part 1
Ternyata ada yang ingat Franz *terhura saya...
Dan sesuai janji saya bawakan part 1 terima kasih buat kalian yang udah baca udah vote dan koment dan yang cuma numpang baca terima kasih juga
Seneng deh saya, biar tambah semangat nulisnya kkkkk
Ps : buat judul yang katanya bikin laper? maafkeun saya yang tak bisa kasih roti atau makanan yang lainnya jadi beli sendiri *tawa kejam...
Okelah jangan kelamaan ngomongnnya nanti basi, silahkan dibaca dan komen sesuka hati tapi jangan bikin sakit hati karena saya manusia punya hati...
Cuz...
***
Franz terbangun dengan nyeri yang menghantam seluruh kepalanya. Rasanya berdenyut-denyut dan seluruh benda yang dilihatnya berputar lalu bayangan itu lama-lama mengabur.
Franz mengerjap-ngerjapkan matanya, agar bayangan yang dilihatnya kembali jelas. Setelah menyesuaikan diri dengan kondisi tubuhnya. Saat benar-benar sadar Franz menemukan dirinya terlentang diatas sofa, pantas tulang-tulangnya terasa bergeser dari tempatnya, posisi tidurnya sungguh mengenaskan dengan sebelah kaki dan kepala hampir menyentuh lantai. Franz perlahan duduk dan menatap sekeliling,
Mari kita lihat dimana kau berada, ah... ini apartemenmu Franz, Syukurlah kau tidak berakhir di jalanan.
Franz bangkit dan melangkah pelan sambil memegang kepalanya, nyeri kepala sungguh menyiksanya. Ia tak mau lagi pingsan di bar, jika ibunya tahu ia kembali berpesta maka habislah dia.
Franz masuk dalam kamar mandi dan langsung menguyur kepalanya tanpa melepaskan baju lebih dulu. Rasa dingin langsung menusuk pori-pori kepalanya menimbulkan efek tercubit yang membekukan.
Dalam guyuran air, Franz kembali mengingat kejadian sebelum ia berakhir mabuk di bar. Berawal dari pesta kemudian berubah menjadi bar, lalu wanita penggoda, dan mabuk. Tunggu...
Bagaimana bisa pulang ke rumah dalam keadaan mabuk? Atau jangan-jangan ada seorang gadis dalam kamarku? Oh astaga Ya Tuhan...
Franz cepat-cepat menyelesaikan mandinya kemudian mengambil handuk dan melilitkannya dipinggang. Franz segera menuju kamarnya, takut jika ada seseorang yang telah ia tiduri. Ia tak mau suatu hari nanti dimintai pertanggung jawaban dari wanita yang tak dikenalnya.
Dibukanya kamar dengan pelan, seperti pencuri masuk Franz berjingkat agar tak menimbulkan suara. Setelah berhasil masuk, mata Franz langsung tertuju pada ranjangnya. Disanalah Frans menemukan gundukan dibawah selimut, hatinya sudah bergetar tak karuan. Jika dulu ia sering mabuk, namun tak sampai meniduri hingga berakhir di apartemennya. Apa aku mulai gila?
Ya Tuhan, siapa yang tidur diranjangku?
Disingkapnya selimut tebal itu dan jantung Franz hampir lepas dari tempatnya saat menyaksikan pemandangan paha putih diatas tempat tidurnya.
Franz memeriksa bagian tubuhnya sendiri yang tidak tertutup, mencari bekas apapun sebagai bukti percintaaan. Hingga ia melongok kedalam handuk, Ya Tuhan. Franz begidik sendiri kemudian bergerak kearah lemari untuk mengambil baju. diabaikanya sejenak makhluk yang tertidur di ranjangnya, seblum ia benar-benar gila dan menerkam wanita yang tidur itu. Franz masuk ke kamar mandi, Setelah berpakaian lengkap, Franz kembali ke kamarnya.
"Loh, kemana perginya wanita tadi? Apa hanya halusinasiku saja? Ya Tuhan... ibu apa yang terjadi dengan anakmu ini?" Jerit Franz frustasi.
Franz melihat ke arah jendela, siapa tahu sosok tadi melompat dan sedang terkapar dibawah sana. Tertutup, jendelanya masih utuh, kemana perginya dia?
Franz melongok ke kolong ranjangnya, mungkin orang tadi berguling dan jatuh di bawah tempat tidurnya. Nihil, tidak ada siapa-siapa disana hanya debu menempel dilantai.
Sudah berapa lama aku tak membersihkan kamar hingga bersarang debu.
Lama Franz mengamati kamarnya yang berdebu, akhirnya memutuskan untuk mengambil mesin penyedot debu, Franz melupakan sosok yang sempat dilihatnya, ia berpikir hanya halusinasi semata.
Mesin penyedot debu terletak di dekat dapur, Franz harus melewati dapur untuk mendapatkan benda tersebut.
Saat melangkah ke dapur, kembali bayangan seseorang sedang berdiri di dekat kulkas. Franz sampai mengucek matanya, dia pikir bahwa matanya mungkin bermasalah, namun bayangan itu tak menghilang.
Berapa banyak aku minum, kenapa efeknya seburuk ini.
Franz memukul kepalanya berkali-kali, mungkin otaknya sudah rusak hingga berhalusinasi. Tapi bayangan wanita itu masih berdiri di dekat kulkas, dengan santai meminum segelas air putih. Franz melihat benda apapun yang terdekat dengannya, sebagai tameng. Didekatinya wanita tersebut dan...
Tuk
Franz mengetukkan sendok pada kepala belakang targetnya, membuat sosok itu berbalik dan melolot ke arah Franz.
"Ya Tuhan, kau memukul kepalaku," ucapnya tidak percaya, meski tidak begitu sakit namun ia cukup kaget dengan tindakan Franz.
Franz melonggo dengan sendok ditangan kirinya, matanya tak lepas dari sosok cantik yang sedang melotot kearahnya.
Ya Tuhan dia manusia,
"Hei... hello... Ya Ampun." Sosok tersebut berdecak melihat Franz hanya diam dan menatapnya. Dengan gerakan secapat kilat sosok itu melayangkan tangannya ke pipi Franz. Sebagai balasan malam sebelumnya, wanita itu terkikik geli.
Plak!
"Hei, apa yang kau lakukan," marah Franz sambil memegang pipinya.
Dia tertawa... wanita yang aneh...
"Hei... wanita aneh siapa kau? Seenaknya saja masuk ke apartemenku dan tidur di ranjangku lalu kau baru saja menamparku, kau pikir siapa dirimu?"
Franz menampilkan wajah paling menyeramkan yang dia punya. Namun bukannya seram Franz malah terlihat aneh.
Sosok wanita itu mengabaikan Franz lalu dengan santai berjalan ke ruang tamu kemudian duduk di sofa.
Franz dengan segala kekagetannya hanya mengekori wanita itu menuju ruang tamu lalu Franz duduk berseberangan dengan wanita itu.
"Sampai kapan kau akan memegang sendok seperti itu," wanita itu tertawa lagi.
Franz langsung melempar sendok itu ke lantai dan kembali menatap wanita itu. Mengamati dari atas hingga bawah. Wanita dengan celana pendek dan Ya ampun baju apa yang dipakai wanita itu, sebuah atasan mirip dengan kemeja namun sangat-sangat tipis hingga bisa mencetak bagian dalam tubuh wanita cantik itu.
Aku baru saja memujinya, lupakan bentuk tubuhnya Franz
"Siapa kau?" Tanya Franz pada sosok wanita itu
"Kau harus bertanggung jawab," ujar wanita itu santai.
"Hah! Kau gila! Jangan bercanda."
Franz marah merasa ditipu, bagaimana bisa ia dimintai pertanggung jawaban sedang ia tak melakukan apapun. Bahkan ia sudah mengecek bagaian tubuhnya sendiri. Dan tak ada bekas percintaan, ingat itu.
"Aku tidak bercanda, kau pikir siapa yang membawamu saat mabuk semalam?"
Berpikirlah Franz... gunakan otak pintarmu
"Lebih baik kau pulang dan cuci wajahmu sekaligus otakmu, mungkin kau sedang pusing bicaramu aneh seperti itu, aku tak mengenalmu dan lupakan hari ini, kau tahu dimana letak pintunya bukan, jadi silahkan pergi dari sini," ucap Franz penuh penekanan.
"Tidak, sebelum kau bertanggung jawab aku tak akan pergi kemana pun."
"Ya ampun, siapa kau sebenarnya? Dan aku tak melakukan apapun padamu."
Franz menjambak rambutnya frustasi, mimpi apa dia semalam hingga paginya mendapat musibah seperti ini.
"Kau harus bertanggung jawab aku tak mau tahu," ujar wanita itu lagi sambil menyodorkan tangan pada Franz.
Franz menatap tangan wanita itu yang disodorkan padanya
Ada apa dengan tangannya...
"Cepat berikan aku uang, aku mau pulang," pintanya masih dengan tangan menjulur pada Franz.
"Hah, kau meminta uang? Bukan ingin ku nikahi karena ku tiduri?" Tanya Franz linglung.
"Aku membawamu semalam saat kau mabuk, jadi aku meminta tanggung jawabmu dengan memeberikanku uang untuk membayar taxi karena dompetku ketinggalan di bar sana, jadi hilangkan pikiran mesummu itu," jelas wanita itu
Franz dibuat terbengong-bangong dengan penjelasan wanita itu, sepertinya otakku sudah tidak pada tempatnya,
Franz mengambil dompetnya kemudian memberikan beberapa lembar uang pada wanita itu.
"Terima kasih, telah menolongku," ucap Franz tulus.
"Kembali," jawab wanita itu kemudian keluar dari apartemen Franz.
"Siapa namanya tadi, ya ampun kenapa bisa lupa," gerutu Franz pada diri sendiri.
***
"Kau tak pulang semalam, kemana?" Tanya Carol.
Franz menghampiri ibunya kemudian memeluknya, "ibu sekarang aku sudah pulang, jadi jangan bertanya lagi, oke."
Carol menepuk bahu putranya, semalaman dirinya menunggu Franz pulang, takut sesuatu terjadi pada anak laki-lakinya. Meski dirinya sosok yang keras namun sebagai ibu rasa khawatir selalu menghantui jika tak melihat anaknya sebentar saja.
"Ibu sudah masak makanan kesukaanmu, makanlah yang banyak," mengabaikan rasa tak enak yang mengelayuti hatinya.
Carol mengambilkan piring lengakap dengan lauknya lalu memberikannya pada putra kesayangannya.
"Hari ini ibu sangat berbeda, apa ada sesuatu yang menganggu ibu?" Tanya Franz heran.
Carol menggeleng, "makanlah."
Franz makan dengan lahap, ia tak pernah menolak masakan ibunya yang begitu enak. Meski dalam hati masih bertanya-tanya mengapa ibunya sangat berbeda hari ini, tak seperti biasanya, bersuara keras dan sedikit mengeluarkan emosi.
"Jadi semalam kau tidur dimana?" Tanya Carol masih penasaran dengan putranya.
"Tidur di apartemen," jawab Franz. Ia tak mau menceritakan kejadian memalukan tadi pagi.
Carol membawa piring kotor dan mencucinya. Ia yakin sesuatu terjadi pada putranya.
"Kau mabuk? Atau kau meniduri wanita di jalan?" Itulah yang ada dipikiran Carol, ia sangat mengenal tabiat putranya, meski ia berharap segera mendapat cucu, namun tak ingin mendapatkan dari wanita tak jelas asal usulnya.
"Aku masih waras ibu, jadi jangan menuduh anakmu yang tampan ini," bantah Franz.
"Cepatlah menikah sebelum ketampananmu hilang," ucap Carol.
Franz memutar bola matanya malas, andai benar tadi pagi dirinya meniduri wanita itu pasti langsung ia nikahi. Namun sayangnya di terlalu percaya diri dan berkhir dengan malu.
"Ibu menikah itu tidak mudah, lihat Max dia harus menghadapi ayah Shanne yang super galak itu, aku tak mau."
"Ayah Shanne manusia dan Max manusia, sama seperti kau."
Carol merapikan meja makan kemudian membungkus buah yang sudah potong.
"Ini berikan pada Max," ucap Carol seraya memberikan kotak makan pada Franz.
"Sebenarnya anakmu itu aku atau Max?" Gerutu Franz.
"Sudah berikan saja."
Tak mau mendapat amukan dari ibunya Framz segera keluar rumah.
"Aku pergi, bu."
***
Franz sampai ke kantornya, seperti biasa dia masuk dalam lift umum. Beberapa karyawan yang baru saja makan siang ikut bergabung, diantara mereka sudah tak asing dengan keberadaan Franz dalam box besi tersebut.
Lift membawa Franz ke atas, setelah terbuka Franz segera melangkah ke ruangan Max.
"Biasakan ketuk pintu Franz!" Marah Max. Kebiasaan Franz tak pernah hilang beruntung hari ini ia tak sedang bersama Shanne.
Franz kembali keluar dan mengetuk pintu.
"Sudah kulakukan, apa aku boleh masuk," Teriak Franz.
"Dasar aneh, ada apa denganmu hari ini?" Tanya Max sambil mengamati Franz dari kursinya.
Franz memberikan kotak makanan pada Max, "itu dari ibu makanlah."
"Jadi karena ini wajahmu menjadi muram," ucap Max mulai menikmati buah potongan Carol.
Franz ikut memakan buah dalam kotak itu, langsung saja Max memukul tangan Franz.
"Ibu memberikannya padaku, kenapa kau ikut makan juga," marahnya.
"Kau lupa, dia juga ibuku. Oh ya... kau melupakan sesuatu Max," ucap Franz dengan wajah serius.
Max menghentikan makannya dan mendengarkan Franz sepenuhnya.
"Apa itu?"
"Kau lupa? Ya ampun berapa umurmu? Kenapa sudah pikun seperti ini. Kemarin kau mengajakku makan tapi karena aku punya urusan, aku menyuruhmu untuk membungkus makanan itu, sudah ingat?" Jelas Franz.
Max langsung memukul dahi sahabatnya dengan garpu, "dasar manusia gratisan."
"Kau sudah berjanji," ucap Franz sambil mengusap dahinya.
"Hei, Franz sebentar lagi meeting dengan Mr. Smith, cepat sana," ujar Max mengalihkan perhatian Franz karena sebenarnya ia lupa tentang makanan yang dipesan Franz.
Franz menggeleng, "kejadian itu sudah lama, kenapa kau masih saja tak mau mengahadiri meeting dengan Mr. Smith?"
Franz teringat kejadian beberpa tahun lalu yang membuat Max tak pernah mau berurusan lagi dengan Mr. Smith.
"Kau saja, dari awal sudah kau tangani, cepat sana."
"Dasar aneh!" Maki Franz.
"Kau bersahabat denganku jika kau lupa," Max tertawa lebar.
"Tertawalah sepuasmu," ucap Franz kemudian pergi dari ruangan Max.
***
Kerja sama yang terjalin antara perusahaan Max dan Mr. Smith semakin bagus. Semua berjalan seperti target dan keuntungan mencakup dua belah pihak. Hingga Mr. Smith pun tak segan meneruskan kerja sama antar perusahaan ini.
Pertemuan kali ini di laksanankan di gedung MX compeny, ruangan khusus telah disediakan guna membahas kerja sama.
Franz sudah di ruang meeting dengan setelan jas lengkap dengan dasi, Franz tampak seperti pengusaha muda yang sukses.
Franz mengecek beberapa berkas meeting, agar nanti berjalan dengan lancar, Franz melihat jam tangannya, Sudah lebih dari waktu yang dijanjikan oleh Mr. Smith.
"Apa Mr. Smith tak jadi datang?" Tanyanya pada sekretaris disampingnya.
"Saya baru mendapat kabar, Mr. Smith berhalangan datang dan hanya diwakili oleh sekretarisnya apa Anda keberatan," ujar sang sekretaris.
"Ya sudah, tidak apa-apa," jawab Franz lalu kembali pada dokumen diatas meja.
Tak lama kemudian pintu terdorong masuk bersamaan dengan seorang wanita.
"Maaf saya terlambat," ucap wanita itu sembari tersenyum canggung.
Mendengar ada suara lain di ruangannya Franz mendongakkan kepalanya dan pandangan langsung tertuju pada sosok di depan pintu yang sedang tersenyum. Franz berdiri kemudian merapikan setelannya.
"Tidak apa-apa, bisa kita mulai diskusi kita," ucapnya.
Franz duduk kembali dan mulai membaca berkas yang diberikan wanita itu. Sesekali Franz menandai beberapa bagian yang dianggapnya kurang menguntungkan perusahaannya.
Wanita itu berdiri untuk menjelaskan seluruh rancangan kerja sama perusahaan.
"Bagaimana? Apa masih ada yang kurang atau...?" Wanita itu mengantungkan kalimatnya menunggu reaksi Franz. Ini pertama kalinya mengantikan tugas Mr. Smith jadi ia sedikit gugup. Jika ia gagal maka posisinya yang dipertaruhkan.
"Saya rasa sudah cukup."
Franz membubuhkan tanda tangannya pada kertas kontrak yang sudah disiapkan. Kemudin menjabat tangan wanita itu.
"Terima kasih atas kepercayaan Anda,"
"Sama-sama," jawab Franz disertai senyum.
Meeting ditutup dengan penandatangan kontrak. Wanita itu bergegas membereskan dokumen-dokumen. Seperti tak ingin berlama-lama terjebak bersama pria yang terus mengamatinya.
Sedangkan Franz memperhatikan betapa mempesonanya seorang wanita yang ada dihadapannya. Dengan rambut panjang tergerai dan make up natural menampilkan kesan sederhana namun cantik.
Oke stop, bukan saatnya mengagumi. Ayo tanya siapa namanya
"Ehm," Franz sedikit membasahi tenggorokkannya yang tiba-tiba serak.
"Jadi kau bekerja pada Mr. Smith?" Tanya Franz basa basi.
Franz berharap wanita itu mau berkenalan saat ini.
"Ya," jawabnya singkat.
"Hei kita bertemu tadi pagi, kau seperti belum pernah melihatku saja bahkan kau sudah tidur diranjangku," ucap Franz marah saat wanita itu tak merespon seperti yang di harapkannya.
"Maaf pak, saya sedang bekerja bahkan kita masih baru saja meeting, saya rasa Anda harus profesional," ucap wanita itu lugas.
Franz terkejut dengan sikap sok wanita itu, bahkan semua karyawan akan dengan mudah menjatuhkan diri padanya tidak peduli di kantor sekalipun sedangkan wanita itu membicarakan profesionalitas, sungguh Franz tak habis pikir, apa ia harus mengeluarkan senyum mautnya, agar setidaknya wanita itu mau tersenyum padanya.
"Saya permisi," ujar wanita itu kemudian keluar dari ruangan.
Sial! Siapa dia!
***
Berbulan-bulan setelah kejadian memalukan itu, Franz tak pernah lagi mengingat wajah menyebalkan wanita itu, walau terkadang pertemuan mengharuskan dirinya bertatap muka dengan wanita itu. Franz berusaha menahan diri untuk tidak bertanya dan mencari tahu siapa wanita itu.
Namun usahanya, tak berhasil. Franz akhirnya mencari tahu melalui sekretarisnya.
Belakangan Franz tahu nama wanita itu dari sekretarisnya. Alexi Carl lulusan terbaik dari sebuah universitas ternama. Selebihnya Franz tak tahu apa-apa mengenai wanita yang berhasil membuatnya sebal.
Kenapa aku harus kesal dengan wanita itu? Sepertinya otakku sudah rusak...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro