
ENDLESS ; RIDDLE
"Ittai.." gumamnya seraya berusaha berdiri.
"Michi!!" Mendengar seruan Hanabi, Ai sontak melihat wanita yang bersamanya lalu kearah Michi yang jatuh tersungkur didekat kakinya dan didekat pintu yang baru saja di dorong nya. Darah mengucur dari dahinya, sementara ada garis aneh pada leher Michi.
Bekas jeratan di lehernya juga sebuah garis horizontal yang terbentuk diantaranya.
Sementara Hanabi menangis melihat keadaan sang kekasih tewas karena dirinya yang dijerat oleh seseorang.
"Kenapa— astaga! Michi!" Karena dirasanya terlalu lama, Shiro menghampiri Michi beserta 2 wanita yang disuruhnya. Betapa terkejutnya ia bahwa matanya disambut kematian Michi dengan leher bekas jeratan.
"Hanabi, cepat panggil polisi!" Titah Shiro pada Hanabi yang masih menangisi kekasihnya itu.
"Kau tidak lihat kalau aku sedang shock?!" Namun Hanabi tidak menurut pada apa yang dikatakan oleh Shiro.
"Jangan polisi, tapi detektif,"
"Ano, pengumuman sebelumnya. Acara ini akan kami tutup karena ada insiden yang tidak diinginkan. Diharap para tamu mengerti dengan keadaan yang kami hadapi saat ini. Mohon maaf sebelumnya jika telah membuat anda semua menunggu lama. Terima kasih," salah satu staff memberitahu kan bahwa acara dibubarkan. Diharap para tamu undangan mengerti keadaan yang sedang terjadi.
"Apa?! Astaga! Lebih baik aku tidur di kamar kalau tahu begini jadinya," Naru menggebrak meja karena stress mendengar pengumuman bahwa acara ditutup, sebelum nya ia telah menunggu lama. Alhasil, hanya mendapat lelah karena terus menerus menunggu.
"Sudahlah, aku juga tidak mau berlama lama disini," Hajime berdiri dan segera menggandeng Naru untuk segera keluar.
"Sepertinya, misteri sudah dimulai, benar 'kan Raven?" Shun melirik Raven yang tentu saja Raven mengerti mengapa Shun melirik padanya.
"Benar, teka teki seorang amatiran,"
"Apa maksudmu? Jangan bicara hal yang tidak kumengerti," Naru mencibir. Tak sepatah kata dari Raven maupun Shun ia mengerti.
"Pembunuhan,"
Suzaku berdiri diambang pintu kamar Michi yang mana sang pemilik kamar tersebut sudah tak bernyawa. Sementara Shiro sudah menghubungi kepolisian pusat yang menangani kasus berat seperti saat ini, kasus pembunuhan.
"Sejak kapan kau ada disini?" Tanya Ai dengan nada sinis. Bagaimana tidak sinis? Adik nya bahkan sampai kakaknya hampir merusak hubungan nya dengan Aoi.
Suzaku terkekeh, "tidak perlu sinis seperti itu. Aku tahu, kau menyukaiku 'kan? Akui saja," Suzaku melangkah masuk dan perlahan mendekati Ai.
Ai menatap tajam pada Suzaku.
"Ai! Yokatta, kau tidak apa," tiba tiba Rei datang dengan nafas yang terengah engah. Karena pemberitahuan dari Shun lah ia tahu bahwa Ai sedang berada di kamar seorang korban pembunuhan.
"R-rei-san, minna-san mou.." Ai terkejut melihat Rei beserta teman temannya datang menghampirinya.
"Bekas jeratan. Berarti korban di cekik sampai tewas ya?" Ucap Raven yang memeriksa keadaan korban yang sudah tewas itu. Melihat bekas jeratan dileher sang korban membuat bangkit aura detektif nya.
"Rupanya senpai juga detektif ya?" Tebak Suzaku yang sekali melihat kemampuan Raven yang tak biasa.
"Oh, kau mengetahui nya? Haha, bagus bagus,"
"Detektif?!" Teman temannya sekalian terkejut mengetahui Suzaku dan juga Raven adalah seorang detektif. Detektif dari Osaka.
"Yah, begitulah," Raven menjawab santai seraya masih mengamati korban.
Tak lama kemudian, datang lah 2 orang lagi yang menambah jumlah mereka yaitu seorang yang telah dihubungi oleh Shiro, kepolisian Prefektur Nagano, yang akan mengurus kasus pembunuhan ini.
"Yo, apa kabar?"
"Suara itu, nada bicara itu. Jangan jangan!" Naru terkejut mendengar nada bicara serta gaya bicara salah satu polisi itu. Seorang yang sangat lama berada di Osaka dan yang jarang jarang ke Tokyo, Nakada Hiroki.
"Ah, tidak kusangka kita bertemu disini," Nakada melepas kacamata hitam yang biasa digunakan nya hingga membuat Naru susah untuk mengenali wajah nya itu.
"Nakada! Eh, bukankah kau bekerja sebagai kepolisian di Osaka. Kenapa sampai Prefektur Nagano?" Naru bingung.
"Aku memegang 3 wilayah, diantaranya Osaka, Prefektur Nagano, dan Kyoto. Kebetulan aku ada disini karena ada anggota baru yang akan menjadi partner ku saat menjalankan penyelidikan," jelas Nakada.
"Begitu ya," Naru paham.
"Permisi, bisa kita mulai penyelidikan ini?" Tanya Hanabi dengan nada sesunggukan dan air mata yang masih berbekas disekitar pelupuk matanya.
"Ah, maaf. Taiki, bagaimana hasilnya?" Nakada bertanya pada seorang partner yang ia panggil 'Taiki' itu.
"Korban bernama Azamuku Michi. 30 tahun seorang aktor di Prefektur Nagano. Korban tewas karena dicekik, ada bekas jeratan tali dan garis yoshikawa di lehernya," jelas Taiki memberi laporan yang diminta Nakada.
"Garis yoshikawa? Apa itu?" Yukari bertanya disela sela Taiki memberi laporan.
"Istilah yang digunakan di kepolisian," Nakada menjawab.
"Waktu dicekik, korban akan merasakan sesak dan kesakitan hingga ia akan berusaha melepaskan jeratan dilehernya dengan tangannya. Saat itu, biasanya bekas kuku atau cakaran korban tertinggal disana," Suzaku menjelaskan dengan rinci maksud dari Nakada serta menjawab pertanyaan Yukari.
"Bagaimana pun, rasa sakit akibat mencakar leher sendiri tidak ada apa apanya dibandingkan dengan rasa sakit pada jeratan. Aku benar 'kan, inspektur Nakada?" Raven menambahkan apa yang telah dijelaskan oleh Suzaku.
"Benar. Kau hebat juga, aku kagum. Siapa namamu?" Nakada mengagumi jawaban Raven.
"Kuro Raven,"
"Astaga, detektif memang hebat!" Yukari terkagum kagum.
"Oh, jadi itu yang dimaksud garis yoshikawa. Lalu, siapa yang menemukan nya terlebih dahulu?" Naru bertanya setelah pertanyaan Yukari terjawab.
"Kepala bagian forensik kepolisian zaman Taisho yang bernama Choichi Yoshikawa. Orang yang pertama kali menyadari bekas cakaran yang menjadi bukti tak terbantahkan bahwa korban meninggal karena dicekik," kini, Ai lah yang menjawab.
"Oh, hey, darimana kau tahu itu?"
"Aku menonton nya di televisi," jawab Ai dengan polos nya.
"Baiklah. Kapan perkiraan kematiannya?" Nakada bertanya lagi.
"Sekitar jam 08.00 PM sampai 09.00 PM. Menurut penjelasan dari Hanabi Midori yaitu kekasih dari korban yang merupakan aktris dan bekerja di satu perusahaan bersama dengan korban, ia bersama dengan Koganeiro Aoi seorang siswi SMA, menjemput korban di kamar nya. Saat mencoba membuka pintu, pintu kamarnya terasa berat, maka Koganeiro Aoi berganti dia yang membukanya dan saat mereka masuk, mereka menemukan korban," jelas Taiki lagi.
"Hm, aku mengerti. Sekarang, aku bertanya pada masing masing orang yang mereka lakukan pada rentang waktu 08.00-09.00 PM," ucap Nakada.
"Tidak perlu, inspektur. Karena yang menjadi kecurigaan hanyalah 3 orang," Raven memotong sebelum kesepakatan Nakada disetujui.
"Eh? Bagaimana bisa?" Nakada bingung sendiri.
"Pertama adalah, Akimichi Shiro. Kedua, Midori Hanabi. Ketiga, adalah seorang siswi yang mungkin ini pertama kali baginya yang mana kecurigaan tertuju padanya, Koganeiro Aoi. Yang ajaibnya, ketiga orang ini dekat dengan korban,"
"A-apa? Kenapa begitu senpai?" Suzaku tidak percaya bahwa Ai menjadi salah satu yang dicurigai.
"Perasaan pribadi dikesampingkan saat penyelidikan berlangsung. Aku tahu kau menyukaiku, tapi bukan berarti aku bisa lepas dari kecurigaan," Ai menegur sikap Suzaku.
"Cih," Suzaku berdecih.
"Cukup. Baiklah, saya bertanya pada anda, apa yang anda lakukan pada rentang waktu 08.00-09.00 PM, Akimichi Shiro," Nakada serius.
"Aku sedang berada di ballroom menyapa para tamu undangan yang hadir. Lalu aku melihat teman dekat Michi, yaitu siswi SMA yang bernama Ai itu. Ia bersama dengan kekasihnya yang ada diambang pintu itu," Shiro menunjuk pada Aoi yang berada diambang pintu. Aoi yang di tunjuk sontak terkejut.
"Oh, lalu anda sempat berbincang dengan mereka? Begitu?" Tebak Nakada.
"Iya, lalu Ai pergi keluar untuk mengangkat panggilan dari ponselnya,"
"Kurasa setelah itu anda sedang bersama seseorang yang lain. Kalau tidak salah-"
"Itu Hanabi, dia bertanya padaku dimana Michi. Maka aku beritahu padanya untuk mencari nya di kamar, namun ia tidak mau jika sendirian maka ku ajak Ai ikut bersamanya," Shiro memotong perkataan Raven.
"Aneh. Kenapa anda menyuruh orang baru menemani orang baru?" Rasa curiga Nakada semakin besar mendengar penjelasan Shiro.
"Karena Ai adalah orang yang dekat dengan Michi selain aku dan Hanabi, mungkin dengan melihat gadis itu, ia akan mau kembali ke acara yang beberapa menit lagi akan dimulai,"
"Begitu. Taiki kau sudah mencatatnya bukan?"
Taiki mengangguk mendengar Nakada.
"Ano, sebelum Shiro-san bersama dengan Hanabi-san, dia ada bersama aku dan Kakeru," tiba tiba, Koi memberi kesaksian yang membuat orang orang disana terkejut.
"Koi?!"
"Iya, dia sempat menceritakan pada kami tentang dirinya. Tak hanya itu, dia juga menjelaskan tentang benda yang aneh," tambah Koi.
"Benarkah itu?"
"Ya, aku menjelaskan tentang balisong pada mereka,"
"Baiklah. Lalu, bagaimana dengan anda, Midori Hanabi?" Nakada beralih kepada Hanabi.
"A-aku sempat kebingungan mencari keberadaan Michi. Namun sepertinya, dia tidak ada dalam acara, karena merasa khawatir, aku bertanya pada Shiro dimana dia, seperti yang Shiro jelaskan, aku pergi bersama dengan siswi SMA itu..." Jelas Hanabi
"Apa yang anda lakukan sebelum itu?" Nakada bertanya.
"Meminum segelas wine seraya menunggu kedatangan Michi,"
"Hm, Taiki kau catat," titah Nakada lagi.
Taiki tanpa disuruh pun mencatat hal hal yang telah Nakada pertanyakan dan yang telah dijawab oleh masing masing tersangka.
"Terakhir, anda. Apa yang anda lakukan, Koganeiro Aoi?"
"Aku menghadiri acara karena mendapat undangan dari Michi-san. Teman teman ku juga, Naru-san, Rei-san, Yukari-san, dan Hikari. Masing masing kami membawa pasangan. Aku sempat berbincang dengan Aoi tentang drama singkat yang tak pernah ku ketahui, ia menjelaskan semuanya. Disaat itu lah, Shiro-san menghampiri kami, sedikit berbincang juga," jelas Ai yang menjeda penjelasan nya.
"Menurut penjelasan Shiro, apa benar anda sedang mengangkat telpon?" Nakada bertanya.
Ai mengangguk, "iya, kakak saya yang menelpon,"
"Bisa lihat daftar panggilan anda?" Nakada meminta ponsel Ai untuk memeriksa daftar panggilan yang ada.
"Benar, Nakada-san, disini ada nama sang penelpon dan durasinya," Taiki segera memberi laporan setelah memeriksa ponsel milik Ai.
"Masing masing dari kalian memiliki alibi. Tapi sayangnya, kecurigaan masih belum hilang pada kalian, jadi mohon kerja sama nya atas penjelasan kalian lebih rinci," ucap Nakada.
"Oh ya, Raven mengapa seolah kau tahu semuanya?" Naru bertanya sesaat dirinya curiga pada Raven seolah Raven tahu skenario yang dibuat oleh pelaku pembunuhan yang sebenarnya sementara dirinya hanya menyembunyikan.
"Karena aku sedikit mendengar pembicaraan Shiro dengan Aoi dan Ai. Shiro dengan Hanabi. Yah, walau diantara para tamu undangan yang sangat banyak itu, mungkin bagimu mustahil," jawab Raven apa adanya.
"Yang membuat ku aneh adalah Suzaku, kenapa ia ada disini?" Rei juga mencurigai Suzaku.
"Hahah, karena aku mengikuti Aoi dan Ai. Tentu saja, yang aku butuhkan hanyalah Ai, bukan Aoi, jadi aku mengikuti Ai hingga sampai mengetahui kasus ini," jelas Suzaku dengan tawa khasnya.
"Sudah kuduga dia akan mengikuti kami. Tapi rasanya, aneh kalau Ai juga ikut menjadi bahan curigaan, mau bagaimana pun, aku tidak ada hak untuk melepas Ai dari rasa curiga Inspektur Nakada," Aoi bergelut dengan batinnya sendiri.
"Sebelum itu, tim forensik akan memeriksa peralatan makan dan minum serta berbagai konsumsi yang ada di ballroom tempat kalian mengadakan acara. Tentang wine yang di minum oleh Midori Hanabi, lalu segala sesuatu yang kalian pegang disana, entah itu cangkir atau semacamnya," ucap Nakada yang membuat suasana tegang.
"Seraya menunggu, kami minta penjelasan kalian secara rinci. Mohon kerja samanya,"
"Sebelum itu, kami menemukan bekas luka di kepala kak Michi. Seperti kepalanya dibentur sesuatu—tidak seperti kepalanya terbentur sesuatu yang tumpul namun berat. Tapi apa?! Apa benda itu? Kalau memang di bentur, pasti ada bekas disekitar sini, namun sayang nya, tidak ada bekas sama sekali, sangat bersih,"
"Koi! Jangan kau apa apa 'kan korban!"
"Kenapa? Aku hanya aneh pada nya, apalagi garis yoshikawa ini,"
"Bukankah tadi sudah dijelaskan? Ayo, lebih baik kita keluar saja daripada kau menganggu,"
"Kakeru, Koi, apa yang membuat kalian aneh?" Ai menghampiri kedua adik kelasnya yang ribut ribut itu.
"Ano, Ai tidak lihat ya? Ada sesuatu pada korban yang seharusnya tidak ada disitu. Entahlah, ini seperti sebuah teka teki yang korban buat sebelum ia tewas," jelas Koi yang kebetulan sedang pintar.
To Be Continued
Story By SatsuAoi15
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro