Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 13

Saya tahu cerita ini makin enggak jelas buat yang baca tapi saya akan tetap selesaikan, ya walau updatenya gk tentu karena saya harus curi-curi waktu. Dan buat yang udah luangin waktu buat baca apalagi coment terima kasih dan silahkan baca terus jika bosan harap tinggalkan jejak #maksa.
Okelah .... sekian cuap-cuap saya selamat membaca.... dan jangan timpuk saya....😂😂😂😂

Puas menghajar Ed, Franz tak langsung kembali ke rumah. Ia mengemudikan mobilnya ke kawasan apartemennya dulu. Tak mungkin ia pulang dengan keadaan kacau atau Alexi akan cemas terlebih ibunya, lagipula ia sudah bilang akan lembur jadi tak masalah jika tak pulang. Selama perjalanan, otaknya terus berpikir tentang Alexi yang tiba-tiba bersama Ed, apa hubungan mereka dan sejauh mana Ed mengetahui masalalunya bersama Joy.



Selesai membersihkan diri, tubuh lelahnya ia rebahkan pada sofa, matanya menatap lurus langit-langit ruang tamunya yang sedikit berdebu, tapi tak masalah baginya, ia hanya singgah sementara. Sekilas bayangan pertemuannya dengan Alexi melintas diotaknya. Ditempat inilah kali pertama ia bertemu dengan Alexi, gadis yang sangat menyebalkan pada awalnya namun, berhasil mencuri hatinya dipertemuan keduanya. Hidup bersama tak membuatnya mengenal jauh sosok istrinya begitu pula kehidupan Alexi sebelum bertemu dengannya. Lagipula selama ini ia hanya mendengar cerita masa kecil Alexi dari nenek Haney dan seingatnya nenek Haney tak pernah menyinggung tentang Ed. Lalu haruskah ia bertanya pada Alexi langsung? Akan sangat konyol jika ia tiba-tiba menanyakan tentang Ed.



"Argh...!" Teriaknya kesal, ingin ia melempar apapun sebagai pelampiasan namun, ia masih sayang dengan benda dalam apartemennya.



Lelah berpikir, akhirnya mata itu tertutup menyelami alam mimpi yang ia harapkan indah. Tanpa tahu benda pipih dalam dashboard mobilnya menyala-nyala minta perhatian.



***



Tepukan pelan pada bahunya membuat ia terjaga.



"Franz," kata Alexi matanya terbuka lebar menatap seseorang yang membangunkannya namun, ia harus menelan kekecewaan pasalnya bukan suaminya yang membangunkannya.



"Kenapa tidur di ruang tamu? Tanya Carol heran.



"Ah, itu...." Alexi tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada ibu Franz. Semalam saat mengecek ponsel terdapat banyak panggilan dan pesan dari Franz yang menanyakan keberadaanya lalu saat ia menghubungi Franz pria itu tak menjawab panggilannya. sehingga ia memutuskan menunggu di ruang tamu. Namun suaminya itu tidak pulang.



"Kau menunggu Franz?"



Mengaguk, akhirnya hanya itu yang dapat Alexi lakukan karena tanpa menjelaskan ibu mertuanya itu pasti sudah menebak.



"Dasar anak gila kerja, biar ibu menghubungi Max agar mengurangi pekerjaannya," kata Carol mulai membuka ponselnya. "Padahal ibu sudah menyuruhnya pulang cepat semalam?"



"Maksud ibu?"



"Iya, ibu bilang padanya untuk mencarimu karena kau belum pulang jadi ibu khawatir, ibu pikir kalian pulang bersama," jelas Carol lalu mulai berkonsentarasi pada ponselnya.



"Max, ini ibu, kau tahu Franz dimana? Dia tidak pulang semalam."



"Ya sudah, tolong cari dia ya."



"Hmm, ibu tutup dulu."



"Nah, Lexi sekarang tidak perlu khawatir Max akan membantu mencari Franz," kata Carol pada menantunya, ia tahu siapa yang bisa menangani Franz.



"Tapi, bu. Tak perlu libatkan Max. Aku bisa mencari Franz sendiri," kata Alexi tak suka dengan ide ibu mertuanya.




"Sudah, kau di rumah saja."



Alexi pun hanya bisa mengalah mendengar keputusan ibu Franz.





***



Sementara itu di tempat berbeda, Franz seperti orang gila yang tengah kesurupan. Ia mondar-mandir dari kamar ke dapur lalu kembali ke kamar begitu seterusnya hingga ia capek sendiri.



"Ayo otak pintar berpikirlah," ucap Franz pada diri sendiri. Sejam lalu ia dibuat bingung karena tak menemukan benda berharga miliknya.



"Dimana aku meletakkannya?" Tanyanya lagi.



Franz berdiri tegak menatap semua penjuru ruangan, berpikir kira-kira kemana perginya benda pipih yang selalu dalam genggamannya. Lama berpikir tiba-tiba pintu apartemennya diketuk.



"Siapa yang berani bertamu pagi-pagi," gerutunya lalu berjalan menuju pintu yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia ingin sekali memarahi siapapun yang mengangunya pagi ini. Namun, saat pintu terbuka niatnya tadi diurungkan, ia tahu siapa tamu tersebut, dan bisa berakibat fatal ia memarahi tamunya itu.



"Selamat pagi!" Orang tersebut menyapa dengan ceria.



"Ah, selamat pagi," jawab Franz kikuk.



"Mommy melihat mobilmu di tempat parkir, jadi mommy pikir kau juga membutuhkan sarapan," jelasnya seolah bisa membaca benak Franz.



"Oh, terima kasih. Bibi tidak perlu repot-repot," kata Franz menerima kotak makan yang terlihat lezat.



"Ini tidak merepotkan, kebetulan mommy sedang mampir dan satu lagi jangan panggil aku bibi, kau sudah mommy anggap seperti anak sendiri jadi tak perlu sungkan."



"Kau memang merepotkan!" Max muncul dibalik tubuh ibunya dan tentu saja mengagetkan Franz. Max kemudian menerobos masuk dan langsung duduk di salah satu sofa.



"Max?" Bingung Franz, bagaimana Max tiba-tiba bisa di dalam apartemennya.



"ya sudah mommy temui cucu-cucu mommy dulu, selamat menikmati sarapannya."



"Ah ya, terima kasih mom," ucap Franz pada mommy, "rasanya aneh saat aku memanggil bibi dengan sebutan mommy," katanya begitu ibu Max sudah keluar. "Dan kau Max kenapa bisa berada disini, merindukanku?" Tanya pada Max.



"Gila! Shanne menginap di apartemen ayah mertua dan aku mengantar mommy kesini untuk melihat cucunya," jelas Max.



"Oh pantas, wajahmu terlihat keruh, ayah mertua ya." Franz menggoda Max dan mulai membuka sarapannya, "mau sarapan bersama?" Tawarnya.



"Tidak terima kasih, dan jelaskan kenapa kau berada disini?"



"Ah! Ini enak sekali, kau yakin tidak mau mencoba."



"Aku memakannya setiap hari, bodoh! Dan jangan mengalihkan pembicaraan."



"Baiklah-baiklah, sensitif sekali yang semalam tidak mendapat jatah," cibir Franz.



"Katakan sekali lagi dan aku akan memukulmu."



"Masih belum berubah? Mengerikan! Baiklah biarkan aku menyelesaikan sarapanku dan aku akan menjawab semua pertanyaanmu, oke," kata Franz mulai menyantap sarapannya.



Akhirnya setelah menghabiskan waktu setengah jam, Franz berhasil menyelesaaikan sarapan paginya. Kini ia tampak menepuk perut sedikit membuncitnya.



"Sepertinya aku harus olahraga agar tujuh kotak pada perutku kembali," kekeh Franz mengingat tubuh atletisnya dulu.




"Seperti kau punya saja," ejek Max, kini sudah duduk dengan benar dan bersiap mengintrogasi Franz. "Kenapa kau bisa berada di apartemen?" Tanyanya.



"Entahlah, tiba-tiba mobilku meluncur ke sini," jawab Franz tak acuh, sejujurnya ia enggan mengingat kejadian malam lalu, dan berkat Max kini ia teringat lagi.



"Baiklah, aku tak peduli bagaimana caramu bisa berada disini dan selamat bergelut dengan masalahmu. Satu lagi, kantor menunggumu atau kedudukanmu akan kuganti," ancam Max lalu beranjak pergi. Ia tak sungguhh-sungguh dengan ucapannya karena ia tahu Franz sangat mencintai pekerjaannya. Dan seperti dugaanya Franz kini menghadang langkahnya.



"Apa yang akan kau lakukan jika melihat Shanne dalam pelukan pria lain?" Tanya Franz pada Max.



"Aku akan membunuh pria itu dan kenapa kau bertanya seperti itu? Atau istrimu?"



"Benar, malam kemarin aku melihatnya sedang berpelukan dengan pria lain," jawab Franz lesu.



"Tunggu, apa pria yang kau maksud itu Ed?" Tanya Max setelah mengingat sesuatu yang mengganjal dipikirannya.



"Bagaimana kau tahu?"



"Aku pernah melihat mereka di sebuah cafe dan mereka terlihat akrab."



"Apa karena ini kau selalu menatap tajam istriku?" Tanya Franz penuh selidik pasalnya setiap kali Alexi bertemu dengan Max, istrinya selalu mengeluhkan tentang tatapan Max yang cenderung tidak bersahabat.



"Ya, kau keberatan? Aku hanya memastikan tak ada kebohongan dimatanya, itu saja." Max menjawab lalu beranjak, "aku tahu kau bisa menyelesaikan masalahmu dan tolong beritahu ibu jika kau baik-baik saja, aku pergi dulu."



Setelah itu keadaan benar-benar sepi hanya Franz seorang diri bergelut dengan pikirannya. Apa yang Alexi lakukan dibelakangnya selama ini? Mengapa Alexi tidak pernah bilang? Dan apa semua ini rencana Ed untuk membalasnya? Atau? Memikirkan itu membuat Franz benar-benar ingin menghajar Ed.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro