28. Kehadiran Malaikat
Baca chapter ini jangan buru-buru yaa biar paham dan feel-nya dapet 🤍
28 ʚɞ Kehadiran Malaikat
Lelaki berambut hitam dengan campuran putih itu masih mengamati Ai yang tak bisa membuka pagar. Laut tau Ai ingin pergi sendiri mencari sosok rupawan, makanya dia mencegah Ai pergi demi keselamatannya supaya tidak menyasar.
Lagipula, ke mana dia mau mencari makhluk yang hanya muncul di mimpi, bukan dunia nyata? Tak ada tanda-tanda jelas dalam mimpi tersebut mengenai lokasi. Kemunculan sosok rupawan yang Ai sebut bidadari selalu di tempat serba putih.
Laut yang awalnya berfokus menatap Ai tiba-tiba menoleh ke belakang saat merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Tatapan teduhnya seketika menajam seraya ia kembali menatap lurus ke depan.
"Enggak ada yang undang lo ke sini." Laut berujar ketus.
Sky tersenyum miring. "Emang enggak ada. Pengin aja ikutan berdiri di balkon."
"Bisanya cuma ikut-ikut. Enggak punya pendirian," kecam Laut.
"Galak banget, sih, Ut. Pagi-pagi bukannya sarapan susu malah jus cabe. Pedes mulut lo!" balas Sky.
"Lo yang duluan nyari ribut. Sejak semalem." Laut menuturkannya penuh penekanan, terlebih dua kata terakhir.
"Semalem?" Sky mengangkat sebelah alis, tampak bingung. "Kita ngapain semalem?"
Laut tak merespons, tapi Sky mudah paham hanya dengan membaca seri mukanya yang suram bercampur geram, padahal dia mengamatinya dari samping. Sky merinding. Ia yakin Laut telah mengetahui kejadian di taman belakang rumah dan di depan kamar Ai.
Sky mengikuti arah pandang Laut yang tak berpindah dari Ai di bawah sana. "Pasti lo mikir gue sama Adek ada apa-apa," sambar Sky.
Iris silver Laut seakan menyala tiap terpapar cahaya. Seperti yang terjadi sekarang, matahari menyorot dengan sempurna wajah tampannya. Sky berpaling muka demi menghindari death glare-nya Laut.
"Enggak. Berharap gue mikir gitu?" Laut membalas.
Sky menyeringai. "Enggak berharap, kok, Ut. Baguslah, berarti lo enggak berpikiran negatif soal gue sama Adek."
"Soal Ai emang enggak, tapi kalo lo iya." Sorot mata Laut makin tajam bagai pisau yang rajin diasah. "Ai enggak banyak tau soal kehidupan manusia. Ai enggak ngerti gelagat manusia yang tertarik sama lawan jenis. Dia enggak ngerti sama sikap lo."
"Sikap gue gimana? Lo nuduh gue naksir Adek? Salah, Laut! Gue cuma berusaha jadi kakak yang baik buat Adek. Biar akrab." Sky berkata.
Laut merespons, "Berusaha jadi kakak yang baik atau cabul? Nyium Ai seenaknya. Manfaatin kepolosan Ai."
Tawa Sky hadir lagi. "Emangnya enggak boleh cium Adek? Banyak adik kakak yang begitu, Ut. Sayangnya kita enggak gitu soalnya sama-sama cowok."
"Apa lo mau gue cium biar kita akur?" tambah Sky, tidak bisa diajak bicara serius.
Amarah Laut terpancing. Badannya bergerak menghadap Sky seraya mengeratkan bogeman yang siap dilayangkan ke wajah Sky bila omongannya makin menyebalkan. Urat-urat di leher dan lengan sudah timbul, gigi pun saling beradu sampai rahangnya sangat tegang.
"Gue sempet merasa bersalah udah bikin lo koma, Sky. Sekarang gue nyesel kenapa enggak bikin lo lebih dari koma," gumam Laut.
Sky panik, tapi dia menyembunyikan kepanikannya di balik gelak. Dia mundur perlahan bersama tongkatnya sampai mentok di sudut pagar balkon. Laut mendekat, berhenti di depannya dengan berjarak setengah meter.
"Ut, jangan, Ut! Kita kan kembar, sehati, sejiwa, masa lo tega mau apa-apain gue? Emangnya lo enggak mau kita saling sayang?" kata Sky.
"Ogah." Laut menolak mentah-mentah.
"Kita akurnya cuma tiap ke makam Mamiley. Abis itu lo jutek lagi ke gue! Sky enggak suka!" Sky cemberut, dia ngomel-ngomel.
"Apa untungnya akur sama cowok menel kayak lo? Nanti gue ketularan ganjen, centil, tengil. Geli." Laut menyetus sebal.
"Ih, menohok sampe ke relung hati." Sky memukul pelan dadanya. "Gue iri sama orang-orang yang diperlakuin manis sama lo. Gue doang yang digalakin terus. Tega banget lo, Laut!"
"Enggak sadar? Cuma lo yang nyari gara-gara mulu." Laut mencibir.
"Gue enggak nyari gara-gara. Gue sebenernya lagi nyari tau siapa pacar gue sebelom gue sakit begini. Kayaknya Adek itu pacar gue, ya? Gue lupa-lupa inget. Lo rebut Adek pas gue kritis, Ut? Gue ngerasa deket banget sama Adek! Makanya semalem gue cium—"
"Dari awal Ai itu cewek gue!" Laut menyentak. "Gue yang pertama ketemu dia di Hutan Nueva."
"Bohong, ya?" Sky mendelik curiga.
Ingin sekali Laut tinju muka Sky. Ocehannya itu selalu bikin Laut ingin marah-marah sepanjang hari. Menyebalkan.
Daripada mood makin berantakan, Laut memilih pergi dari hadapan kembarannya. Lebih baik menghindari keributan. Laut tak sampai hati bila Zae mendengar anak-anaknya bertengkar lagi. Zae pasti sedih dan Laut tidak mau itu terjadi.
Laut berjalan cepat hendak menyusul Ai di lantai bawah. Belum terlalu jauh Laut melangkah meninggalkan Sky, ia berhenti lagi tatkala mendengar bunyi benda jatuh dari arah balkon.
Dia tersentak menyaksikan Sky terjerembab saat ingin mengambil tongkatnya yang tergeletak di lantai. Sky berusaha menggapai pagar balkon untuk menjadi pegangannya, tapi tidak kunjung sampai karena terpisah jarak sejauh dua meter.
Laut bergerak cepat menghampiri Sky. Ia bantu Sky berdiri dan menuntunnya ke dekat balkon agar bisa berpegangan di situ, lalu Laut meraih tongkat dan memastikan Sky memegangnya dengan benar.
"Enggak bisa hati-hati? Nanti lo jatohin lagi aja tongkatnya sampe rusak," omel Laut.
Sky terkikik. "Cie ... perhatian banget sama gue. Khawatir, ya?"
Gengsi Laut sebesar cinta Sky padanya. Tanpa mau meladeni Sky, dia melengos dan melanjutkan perjalanan ke tempat Ai berada.
"Laut, bantuin gue! Kaki gue sakit banget abis jatoh. Nyut-nyutan parah, nih! Mau ke kamar, tapi susah jalan." Sky berteriak.
Bola mata Laut memutar malas. Dia balik lagi menyamperi Sky yang sengaja meringis terus sambil memasang muka melas. Laut dengan juteknya buang muka, tidak mau melihat tampangnya yang bikin kesal.
"Gendong di depan," pinta Sky.
"Enggak!" Laut menyentak sambil melotot.
Walhasil Sky digendong di punggung Laut yang kekar. Sky senang akhirnya tidak perlu susah-susah berjalan, sementara itu Laut menggerutu sepanjang jalan dari balkon sampai ke kamar Sky.
ʚ༺❀༻ɞ
Laut mengajaknya Ai ke Crystal Lake. Karena Ai rindu suasana di Hutan Nueva, maka ia membatalkan rencananya pergi sendirian mencari bidadari. Laut membawa tas kecil berisi pakaian mereka, ditambah handuk, untuk berjaga-jaga Ai ingin berendam.
"Akhirnya kita datang ke sini lagi." Ai bertutur ceria.
Laut juga merindukan tempat favoritnya ini. Sudah lumayan lama ia tak merasakan belaian anginnya. Menurut Laut, angin di Hutan Nueva mampu membangkitkan semangat yang hampir mati.
Perempuan di samping Laut anteng memakan mawar sambil sesekali mencelupkan tangan ke air danau. Temperatur air danau siang ini dingin, tapi tidak sedingin di waktu malam. Ai jauh lebih suka ketika malam.
"Ai, kenapa tadi kamu yakin banget mau nyari sendiri sosok itu? Si Bidadari." Laut berujar, mengeluarkan pertanyaan yang terjebak di benak.
Ai menjawab tanpa beban, "Karena Ai harus mandiri demi masa depan."
"Emangnya kamu tau harus ke mana biar bisa ketemu bidadari?" tanya Laut lagi.
"Enggak tau, Laut. Ai hanya mengandalkan keajaiban. Ibu bilang semua impian berkesempatan menjadi nyata bila kita berusaha dan yakin bisa menggapainya. Memiliki sayap adalah impian besarku. Bidadari itu akan memberiku sayap kalau aku bisa menemuinya," ulas Ai.
Orang awam akan menilai Ai aneh karena percaya pada mimpi. Awalnya Laut begitu, tapi dia tak mau mematahkan semangat Ai dengan berkata yang kurang baik soal bidadari. Bagaimana pun juga Laut tak merasakan pengalaman Ai sebagai orang yang didatangi bidadari lewat mimpi.
Satu kejadian mengubah cara pandang Laut mengenai mimpi itu. Ini kejadian saat Ai mendapatkan informasi dari bidadari tentang tanda lahir berbentuk sayap di punggungnya. Laut yang menjadi saksi bahwa tanda lahir itu betulan ada di punggung Ai, bentuknya mirip sayap.
Tidak heran jika sekarang Ai menanti-nantikan kelanjutan alur dalam mimpi mengenai bidadari.
"Bidadari itu ngasih petunjuk apa aja ke kamu?" Laut sangat ingin membantu.
Ai mengingat-ingat. Ia berkata, "Tempat serba putih, sayap besar, kupu-kupu yang cacat, dan wujud bidadari yang terang."
Laut jadi pening seketika. Semua petunjuknya samar sekali, tidak jelas, dan membuat bingung.
"Tempat serba putih itu apa, ya? Alam lain? Surga?" ceplos Laut. Itu saja yang melintas di pikirannya.
Mata Ai sudah lebar dan makin lebar mendengar penuturan Laut. Mulutnya ikut terbuka. Ai bertutur sambil memandang Laut lekat-lekat, "Surga itu bagaimana, Laut? Semuanya putih?"
"Kurang tau, Ai. Saya belum pernah ke surga." Laut menjawab enteng.
"Tapi, setau saya dari zaman dulu surga itu digambarin sebagai tempat yang penuh kedamaian. Enggak ada kejahatan di sana. Semuanya bersih. Nah, warna putih itu identik bersih, suci, damai, malaikat," imbuh Laut.
"Bidadari juga putih!" seru Ai, dia begitu semangat membahas ini.
"Iya." Laut mengangguk.
"Berarti bidadari yang ada di mimpiku itu adalah penghuni surga?" celetuk Ai. "Aku ingin ke surga, Laut! Ayo, kita ke sana sekarang untuk bertemu bidadari."
"Ai ... surga bukan tempat yang bisa kita liat. Cuma roh orang-orang terpilih yang bisa masuk sana." Perkataan Laut berhasil mengubah Ai menjadi patung beberapa detik lamanya.
"Siapa orang-orang itu?"
"Orang yang ngelakuin banyak kebaikan semasa hidupnya," jawab Laut.
Ai tak tau apa itu surga karena bangsa peri tidak masuk surga ataupun neraka. Mereka tak memiliki agama. Setiap ada peri yang mati jasadnya akan dikubur lalu menjadi abu, dan rohnya dipastikan kembali ke langit.
Lelah, Ai membuang napas berat. Ia menekuk lutut dan memeluknya sambil menolehkan kepala ke Laut. "Jadi, menurutmu bagaimana cara bertemu bidadari?" tanyanya.
Laut tidak bisa berkonsentrasi penuh untuk memikirkannya. Clue yang minim mempengaruhi kinerja otak Laut sehingga tak mampu berpikir leluasa. Dia penasaran, tapi di satu waktu pikirannya buntu.
Di saat-saat yang membingungkan begini, ada hal lain menambah keheranan Laut. Ia lihat sebuah portal muncul di atas danau. Itu merupakan portal yang biasa membawa Que dari Faigreene ke Bumi.
"Que?" Ai mendongak, ia berharap yang datang Que.
Harapan Ai terkabul. Que muncul setelah sayapnya ditutup jubah, tapi ia sangat terkejut karena ternyata portal ini melayang di atas danau.
Byur!
Que tak bisa menghindar. Dia tercebur ke air dan buru-buru berenang ke tepian. Laut ingin sekali menertawakannya, tetapi ia kontrol mimiknya agar tidak ketahuan sedang menahan tawa.
Ai bantu Que naik ke daratan. Tubuh Que bergetar kedinginan. Terpaksa ia melepas jubahnya dan melebarkan sayap untuk dikeringkan. Cipratan air dari sayap Que melayang-layang sampai kena Laut, seketika Laut memberinya tatapan nyalang.
"Halo, Laut. Maaf, ya, wajah tampanmu terkena cipratan! Sayapku basah dan harus dikeringkan agar tidak rusak." Que berujar.
Dahi Laut mengerut. Dalam hatinya ia berkata, "Sejak kapan makhluk satu ini bisa bahasa manusia?"
"Que, kamu sudah baca buku dariku? Sekarang kamu pandai bahasa manusia!" Ai turut senang.
Que memekik seru, "Ya, sahabatku! Aku sudah membacanya secara keseluruhan berkali-kali. Aku suka buku pemberianmu!"
Dua peri itu berantusias membahas keseruan cerita anak-anak. Ai juga menyarankan Que untuk membaca novel, nanti bila mereka bertemu lagi dan jika Ai ingat membawanya. Saking serunya mereka bincang-bincang, Laut sampai terabaikan.
Kesabaran Laut teruji selama menunggu obrolan mereka selesai. Semakin lama tambah seru, entah kapan berakhirnya.
Laut mencuri pandang ke Ai dengan bibir sedikit mengerucut. Lucu, mirip anak kecil yang ngambek. Karena Ai tidak peka, maka Laut menunduk lagi sambil memainkan batu-batu kecil dekat kakinya. Ia lempar batu itu ke danau.
"Kamu ke sini untuk apa, Que?" Ai bertanya.
"Ingin memberimu kabar bahwa Raja Zennor tidak sabar untuk menikahimu dengan peri jantan," ungkap Que.
Ai maupun Laut memberi reaksi yang sama, yaitu membulatkan mata dan ternganga. Que bersicepat meluruskan sebelum Ai dan Laut berpikiran jauh.
"Aku tau kamu punya kekasih. Aku senang melihatmu bahagia bersamanya. Jadi, semalaman aku memikirkan cara bagaimana mengurungkan niat Raja Zennor menikahimu dengan peri jantan." Que bertutur.
"Cara seperti apa, Que? Aku hanya mau Laut." Ai menjadi sedih bila dipaksa menikah dengan lelaki lain.
"Kamu dan Laut datang ke Faigreene, temui Raja Zennor, lalu katakan padanya bahwa kalian bahagia bersama. Katakan kalian ingin menikah!" papar Que.
Laut membuang napas berat. Ia menyambar ucapan Que, "Semudah itu?"
Que mengangguk. "Mari kita coba!"
Di sini yang paling semangat hanyalah Que. Dia ajak Laut dan Ai bersiap-siap menunggu portal kembali muncul. Que menyiapkan tenaga bila harus mengangkat pasangan itu menuju portal yang letaknya selalu tinggi di udara.
"Aku takut diusir Ayah lagi." Ai cemas, ia menggenggam jemari Laut.
"Tidak akan. Percaya padaku, Ai. Raja Zennor sudah berdamai dengan masa lalu." Que tersenyum bangga. "Ssst! Ini rahasia kita bertiga. Jangan bocorkan pada Raja bahwa aku membocorkannya ke kalian!"
ʚ༺❀༻ɞ
Que sangat berani membawa dua orang ikut dengannya ke planet Faigreene melalui portal milik Zennor.
Mereka harus berjalan sejauh 100 meter menuju gerbang utama Kerajaan Faigreene. Sebagai teman yang baik, Que tidak terbang, ia ikut menapak di tanah. Ai takut, sejak tadi enggan melepas pelukannya dari lengan Laut karena belum siap diserang dan dihina lagi oleh kawanan peri.
Laut merangkul Ai dan meremas ringan lengan atasnya untuk memberi rasa tenang dan nyaman. Ia siap maju bila Ai diganggu. Kalau perlu Laut sobek-sobek sayap peri yang berbuat nakal ke Ai.
Benda-benda di Faigreene besar semua. Laut sudah mengetahuinya dari Ai, tapi dia tetap terkejut. Ia merasa badannya menciut sampai seukuran kepompong.
Sekarang Laut paham kenapa Ai tidak kenyang bila memakan mawar dengan jumlah sedikit. Itu karena ia terbiasa makan mawar di Faigreene yang ukurannya teramat besar. Satu kelopak mawar di Faigreene sama dengan tiga puluh tangkai mawar di Bumi.
"Ada peri," bisik Ai saat melihat satu peri keluar dari rumahnya yang terbuat dari tumbuhan.
Peri itu menampakkan diri sekilas, kemudian masuk lagi dengan jantung serasa mau lepas dari tempatnya. Ia ketakutan melihat lelaki tinggi di samping Ai.
Tiga peri bermunculan bareng dari rumah masing-masing, dan reaksinya serupa dengan peri pertama yang buru-buru kembali masuk.
Keanehan itu terjadi pada semua peri yang penasaran akan kedatangan Ai. Nyali mereka untuk menghina dan mengusir Ai seketika lenyap saat melihat Laut.
"Mereka semua kenapa?" Laut tak mengerti.
Que mengangkat bahu. "Aku juga tidak tau, Sahabat."
Istana sudah di depan mata. Ai merindukan rumahnya. Ia kangen bermain bersama hewan-hewan kecil di dekat danau. Matanya berkaca-kaca lantaran sedih tak bisa tinggal di Faigreene lagi karena kehadirannya merusak keindahan dan kesempurnaan planet ini.
Que berhenti di depan pintu utama istana, ia berdiri menghadap Ai sambil membungkuk. "Silakan masuk, Putri Aequa."
Semua peri yang bekerja di dalam bangunan raksasa ini langsung berpencar mencari tempat perlindungan bertepatan tiga orang tadi masuk. Lagi-lagi karena melihat Laut. Mereka berlomba-lomba menyelamatkan diri seperti diintai iblis yang siap menelan mereka hidup-hidup.
"Ada apa?" Suara lantang Zennor menggema.
Dada Ai menghangat mendengar suara yang sudah lama tak menyapa telinganya. Sudut bibirnya bergerak mengukir senyum tipis, tapi Ai menunduk lagi dan bersembunyi di belakang Laut. Ia memeluk lengan Laut terus.
"Raja Zennor, lihatlah siapa yang datang!" Que melambaikan tangan.
Zennor tercenung. Ia melayang tanpa gerak, pandangannya terhenti di satu titik yaitu Ai. Dengan wajah pucat karena ketakutan, Ai tertunduk makin dalam dan tangannya mulai gemetaran.
Biasanya Zennor akan langsung menghardik Ai menggunakan bahasa kasar. Namun kali ini Zennor tak sanggup melakukannya.
Zennor terbang menghampiri mereka bertiga di ambang pintu. Ketika Zennor melirik Laut, dia tersentak hampir latah, tapi bisa dengan cepat menetralkan keterkejutannya.
"Ini Laut, Raja. Kekasih Putri Aequa," ujar Que memperkenalkan Laut kepada Zennor.
Zennor bungkam. Ia dan Laut saling melempar tatap. Napas Zennor memburu, ia ingin berteriak penuh kekesalan karena cemburu berat. Laut bersikap tenang dan tak banyak bicara, tapi sekalinya bicara bikin Zennor pingsan.
Barusan Laut minta bantuan Que menerjemahkan kalimatnya ke bahasa peri. "Raja Zennor, saya Laut, kedatangan saya kemari ingin meminta restu untuk menikahi putri Anda."
ʚ༺❀༻ɞ
Ai tidak bisa tenang sampai ada kabar baik mengenai Zennor. Dia mondar-mandir di depan istana bersama Que dan Laut yang menjadi penonton setia. Ai tidak ada lelahnya berjalan ke kiri, ke kanan, ke kiri dan kanan lagi, berulang terus sambil gigit jari.
"Tunggu sebentar. Aku akan memeriksa Raja," ujar Que.
Que terbang ke kamar Zennor yang terletak di tingkatan paling atas. Di istana ini tidak ada tangga. Bangunannya besar dan tinggi, tetapi tak ada lantai dua, tiga, empat, dan seterusnya, seperti bangunan bertingkat di Bumi. Dari lantai dasar sampai ke langit-langit itu plong tidak ada sekat atau penghalang.
Semua bagian depan ruangan di istana tak ada terasnya. Hanya kamar Ai yang punya karena terletak di tingkatan paling bawah. Sudah di paling bawah, terpencil pula.
"Raja sudah sadar." Que menghela napas lega.
Zennor yang awalnya melamun itu refleks menoleh. Ia meminta Que mendekat untuk mengatakan sesuatu. Seperti yang sudah-sudah, Que dengan senang hati mendengarkan pesan dari Zennor.
"Panggil Aequa dan makhluk bernama alam itu ke sini. Sekarang, Que." Zennor menitah.
"Baik, Raja!"
Que keluar dari kamar Zennor dan memanggil para peri yang bersembunyi di banyak ruangan. Mereka tidak berani keluar selama Laut masih ada di sekitar istana. Sampai ada yang menangis karena terlalu takut.
"Bantu aku bawa Putri Aequa dan kekasihnya menghadap Raja Zennor! Ini perintah dari Raja!" Que berseru lantang.
"Kalau kalian tidak ada yang mau membantu, akan kulaporkan kepada Raja agar kalian diberi hukuman berat!" ancam Que sambil bersedekap dan menebar senyuman tengil.
Terpaksa para peri keluar dari persembunyian. Sebanyak lima peri menghampiri Que, sisanya mengamati mereka dari depan ruangan masing-masing yang pintunya ditutup.
Que bersama satu peri betina membantu Ai terbang dengan memegang lengannya. Empat peri jantan membantu Laut, tapi belum apa-apa mereka sudah berkeringat dingin dan tubuh mendadak lemas.
"Cepat!" Que menengok ke bawah, meminta empat kawannya bergerak cekatan memenuhi permintaan Zennor.
Tidak lebih dari satu menit mereka tiba di kamar Zennor. Peri-peri yang menolong itu langsung meninggalkan tempat. Ai tidak mau masuk duluan lantaran segan, jadi Que yang mendahuluinya.
"Raja, Putri Aequa dan Laut sudah datang." Ucapan Que menyadarkan Zennor dari lamunan lagi.
Zennor beranjak dari kasur. Ia datangi Ai, tapi Ai seketika melindungi diri di belakang badan Laut. Ia remas kuat-kuat kaus Laut.
Kesedihan bercampur sesal terpancar dari mata Zennor. Ia menorehkan luka besar di hati Ai sampai sang anak setakut itu padanya.
Zennor tak memaksa Ai untuk menatapnya. Perlu banyak waktu memperbaiki cermin yang telah hancur berkeping-keping. Meski sudah diperbaiki, bekas kehancurannya tidak akan hilang. Kondisinya tak akan kembali utuh seperti bentuk semula karena pasti ada serpihan yang hilang.
Tidak ingin suasana menjadi mellow, Zennor beralih menatap Laut yang jelas ada di hadapannya. Zennor baru sekarang bertemu lelaki yang tingginya melebihi dia. Laut memang sangat tinggi, postur tubuhnya tegap dan proporsional. Zennor menjadi kecil bila disandingkan dengan Laut.
Que menawarkan diri menjadi translator untuk Laut dan Zennor. Tawaran Que sangat berguna supaya tidak terjadi salah paham di antara dua makhluk berbeda planet itu.
"Saya marah dan tidak terima saat Que bilang Aequa menjalin hubungan spesial dengan manusia. Saya ingin Aequa menikah dengan peri jantan." Zennor bertutur menggunakan bahasa peri yang langsung diterjemahkan oleh Que.
"Namun setelah bertemu kau, ternyata saya keliru. Saya terkejut dan bahkan kedatanganmu membuat takut seluruh rakyat saya," ujar Zennor.
"Kecuali Que. Saya lihat dia tidak ada takutnya padamu." Zennor melirik Que sekilas.
Sebagai penerjemah, Que menggaruk kepala dan tersenyum kikuk. Ia juga bingung kenapa para peri ketakutan melihat Laut. Que tau, Laut memang tajam tatapannya, tapi tidak semengerikan monster.
"Kau memiliki tujuan lain selain ingin mencari restu saya, ya?" Zennor menyipitkan mata.
"Malaikat Kematian tidak mungkin datang dan pergi dengan tangan kosong. Kau ingin menjemput rakyatku sebanyak apa?" tutur Zennor.
Que membeliak. Laut dan Ai ikut membuka lebar-lebar mata. Hati mereka kompak berseru, "Malaikat Kematian?"
Kedatangan Laut merupakan kejutan yang paling mengagetkan bagi banyak penduduk Faigreene tanpa ia sadari. Di mata mereka, tubuh Laut mengeluarkan aura hitam yang berkobar-kobar seperti api, dan wajahnya dipenuhi dendam kepada peri-peri yang pernah mengganggu Ai.
Laut tidak tau siapa saja peri yang nakal terhadap Ai, tapi peri-peri itu merasa diintai. Laut tidak melirik mereka, namun mereka merasa lirikan maut Laut tertuju ke mereka tanpa henti.
"Apakah putriku akan bahagia menikah dengan Malaikat Kematian?" Zennor bertanya serius.
"Saya bukan Malaikat Kematian, Raja." Laut berkata. "Saya manusia berdarah dewa. Dewa Kematian."
"Di dunia kami tidak ada dewa atau dewi. Kami menyebutnya malaikat," ucap Zennor.
Laut mengerti. "Baik. Tapi, saya tidak pernah menjalankan tugas sebagai Dewa Kematian karena ayah saya melarang. Kedatangan saya kemari bukan untuk mencabut nyawa siapa pun."
"Kenapa ayahmu melarang?"
"Karena trauma akan kepergian ibu saya yang dulunya seorang dewi, tepatnya Ratu para Dewa dan Dewi. Ayah saya pernah bercerita bahwa ibu saya selalu diusik makhluk jahat. Hidup sebagai dewi membuat ibu saya dikepung banyak masalah sampai harus mengorbankan diri demi keselamatan banyak orang. Sejak saat itu ayah saya tak mau anak-anaknya terlibat tugas sebagai dewa atau dewi. Lebih baik menjalankan hidup senormalnya manusia biasa." Laut menjelaskan cukup panjang.
Zennor memahami dengan mudah. Dia jadi ingat peristiwa terjadinya hujan salju mengerikan di Faigreene, sebelum Ai lahir.
"Sebelum kau, ada malaikat lain pernah datang ke Faigreene. Sudah lama, 1 Juli 2066. Datangnya bersama hujan salju yang sangat menakutkan. Saya tidak melihat malaikat itu. Istri saya yang melihatnya meski hanya dalam hitungan detik." Zennor bertutur.
"Istri saya menyebutnya sebagai Malaikat Penolong di tengah badai. Kala itu bola putih Aequa rusak parah dan hampir pecah. Aequa diperkirakan akan lahir cacat, bahkan tak bernyawa. Beberapa jam setelah terjadi badai, bola putih Aequa berubah menjadi water lily sehingga Aequa bisa lahir dengan selamat meski tanpa sayap. Istri saya yakin keajaiban itu berasal dari malaikat yang dia lihat."
"Setelah itu tidak pernah ada malaikat mampir ... sampai akhirnya kau muncul dan menggemparkan kerajaan," papar Zennor diakhiri gelengan pelan.
Laut tertarik mendengar lebih banyak penjelasan Zennor mengenai malaikat atau dewi yang dimaksud. Tanggalnya sama dengan kepergian Amberley, kelahiran Laut dan Sky, juga kelahiran Ai.
"Istriku sempat melukiskan wajah malaikat itu untuk mengenang pertolongannya pada putri kami." Zennor berkata.
"Boleh saya lihat lukisan itu, Raja?" mohon Laut.
Auree satu-satunya yang melihat sosok indah bercahaya itu, tapi tak pernah heboh memberitakannya ke khalayak. Selama ini hanya Zennor yang menikmati keindahan lukisan Auree di tembok kamar mereka.
"Ya. Mari ikut saya." Zennor mengizinkan Laut melihatnya.
Lukisan itu tertoreh di permukaan tembok yang selalu ditutup kain putih. Zennor menyibaknya pelan, lantas Laut tertegun melihat wujud malaikat yang digambarkan Auree. Tubuh Laut membeku lama dengan mata tak kunjung kedip.
Ia baru mengerti kelahiran Ai atas campur tangan sosok paling berharga di hidup Laut.
Kecacatan Ai adalah kesempurnaan yang tak dimiliki peri lain. Hati lembutnya datang dari tetesan air mata malaikat yang sayang pada Ai bahkan sebelum dia lahir ke dunia.
Mata peraknya perih dan panas menatap lukisan tersebut. "Mamiley," gumam Laut.
🎀✨🤍✨🎀
Satu kata buat chapter ini, Babygeng?
mau fast update? kamu wajib VOTE sekarang juga! klik gambar bintang kecil di pojok bawah ⭐️
6K comments buat next cepet!
spam "💜" di sini
——————————————
BABYGENG, Scenic ada versi AU-nya di instagram aku (radenchedid). Judulnya "Sea & Sky", "Sea & Sky 2" dan "Aisea". Alur beda sama yang di wattpad. Di IG itu buat hiburan aja~ hayu bacaaa 🥰
——————————————
jangan lupa share cerita SCENIC ke bestie, crush, fams, siapa pun yang kamu punya yaa! 😄🤍 kalo kamu mau post di instastory, tag aku (@radenchedid) biar aku repost ok ;)
Thank you, Babygeng 🦋✨🍃
((( akun lama Janessa suspended )))
Love you and see you, Babygeng!
—Mamigeng—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro