Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 12

masih ada yang nunggu cerita ini? Maaf lama update hehhe...
Selamat membaca dan maaf kalau garing dan kuranv greget. Saya mah memang begitu

***

Pintu terdorong terbuka bersama sosok Franz, gelap dan sunyi itu lah yang menyambutnya. Wajar saja saat ini jarum jam menunjuk angka 1 dini hari. Franz mengusap wajahnya guna mengusir lelah lalu tanpa menyalakan penerang, ia berjalan menaiki tanggga ke lantai dua, letak kamarnya. Namun, belum juga kakinya menapaki undakan tangga ibunya sudah lebih dulu mengagetkannya mungkin saja jika bukan berada di rumahnya ia pikir itu hantu.

"Darimana saja kau?" Tanya carol dengan wajah mengantuknya.

"Aku ada urusan makanya aku pulang larut, hm.. bu aku istirahat dulu," kata Franz lalu melanjutkan langkahnya. Ia lelah dan tak berniat menjelaskan tentang keterlambatannya.


Tidak biasanya Franz mengacuhkan Carol seperti tadi, seberapa malam pun Franz pulang pria itu pasti menemani ibunya. Sikap Franz saat ini mengingatkan Carol pada tiga tahun yang lalu, semoga saja itu hanya perasaannya saja. Carol melanjutkan lankahnya menuju dapur, ia berhenti di meja makan.

"Dia bahkan tidak menyentuh makan malamnya," guman Carol sedih.

***

Sama seperti ruang tamunya keadaan kamarnya pun sama, gelap dan sepi hanya suara dari pendingin ruangan yang sepertinya disetel terlalu dingin, hingga Franz bisa merasakan hawa dingin menusuk kulitnya.

"Haah." Desah napas panjang keluar dari bibirnya, dinyalakannya lampu tidur dekat ranjang. Seketika ruangan menjadi sedikit lebih terang, ia dapat melihat tubuh Alexi meringkuk diatas ranjang tanpa sebuah selimut.

"Kau bisa sakit sayang," gumannya lalu menaikkan selimut Alexi, "maafkan aku, seharusnya aku menemanimu bukan pergi tidak jelas seperti tadi." Ia membaringkan tubuhnya disebelah Alexi, ditariknya Alexi lebih dekat padanya.

Menyadari ada yang memeluknya Alexi membuka mata dan ia menemukan suaminya.

Dari mana saja, dia baru pulang, namun pertanyaan itu tidak keluar dari mulutnya.

"Kau terbangun? Alexi," tanya Franz sambil melirik Alexi.

"Kau kedinginan, hm? Biar aku menghangatkanmu." Franz membawa Alexi dalam dekapannya lebih dalam lagi.

***

"Kau pulang terlambat, lagi?" Genggamannya pada ponsel mengerat, hingga nyaris meremukan benda pipih itu. Terkadang ia ingin bertanya pekerjaan apa yang begitu menyita waktu suaminya. Atau itu semua sebagai ganti atas Franz yang menungguinya di rumah sakit?

"Alexi?"

"Hm," jawab Alexi berusaha menjaga nada suaranya.

"Kau marah?"

Apa kau marah? Alexi menertawai dirinya, pantaskah ia marah pada suami yang bekerja?

"Sudah seminggu dan kau selalu lembur." Alexi menyuarakan rasa kesalnya, "jika pekerjaanmu begitu banyak, kenapa kau menolak aku membantumu?"

"Sayang," terdengar napas berat Franz diujung sana, "kau baru saja sembuh, aku tidak ingin kau terlalu lelah, bisakah kau mendengar suamimu ini begitu khawatir?"

"Ya aku tahu, tapi Franz kau juga harus memikirkan kesehatanmu."

"Aku senang kau khawatir seperti itu, tapi tenang saja, suamimu ini sangat kuat, sayang."

"Ya... ya... tuan sok kuat jika kau tumbang nanti maka bersiaplah istrimu ini tak akan memberi ampun lagi," ancam Alexi.

"Huh... kau terdengar mengerikan. Tapi aku suka, ya sudah aku kembali bekerja, baik-baik di rumah ya."

"Franz-"

"Ya?"

"Pulanglah untuk makan siang, kau sering melewatkannya belakangan ini."

"Ya."

Lalu sambungan telepon terputus begitu saja, Alexi menghela napas menghilangkan kesal yang masih tersisa, lalu ia keluar dari kamar menghampiri ibu Franz.

"Ibu, Franz akan pulang untuk makan siang," katanya pada carol.

"Kau membujuknya?"

Alexi mengangguk sebagai jawaban lalu mulai menyiapkan bahan untuk dimasak. Selama cuti  kegiatannya hanya menemani ibu Franz, menonton tv, dan tidur. Terkadang ia merindukan suasana kantor.


Setengah jam kemudian Franz muncul dari balik pintu tanpa suara. Pria itu sengaja mempercepat kedatangannya untuk memberi Alexi kejutan. Ditangan kanannya sebuah kantong toko coklat favorit Alexi. Berharap dengan sebuah hadiah Alexi tidak terlalu marah dengannya lagi. Lantas pria itu menghampiri istrinya yang masih fokus memasak. Dipeluknya tubuh ramping Alexi dari belakang.

"Kau tidak terkejut?" Tanya Franz saat tak mendapat reaksi kaget Alexi. Dalam benaknya wanita itu akan berjengit dengan kedatangannya yang tiba-tiba lalu tersenyum senang. Namun, yang didapat justru sebaliknya Alexi tetap melanjutkan memasak meski kedua tangannya melingkar mesra pada perut Alexi.

"Tidak."

"Kau sudah tahu aku datang?" Franz masih tidak percaya. Ia berpikir Alexi mempunyai mata dibelakang kepalanya.

"Suara mobilmu tidak dapat disembunyikan juga bau parfummu yang sangat aku kenal," kata Alexi sambil memindah masakannya dalam piring dengan Franz yang masih memeluknya. "kecuali jika kau mengganti parfummu," lanjutnya.

"Penciumanmu sangat bagus," bisik Franz seraya mengigit kulit leher Alexi.

Alexi hampir menjatuhkan piringnya, beruntung ia mempunyai refleks bagus hingga makanannya tak berakhir berantakan. "Franz!" Geramnya melotot pada Franz yang terkikik geli.

"Menyingkirlah kau membuatku sulit bergerak," kata Alexi berusaha meredam dirinya, sentuhan Franz pada lehernya membuat tubuhnya panas seketika.

Franz tersenyum lalu melepaskan pelukannya. Ia kemudian membantu Alexi menyiapkan makanan di meja makan, "aku membelikanmu coklat," ucapnya seraya menunjukan kantong yang tadi dibawanya.

"Kebetulan sekali aku sedang memikirkan coklat hari ini, terima kasih," sahut Alexi kemudian membuka bungkus coklat yang dibawa Franz.


"Hanya terima kasih?" Franz menaikkan sebelah alisnya mengoda Alexi.


"Kau mengharapkan apa?"


"Aku memikirkan hal lain sebagai tanda terima kasih."


"Sudah ku duga kau tak tulus memberikanku coklat," dengus Alexi. "Aku kembalikan saja, tapi maaf aku sudah makan separuhnya," katanya seraya mengembalikan kantong coklatnya pada Franz.


Franz menerima kantong coklat tersebut namun, saat Alexi akan berbalik menjauh, Franz menarik tangan Alexi sehingga kini istrinya duduk dipangkuannya. Alexi terlihat akan protes tetapi Franz lebih dulu membungkam mulut Alexi. Mereka berciuman untuk waktu yang lama hingga suara deheman berhasil menyadarkan mereka.

Alexi turun dari pangkuan Franz dengan perasaan malu luar biasa, meski sering tertangkap sedang berciuman dengan Franz ia tetap saja malu.

"Sepertinya kalian harus masuk ke dalam kamar dan menyelesaikan permainan kalian," kata Carol lalu menarik kursi untuk kemudian duduk dan menatap anak dan menantunya, "Franz kau mau makan siang atau melanjutkan makan siangmu yang lain?"


"Tentu saja makan siang," jawab Franz lalu menarikkan kursi sebelahanya agar Alexi duduk, "wajahmu merah, kau sakit?"

"Aku malu," desis Alexi.


"Masih saja malu," kekeh Franz.

Alexi mendengus kemudian mulai menyendokan makan siang untuk Franz.


"Lexi, seharusnya kau menghukum suamimu ini, sudah sering pulang malam tapi seenaknya saja mendapat ciuman," guman Carol menatap Franz, "kemana saja kau, pulang larut bahkan melewatkan makan siang, kau tidak memikirkan perasaan istrimu?"

"Tidak apa-apa bu, pekerjaannya banyak tapi sayangnya aku tidak diijinkan membantunya, biarkan saja dia pulang larut. Jika dia tumbang nanti aku tak akan mengursnya lagi," ucap Alexi berapi-api.

Franz tersenyum terima kasih pada istrinya meski ucapan Alexi sarat akan ancaman namun, ia bersyukur ucapan Alexi berhasil membungkam ibunya.

sedangkan Carol mencibir putranya yang tersenyum penuh kemenagan. Dalam hati ia lega setidaknya anak dan menantunya terlihat baik-baik saja.

Hingga akhirnya makan siang selesai dan Franz harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku pergi dulu, jangan tidur terlalu malam," kata Franz setelah mengecup dahi Alexi.

Alexi mengangguk, "jangan lupa makan malam dan hati-hati."

Selanjutnya Alexi menyaksikan Franz masuk ke mobilnya hingga mobil tersebut menghilang masuk ke jalan besar.


Alexi baru saja selesai membersihkan peralatan makan saat ponsel dalam sakunya bergetar, ia segera menjawab panggilan tanpa melihat nama yang tertera pada layarnya. Ia berpikir itu Franz tapi suara lain yang menyapanya.

"Ed?" Ia memang sempat berbagi nomor telepon dengan tantangga lamanya tersebut tapi, ia belum pernah  mencoba menghubungi nomor tersebut.


"Apa kabar Alexi?" Suara Ed diseberang sana menyadarkan Alexi.


"Aku baik, bagaimana kabarmu?"


"Baik."

Tak ada kelanjutan dari Ed membuat Alexi mengerutkan kening, untuk apa Ed menghubungi jika hanya diam.

"Ed kau masih disana?"

"Ah, ya. Alexi bisakah kita bertemu."

Alexi tampak menimbang, "baiklah, dimana kita bisa bertemu?"

"Coffeshop pertama kita bertemu, baiklah sampai bertemu Alexi."

***

Alexi masuk ke dalam coffeshop disana tampak Ed sudah menunggu. Pria berkaca mata itu lalu berdiri menyambut Alexi dengan senyumnya. Alexi berjalan mendekat tempat Ed duduk.

"Hai Alexi." Ed memeluk Alexi cepat, "duduklah, aku sudah memesankanmu milkshake strawberry."


"Ku pikir kau merindukan minuman itu," kata Ed saat dilihatnya Alexi akan protes, "bagaimana kabarmu?"

"Terima kasih," kata Alexi akhirnya. "Aku baik, jadi ada apa kau tiba-tiba mengajakku bertemu."

"Hanya ingin bertemu saja, oh ya, orang tuaku juga ingin bertemu denganmu."

"Paman dan bibi?"

"Ya, aku bilang bertemu denganmu dan mereka juga sepertinya merindukanmu," kata Ed sambil menyesap minuman manisnya.

Alexi teringat pasangan suami istri yang dulu juga ikut menjaganya, orang tua Ed. Sepertinya tak ada salahnya menemui mereka. "Hm... Ed lalu dimana paman dan bibi?"


"Kau bertemu dengan mereka?"

"Tentu saja, tadi kau bilang paman dan bibi merindukanku jadi apa salahnya menemui mereka lagipula aku juga merindukan mereka."

"Merindukan orang tuaku tapi tak pernah merindukanku," kata Ed seraya mengacak rambut Alexi, "kau banyak berubah, Lexi dulu kau sekecil ini." Ed tertawa, Alexi yang dulu hanya setinggi perutnya kini hampir sama tinggi dengannya.


"Ayo kita temui paman dan bibi tercintamu." Ed lalu menarik tangan Alexi untuk bangkit mengikutinya. Sedangkan Alexi menggerutu dengan ulah Ed yang seenaknya.

"Bahkan aku baru minum setengahnya," keluh Alexi menatap gelas milkshakenya.



***


Ny. Brook sangat senang dengan kedatangan Alexi segera memeluknya. Ia sungguh tak menyangka bisa bertemu kembali dengan anak perempuan yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Maka saat Ed menceritakan pernah bertemu Alexi langsung saja ia meminta Ed membawa Alexi ke rumahnya.

"Ya Tuhan, kau tumbuh semakin cantik Alexi, ah aku senang sekali. Kenapa kau tak pernah menghubungi kami," katanya beruntun, dipandanginnya wajah gadis cantik dihadapannya. Entah sudah berapa kali ia berdoa agar bertemu dengan anak manis kesayangnya tersebut dan kali ini doanya terkabul, Alexi duduk bersama di ruang tamunya.

"Oh, bagaimana orang tuamu dan nenekmu mereka baik-baik saja bukan?" Dia teringat betul saat-saat ingin mencegah Alexi berserta keluarganya pindah, waktu itu ia tak bisa berbuat apapun karena memang tugas ayah Alexi selalu berpindah tempat. Namun walau pertemuan mereka singkat ia sudah jatuh hati dengan Alexi yang saat itu masih kecil.

Alexi tersenyum mendengar pertanyaan Ny. Brook. Wanita itu memang seperti itu selalu semangat jika menyangkut dirinya. "Bibi pelan-pelan saja bicaranya," kekeh Alexi.

"Aku terlalu senang jadi maafkan, ya." Ny. Brook tersipu malu mendapati kelakuannya.

"Kau berlebihan mom, tak taukah kau dia melupakanku saat kusapa dia pura-pura tak mengenaliku, bukankah dia jahat sekali." Ed yang sejak tadi diam mulai menyerukan protesnya mengingat pertemuannya dengan Alexi.

"Kau ini, wajar saja jika dia tak mengenalimu kau sudah tak sejelek dulu."

"Mom..." Ed mengeluh tak suka mendengar ucapan ibunya.

"Itu benar bibi, aku tak mengenalinya karena dia berubah tampan sekarang." Alexi ikut menimpali.

Obrolan siang menjelang sore tersebut diisi oleh tentangga yang lama tidak berjumpa tersebut. Alexi sesekali tertawa dengan cerita-cerita Ny. Brook tentang Ed dan segala macamnya.


***

"Kau menginap disini saja, ya?" Ny. Brook menatap Alexi penuh haru. Setelah Alexi menceritakan kepergian orang tuanya dan neneknya. Ny. Brook merasa perlu menjaga Alexi lagi.

"Mom, kau lupa dia sudah berkeluarga," tegur Ed.

"Ah, aku lupa. Tapi bagaimana ini aku masih merindukan anakku." Ny. Brook tampaknya tak ingin melepaskan Alexi begitu saja.

"Bibi, aku akan berkunjung lagi jangan sedih." Alexi sebetulnya juga ingin berlama-lama dengan ibu Ed tapi ia baru teringat belum meminta ijin pada Franz tadi siang.

"Hm, janji akan berkunjung?"

Alexi menganguk lalu memeluk Ny. Brook dengan erat.

"Baiklah, Ed akan mengantarmu pulang," kata Ny. Brook.

"Aku bisa pulang sendiri bibi," tolak Alexi.

"Aku akan mengantarmu."

Lalu Ed membawa Alexi  ke mobilnya, mengantarkan adik kecilnya pulang.


***

Alexi bersihkeras menolak Ed mengantar sampai rumah namun, pria itu tetap mengantarkan dirinya hingga ke depan rumah Franz.

"Terima kasih," kata Alexi lalu turun dari mobil Ed.

Ed ikut turun lalu berdiri disamping Alexi. "Selamat malam, maaf membuatmu pulang larut begini," ucap Ed terdengar menyesal. "Apa suamimu tidak keberatan?" Tanyanya lagi.

"Ah, tidak dia sedang lembur dan tak masalah ini masih pukul sembilan, aku masuk dulu hati-hati di jalan-jalan."

Alexi berjalan memasuki halaman rumahnya namun tangannya dicekal Ed lalu tanpa berkata Ed sudah memeluknya.

"Aku menemukan adikku kembali," ucap Ed.

"Ed?" Alexi berusaha melepas pelukan Ed, ia takut ibu Franz atau tetangga yang lain melihatnya dan salah paham.

"Ah maaf, aku terlalu senang. Yasudah aku pergi dulu hati-hati."

Alexi mengangguk lalu cepat-cepat masuk ke dalam rumah tanpa melihat Ed lagi.

Ed  tersenyum dan terus menatap Alexi sampai masuk ke dalam rumahnya lalu ia pergi.


***

Franz bergegas pulang saat mendapat telepon dari ibunya. Alexi belum pulang begitu katanya dan ini tak pernah terjadi, biasanya Alexi selalu berada di rumah menunggunya pulang.

"Kemana perginya." Franz berusaha menghubungi Alexi namun Alexi tak kunjung mengangkat panggilannya, perasaan takut mulai menghantuinya.

Franz sudah berkeliling mencari Alexi ditempat-tempat yang mungkin di datangi istrinya namun semuanya tak membuahkan hasil. Ponsel Alexi juga masih belum bisa dihubungi membuatnya bertambah takut. Lalu setelah berputar-putar dijalan Franz memutuskan untuk pulang.

sebuah mobil asing yang berhenti tepat di depan rumahnya membuat Franz binggung. Mungkinkah mobil tersebut berisi istrinya atau mobil tersebut hanya numpang parkir. Dan pertanyaan dalam benaknya terjawab saat melihat Alexi keluar dari mobil hitam itu. Ia bisa bernapas lega karena istrinya telihat baik-baik saja.  Namun jantungnya kembali tercekat saat melihat pria asing tiba-tiba memeluk Alexi.

"Siapa dia? Saudaranya atau teman?" Franz terus mengamati tanpa berniat mencegah, ia tak mau menuruti nafsunya dengan menghajar orang tersebut begitu saja. Sampai matanya melihat jelas pria yang memeluk istrinya.

"Sial! Kurang ajar!"

Franz menggengam erat kemudi lalu ia mengikuti mobil Ed. Sampai di tempat yang begitu sepi ia menekan pedal gas mobilnya hingga bisa menyalip mobil Ed.

"Keluar kau Ed."

Ed keluar dari mobil, awalnya ia terheran lalu tak lama senyum mengembang. Tanpa di duga rencana awalnya akan berubah malam ini, padahal ia baru menyusun untuk beberapa hari kedepan.

"Hai! Franz," sapa Ed tenang seakan melupakan wajah Franz yang mengeras.

Franz membalas sapaan Ed dengan tinjunya hingga membuat pria berkaca mata itu terhuyung. "Sialan kau, apa yang kau lakukan dengan memeluk istri orang? Dimana otakmu bodoh! Kau ingin selingkuh dari istrimu? Brengsek kau!"

"Oh, aku ketahuan ternyata," ucap Ed masih tersenyum sambil mengusap bibirnya.

Mendengar ucapan Ed, Franz kembali marah. Ditariknya kemeja Ed lalu ia kembali memukuli pria itu.

"Uhuk!... uhuk." Ed merasa bahwa ia akan mati sekarang mendapat pukulan bertubi-tubi dari Franz namun ia senang bukan main.

"Kau mau membunuhku? Tak kusangka kau serakah sekali."

"Apa maksudmu."

"Kau memukuliku untuk membela istrimu atau istriku? Kau takut bukan, jika Joy mengetahui aku selingkuh dan dia akan sedih. Kau tenang saja dia akan aman bersamaku jadi kau tak perlu bersikap seperti pahlawan baginya."

Franz diam mencerna ucapan Ed. "Kau?"

"Kau kaget aku mengetahui semua, aku tahu kau mencintai istriku dan kau tak mau dia menderita bukan, dan disatu sisi kau memanfaatkan wanita lain sebagai penganti joy di hidupmu, menyedihkan sekali."

"Sialan, aku tidak seperti itu." Sekali lagi Franz menanamkan tinjunya pada wajah Ed. Ia tak peduli sekalipun Ed mati ditangannya.

"Jangan menganggu istriku atau kau mati!" Franz berlalu meninggalkan Ed.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro