
CHAPTER 5
"EG-3, 'Big Brother'. Meng-upload program Scramble ke kamera online! Ganti."
"ER-3, Martín Moskovitz. Meng-instal program Scramble! Ganti."
Martín membuat kontak mata dengan Ryeena Gothem. Mereka saling melempar tatap dan Ryeena mulai menyibukkan diri dengan komputer. "Proses unduhan selesai. Mengoneksikan pada seluruh kamera online." Ryeena menjeda sejenak. Membiarkan kotak loading panjang dalam monitornya membiru. "Terkoneksi. Pengunduhan pada kamera online dimulai. Beberapa perlu persetujuan pengguna."
Ryeena menggunakan kacamata khusus miliknya, menyentuh bagian kanan dekat lensa untuk memberikan sidik jari. Ketikan pelan 'mengunduh' terlihat seolah melayang di udara. Ia kembali melepas kacamata miliknya dan terfokus pada komputer. Tangannya tak boleh berhenti barang sejenak.
"Instalasi Scramble secara otomatis saat pengunduhan selesai." Ryeena mengangguk pada Martín.
"ER-3, Martín Moskovitz. Scramble berhasil diterapkan pada kamera online setiap personil. Ganti."
"EG-3, 'Big Brother'. Target masih terus berjalan. Kami menyarankan Echo Romeo untuk mengevakuasi warga kota. Mungkin dua ratus kilometer dari sini, dan terus bergerak. Aku tidak tahu seberapa banyak mobil yang telah dia rusak. Ganti."
"ER-3, Ryeena Gothem. Negatif, Big Brother. Echo Romeo melaporkan bahwa helikopter mereka tidak bisa mendahului target. Ganti." Ryeena menimpali. Tatapan matanya agak sedikit meminta maaf pada Martín. Tapi lelaki itu tidak mempermasalahkannya.
"Kalau begitu, biarkan mereka mengurus jalur lain. Aku tidak tahu seberapa banyak orang yang telah melihat wajahnya. Ganti."
🍁🍁🍁
Chief Glendale Burnevski berdiam diri di dalam mobil bagian belakang. Ia menggambar sesuatu pada pegangan senapannya. Bulletproof jacket telah terpasang beberapa waktu lalu bahkan sebelum mereka berangkat. Pria itu tengah menunggu instalasi Scramble selesai. Ia pria kisaran lima puluh, jenggot tipisnya kurang rapi, dan seolah senyum tak pernah tanggal di bibirnya.
Kilas balik masa lalu kelam menghantui. Ia yakin pasukannya akan tewas di pertempuran kali ini. Chief Glendale menyudahi kegiatan menggambar, menaikkan kacamata inframerah yang tengah menginstal Scramble. Melihat dengan seksama hasil karyanya, melempar asal spidol permanen ke belakang dan memasang kembali kamera pada kedua mata.
Pria itu mengepas senjata laras panjang yang selalu menemaninya. Ia mendongak kala salah satu gugus tugas yang dipimpinnya menghampiri.
"Lapor, Chief Glendale! Target diperkirakan sampai kurang dari dua jam. Evakuasi warga sipil telah selesai di kota pertama. Laporan selesai."
"Laporan diterima. Lanjutkan ke kota dua." Chief Glendale berdiri tegak. Menatapi sekeliling yang hampir kacau. Helikopter di atas sana menderu koar-koar mengumumkan bahwa tak ada salah seorangpun yang boleh membuka penutup mata. "Instalasi Scramble selesai. Cari keberadaan 096-2 dan segera membawa pulang bungkusan tulang itu." Ia mencangklong laras panjangnya, menatap penuh kobaran semangat.
🍁🍁🍁
"Selamat ulangtahun, Rigel!!"
Sepasang tembakan konfeti meletus dari Aileen dan David. Setelahnya, Lauren datang membawa tart coklat besar dengan lilin angka 25-menandakan bahwa Rigel tepat 25 tahun saat itu juga. Rigel meniup lilin setelah menyatukan kedua tangan menjadi kepalan dan berdoa sambil memejamkan mata. Lauren serta-merta memberikan kecupan hangat di dahinya dengan senyum merekah.
"Putriku tumbuh secepat peluru melesat dari senapan," ucapnya.
"Makan!!" seru Aileen sontak menyerbu kue yang padahal masih di tangan Lauren.
Mereka hanya bisa tertawa dengan kelakuan konyol Aileen. "Baiklah, akan kupotong kuenya."
Aileen, David, dan Julio bertahan di kediaman Lauren hingga tengah malam untuk mempersiapkan acara ulangtahun Rigel. Hanya mereka, tidak banyak yang datang. Tapi Rigel senang. Mereka berfoto ria, memajangnya di berbagai jejaring sosial media yang dipunya. Baru memakan kue tart coklat dan begadang nonton film sampai pagi.
Pukul delapan, ketiga teman Rigel baru akan kembali ke penginapan mereka di tengah kota-kota sebelah. Setelah puas saling berucap selamat tinggal, mobil Julio melaju meninggalkan rumah Lauren. Aileen tak henti-hentinya menyedot atau membuang ingus karena menangis, tidak ingin berpisah dengan Rigel. David yang selalu bersiap mengulurkan tisu dari bangku penumpang belakang untuk Aileen yang duduk di depan.
Tidak disangka jalan menuju kota utama sangat macet. Julio hanya bisa pasrah sesekali membunyikan klakson dan menekan pedal gas sedikit demi sedikit. Ia menyandar dan menaikkan volume radio yang memutar lagu pop-rock pilihan Aileen untuk 'menenangkan diri'. David sibuk memainkan ponselnya di belakang, setidaknya Candy Crush Saga bisa mematikan bosan barang sejenak.
"Macet apa, sih, ini? Tidak biasanya kota terpencil macet!" keluh Aileen yang sudah kepalang kesal. Ia bosan setengah hidup dan bokongnya mulai sakit. "Apa masih jauh?" tanyanya menoleh pada Julio, sang pengemudi.
"Dua jam lagi jika semenit kemudian jalanan lancar. Kita hanya bergerak beberapa senti dari tadi!" Julio mendaratkan kepalanya di tengah-tengah stir. Membunyikan klakson panjang dan akhirnya ikut menyerah.
"Pasti ada kecelakaan. Biasanya begitu." David menimpali. Melirik seorang berseragam tentara serba hitam, helm, dan senjata api. "Tapi kemacetan ini tidak wajar."
"Army look! Ini pasti invasi militer," ucap Aileen sambil menunjuk orang berseragam tentara di pinggir jalan. "Perang dunia tiga bakal terjadi sebentar lagi."
"Ayolah, Alien. Tidak bisakah kau berpikir sedikit rasional? Berhenti mengikuti berbagai blog konspirasi, itu hanya memuat omong kosong dan gosip." David memukul pelan kepala Aileen dengan botol kosong air mineral yang telah ia tenggak habis.
"Aw!-Daripada mengikuti asosiasi rahasia yang ternyata membahas koleksi boneka Barbie!" Aileen menjulurkan lidah pada David.
"Mereka langka!" sergah David.
"Itu untuk perempuan! Apa otakmu tumbuh di lutut!?"
"Tidak juga!! Dan berhenti bicara kasar! Kau yang perempuan di sini!"
"Apa!? Mau diskriminasi!?"
"Berhenti bertengkar!" Julio sontak menengahi. Mereka hanya memperkeruh keadaan. "Aku pusing mendengar ocehan kalian!"
"Apa macet memendekkan usiamu?" Julio melakukan hal serupa pada Aileen, menggetok kepalanya dengan botol air mineral. Bedanya, botol itu terisi setengah penuh.
"Semoga otakmu kembali ke jalan yang benar," kata Julio tanpa dosa.
Aileen membuka kaca pintu mobil, melambai riang pada salah satu orang berseragam militer. "Fuck off!!" serunya santai dengan senyum menyenangkan membuat David dan Julio menarik Aileen masuk.
"Don't do something stupid, Stupid!!" David tidak melepas cengkeraman dari kerah turtle neck pink pucat Aileen.
"Lepaskan aku!!"
🍁🍁🍁
Belum selesai Rigel membereskan bekas sarapan, sedangkan Lauren pergi ke rumah Deniah karena khawatir. Seseorang mengetuk pintu rumah pelan dan teratur. Rigel melepas sarung tangan mencuci dan celemek, sedikit berlari kecil menuju pintu utama. Saat Rigel membukanya, ternyata Stevan dengan kotak dibungkus kertas putih bermotif polkadot warna-warni. Ia tersenyum pada Rigel dan menyerahkan kotak tersebut.
"Selamat ulangtahun, Rigel. Maaf aku tidak bisa merayakannya denganmu."
Rigel menerimanya. "Terimakasih, Steve. Aku mengerti." Rigel menelaah tubuh Stevan. Dipenuhi tas ransel besar dan jaket denim. Pria itu hendak pergi. "Kau mau pergi?" tanya Rigel.
"Ah, ya. Aku ... harus pergi jauh. Aku juga ingin mengucap selamat tinggal untukmu, Rigel."
"Bisakah kita bertemu lagi?"
"Aku harap tidak."
Rigel merasakan kekecewaan itu lagi. Ia merasa bodoh telah berusaha untuk kembali seperti dulu. Hubungan mereka tidak akan sama lagi. Dan itu cukup untuk membuat hati Rigel yang mulai bisa menata ulang perlahan, hancur seketika.
"Maaf. Aku harus segera pergi. Kalau begitu ... sampai jumpa."
"Sampai jumpa." Rigel menggenggam kuat kotak pemberian Stevan. Menatap punggungnya menjauh setelah motornya melaju. "Sampai bertemu lagi."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro