz sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" Tanya Alexi akhirnya.

Franz memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Mencoba menghilangkan sesak dalam hatinya meski tak berhasil sepenuhnya.

"Mengapa malam itu kau ingin kita berpisah?"

Alexi terdiam, meski telah menduga tetap saja ditanya langung seperti ini membuatnya sulit untuk menjawab.

"Apa karena pria itu?" Franz menyodorkan ponselnya pada Alexi.

Foto Alexi bersama Ed terlihat jelas pada layar benda pipih tersebut. Namun yang membuat Alexi kaget adalah posisi foto tersebut. Alexi tidak pernah melakukan apapun seperti yang terdapat di foto tersebut.

"Kau percaya dengan foto itu?" Tanya Alexi.

"Aku melihat sendiri saat kau berpelukan. Apa aku harus tidak percaya dengan mataku? Apa karena dia kau ingin berpisah dariku?"

"Aku bisa jelaskan padamu, semua foto itu palsu. Aku dan Ed hanya mengobrol bersama ibunya."

"Bahkan kau mengingat namanya? Sudah sejauh mana hubungan kalian. Aku tidak menyangka kalian sering bertemu di belakangku."

"Terserah apa katamu tapi aku tetap tidak melakukan seperti apa yang kau tuduhkan."

Setelah itu Alexi pergi meninggalkan Franz. Sakit hatinya karena Franz lebih percaya pada sebuah gambar palsu daripada dengan dirinya.

***

Alexi dalam perjalanan menuju rumah Ed. Ia harus membawa Ed pada Franz. Agar pria itu percaya jika ia tak pernah melakukan seperti apa yang ada di foto itu.

Setelah sampai Alexi segera masuk ke dalam rumah Ed. Pria itu sudah menunggu di ruang tamu. Dengan langkah cepat Alexi mendatangi Ed. Pria berkaca mata itu tersenyum menyambutnya.

"Kau terlihat kacau?" Tanya Ed.

"Kau harus ikut aku dan menjelaskan semuanya."

"Baiklah. Aku akan menjemput istriku dulu baru aku bersedia kau bawa."

"Baiklah."

***

Dan disinilah mereka. Ed mengatakan istrinya kembali membuka toko bunga yang lama setelah mereka pindah. Alexi tidak begitu mendengar cerita Ed, ia hanya fokus pada jalan yang sebenarnya juga tak terlalu menarik.

Ed membuka pintu kaca toko tersebut di ikuti oleh Alexi. Bau segar bunga tercium semakin jelas saat Alexi masuk. Langkahnya semakin dalam mengikuti Ed. Namun tiba-tiba Ed berhenti berjalan membuat Alexi hampir menambraknya.

Alexi maju selangkah untuk melihat apa yang membuat Ed berhenti. Namun keputusannya salah, karena kini ia dengan jelas melihat Franz tengah memeluk wanita lain.

"Franz!"

***

Setelah Alexi keluar dari apartemen, Franz baru kembali kedunianya. Ia tadi hanya terdiam selama beberapa menit hingga melewatkan hal terpenting. Lalu tanpa menunggu lama, Franz segera beranjak keluar dari apartemen.

Tempat itu masih ramai hingga Franz harus menunggu sampai semua orang pergi. Setelah memastikan keadaan sudah sepi barulah Franz keluar dari mobil dan masuk ke tempat tersebut.

Ini persis seperti yang dilakukannya dulu. Menunggu toko bunga sepi, hingga ia hanya berdua saja dengan pemiliknya.

"Kau datang?"

Sambutan ramah namun penuh keheranan menyapa telinga Franz. Ia tersenyum lalu mulai berjalan mendekati pemilik suara.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Franz.

"Tentu saja. Memangnya apa yang membuatmu kemari? Kau ingin membelikan bunga untuk istrimu?"

Ada rasa sakit saat wanita di depannya menyinggung tentang istrinya. "Tidak. Aku kemari karena aku khawatir denganmu."

"Franz, cerita kita sudah lama terkubur dan kau sendiri sudah sepakat untuk tidak mengulangnya. Pernahkan kau berpikir perasaan istrimu? Apa akan dia rasakan saat melihatmu masih menghawatirkanku. Dan juga suamiku apa berpikir tentangnya juga," tanya Joy.

Franz tertawa hambar, "apa saat kau melihat ini kau masih membela suamimu yang kau cintai itu."

Ia menyerahkan ponselnya pada Joy. Berharap wanita itu terbuka matanya bahwa suami yang di cintainya tak lebih dari pria brengsek yang berkhianat dengan istrinya.

"Apa kau masih ingin membelanya?" Tanya Franz lagi saat tak ada reaksi dari Joy.

"Oleh sebab itu aku kemari, aku tahu walau kau wanita kuat sekalipun pasti akan menangis." Franz menghampiri Joy dan memeluknya. Rasanya masih sama saat terakhir kali memeluk wanita itu.

"Kenapa dulu kau ingin bersamanya," tanya Franz.

Joy tak menjawab dan Franz menganggap itu sebagai hal wajar mungkin Joy sedang menyesali keputusannya dulu.

"Franz!"

Panggilan itu membuat Joy tersentak dan segera melepaskan pelukan Franz. Dan saat itu pula sebuah tamparan keras hampir melayang pada pipinya beruntung tangan besar Franz segera menghalangi.

"Apa yang kau lakukan?!"

Franz mencengkeram tangan Alexi yang hampir menampar Joy. "Kau datang kemari dan membuat keributan! Sebenarnya apa maumu?"

Air mata Alexi meluncur begitu saja. Sakit ditangannya bahkan tak lebih sakit dari yang dirasakan oleh hatinya. Ucapan Franz yang kasar dan tatapan pria itu yang dingin membuatnya tak kuasa untuk menahan diri. Kini ia tahu siapa wanita yang namanya selalu disebut saat Franz mabuk. Wanita bernama Joy yang sempat ia tolong di rumah sakit. Pantas saat itu Franz begitu panik. Dan bodohnya ia baru mengetahui sekarang. Wanita itu begitu cantik sangat jauh dengan dirinya yang biasa.

"Aku mau kita berpisah," kata Alexi.

"Baik. Jika kau memilih si brengsek itu," ucap Franz masih dingin.

"Kau juga sama brengseknya."

"Apa? Kau berani memakiku," tanya Franz tak percaya.

"Aku tidak peduli! Temui aku jika kau sudah menandatangi surat cerai kita."

***

Alexi membereskan semua barang-barangnya sampai tak tersisa satupun. Keputusannya sudah bulat untuk meninggalkan Franz. Walau hatinya sakit melihat Franz tak mempercayainya namun ia mencoba menerima itu. Sebisa mungkin Alexi akan menata hidupnya kembali, bekerja dan melupakan apa yang terjadi pada hidupnya yang hampir setahun ini. Alexi harus bersyukur karena tak memiliki anak dari pria itu, sehingga ia tak perlu menjelaskan apapun tentang perpisahan kedua orang tuanya.

Selesai membereskan barangnya, Alexi segera beranjak. Satu hal lagi yang harus dia lakukan yaitu menjelaskan kepada ibu Franz. Seorang ibu yang sudah seperti ibu kandungnya sendiri. Bagaimanapun pasti wanita tua itu harus tahu.

"Alexi, kau mau kemana, kenapa membawa kopermu."

Alexi menghampiri ibu mertuanya, "Alexi tidak akan tinggal disini lagi, bu."

"Kalian bertengkar? Biacarakan dulu baik-baik jangan asal pergi begitu saja. Kau tahu keputusan yang diambil saat emosi mengusai kita itu bukan keputusan baik. Sebaiknya kau berpikir ulang, jangan sampai kau dan Franz menyesal."

Mendengar nasihat ibu mertuanya membuat air matanya hampir menetes kembali. Seharusnya ibu Franz mengatakan itu pada Franz saat dulu akan menikahinya. Sehingga tak ada penyesalan dari pria itu.

"Semoga aku tak pernah menyesal dengan keputusanku, bu. Aku pergi tapi ibu jangan khawatir walaupun aku bukan menantu ibu lagi aku akan sering memberi kabar pada ibu. Dan satu lagi ibu harus sehat agar tetap bisa menjaga Franz."

"Jangan pergi, sebenarnya apa masalah kalian," kata Carol panik.

"Biarkan dia pergi, ibu jangan menghalanginya," kata Franz yang tiba-tiba muncul.

Alexi melirik sebentar, penampilan pria itu kacau bahkan ada noda darah disudut bibirnya. Mungkin berkelahi dengan Ed.

"Aku pergi terima kasih atas semuanya."

Franz menahan napasnya saat Alexi begitu saja melewatinya. Ia tak menyangka beberapa jam yang lalu mereka baru melepas rindu masing-masing dan kini mereka harus berpisah.

***

Ruangan itu langsung berubah terang saat Alexi menekan tombol lampu. Sambil menyeret kedua kopernya Alexi menggedarkan pandangannya pada ruang tamu rumah lamanya. Untuk sementara ia akan tinggal di rumah ini sampai dirinya mendapat pekerjaan dan setelah itu ia akan pindah. Alexi tidak akan mengingat lagi apa yang sudah menjadi masalalunya.

Alexi membuka kamarnya dan meletakan koper-kopermya disana. Alexi mulai membuka kain putih yang menutupi semua barang yang ada dikamarnya. Sudut demi sudut ruangan ia bersihkan hingga layak untuk ia tempati. Setelah membereskan kamarnya ia beralih membersihkan semua ruangan dalam rumahnya. Tak memakan waktu lama hingga semua bersih.

"Selesai." Alexi menatap  hasil pekerjaannya dan tersenyum senang. Tapi senyumnya tak bertahan lama, Alexi mengingat kembali semua kenangan bersama neneknya dan ingatan saat pertama kali Franz masuk dan duduk di ruang tamunya. Rasa sesak yang menghimpit hatinya membuatnya susah bernapas untuk sejenak. Namun, Alexi cepat-cepat menghapus segala rasa yang menyesakan itu.

Setelah mandi Alexi merasa pikirany kembali segar. Ia mendudukkan dirinya di sofa, menyalakan televisi dan menikmati segelas cola. Tak ada apapun untuk dimasak sehingga ia terpaksa mengisi perutnya dengan makanan restoran yang sejujurnya tak terlalu disukainya. Sambil menikmati makan malamnya yang hambar Alexi menyusun rencana hidupnya. Hidup dengan tujuan baru dan mungkin suasana baru. Mungkin di negara baru.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro