26. Dua Hati
hai babygeng! absen sesuai inisial nama kamu yuk 💜
aku R 🎀
26 ʚɞ Dua Hati
Janessa terpaksa kembali bekerja demi mengembalikan semua uang yang telah Narafina pakai sangat banyak untuk memperbaiki kerusakan di dalam dan luar tubuh Janessa.
Dia tambah cantik, itu fakta yang tak bisa dibantah. Sayang isi pikirannya memburuk. Itu menyebabkan sinar wajah Janessa redup dan pesonanya menurun karena auranya tidak terpancar.
Cantik, tapi tidak menarik. Ini merupakan masalah besar bagi Janessa sebagai wanita yang bekerja mencari perhatian banyak pria, mencuri hati mereka, dan membuat mereka tergila-gila padanya.
Narafina menyadari betapa suram tampang putrinya. Maka dia membuatkan dua minuman herbal untuk Janessa sebelum pergi ke tempat hiburan malam.
Minuman herbal yang pertama Janessa teguk berkhasiat menambah energi dan memberi rasa bahagia tak berlebihan. Sedangkan yang satunya lagi lumayan berbahaya, tetapi Janessa tidak tau.
Herbal yang kedua Narafina bilang untuk menjaga konsentrasi selama berjam-jam, biasanya maksimal lima jam. Itu benar. Namun ... Narafina juga menaruh serbuk penggugur kandungan ke dalamnya.
Narafina terus berusaha menghilangkan janin itu. Ia tidak mau Janessa hamil. Ia mau Janessa menghabiskan banyak waktu untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Mengurus bayi hanya akan menyita waktunya.
Ini pengalaman Narafina ketika Janessa baru lahir. Dia mengalami baby blues yang membuatnya sering sedih sampai menangis histeris dan melempar banyak barang di rumah. Hatinya mudah tersinggung, makin sensitif, dan kesal serta sendu tiap melihat Janessa.
Ada kejadian Narafina tak bisa mengontrol diri, dia ingin membunuh Janessa tiap mendengar tangisannya. Sekadar Narafina melirik Janessa yang terlelap pun ia berkeinginan menutup wajahnya pakai bantal.
Narafina tak pernah menyukai bayi. Dia tidak suka anak kecil. Kelahiran Janessa bukan anugerah baginya.
"Malam ini harus bawa hasil yang banyak, ya, Sayang. Minimal delapan ratus juta." Narafina berkata saat ia mengantar Janessa ke halaman rumah, menghampiri sebuah mobil yang terparkir.
Cuma ada mobil Narafina di situ. Milik Janessa menginap di bengkel restorasi mobil setelah dirusak orang-orang suruhan Laut. Janessa kesal setengah mati, tapi tak bisa protes karena ia sadar telah berkata kasar pada Ai yang membuat Laut marah padanya.
Semua hal yang terjadi hari ini hanya menambah beban pikiran Janessa.
Dari semua itu, dia paling tidak bisa berhenti memikirkan sikap Sky yang berubah. Secepatnya Janessa akan menemui Sky lagi untuk membicarakan masalah ini.
"Ini jam berapa?" Narafina mengangkat tangan kiri, menatap jam yang melingkar di pergelangannya. "Oh, masih jam delapan. Belum terlalu malam. Berarti kamu bisa layani dua sampai tiga pelanggan."
Janessa mendengkus spontan. Dia berhenti tepat di samping mobil, padahal baru akan membuka pintu. Ia berucap, "Satu aja. Aku enggak mau banyak-banyak."
"Loh, kamu enggak mau nurut sama Mama?" Narafina menyahut, ekspresinya berubah dari senang jadi kesal.
"Aku masih belum terlalu fit, Ma. Masih agak sakit badan aku. Aku harus nari di tiang, terus lanjut ngelayanin pelanggan. Capek banget!" seru Janessa.
"Mama enggak mau denger kamu protes mulu. Dikit-dikit nolak perintah Mama," ketus Narafina.
"Ya, gimana aku enggak protes? Mama tinggal ngomong, aku yang gerak! Aku yang lakuin semuanya di kondisi aku begini. Belum pergi aja aku udah enggak mood!" Janessa dongkol.
Narafina berkacak pinggang sambil menggeleng dan berdecak. Ia memandangi Janessa dengan delikan tajam. "Baru segitu aja kamu ngeluh terus. Dulu Mama lebih bekerja keras. Lebih-lebih giat cari uang daripada kamu. Kenapa kamu lemah banget, sih? Lebay, menye-menye."
"Sadar diri itu penting, Janessa. Kamu itu pelacur. Pe-la-cur. Kamu cocoknya habisin banyak waktu di tempat hiburan malam, tebar pesona, godain lelaki, kuras harta mereka. Enggak pantes kamu santai-santai di rumah, alesannya enggak enak badan pula. Bikin malu."
"Kamu bukan Tuan Putri apalagi Ratu. Kamu cuma pelacur. Kamu budak seks pelanggan kamu. Budak, Janessa." Narafina bertutur lagi.
Dada, leher, dan wajah Janessa panas menerima kalimat seburuk itu dari ibunya. Ia tak bisa berkata-kata. Mulutnya tertutup rapat menelan segala makian yang ingin ia sembur pada Narafina.
Tiba-tiba Narafina melotot dan menyentak, "Jadi perempuan jangan lemah. Jangan lembek! Kerja keras, Janessa! Utang kamu ke Mama itu banyak!"
Lalu Narafina mendorong-dorong Janessa ke pintu mobil, menyuruhnya masuk dan segera pergi ke Ravenox, tempat hiburan malam.
"Anak durhaka yang enggak tau terima kasih. Bikin Mama marah terus," cibir Narafina saat Janessa hendak menutup pintu.
"Pergi! Jangan berani-beraninya pulang kalau kamu enggak bawa uang di atas delapan ratus juta!" Narafina berseru, ia memukul kaca mobil dan mengusir Janessa.
Narafina berbalik dan jalan ke pintu utama rumah sambil mengentak-entak kaki. Sepanjang jalan ia menggerutu. Di kepalanya penuh makian untuk Janessa.
Kekesalan Narafina menyusut ketika ia menerima panggilan masuk dari seorang pria. Tidak ada namanya, tapi yang pasti itu pelanggan dia. Nomor Narafina hanya diketahui pria-pria yang telah memakai jasanya.
"Halo, Sayang." Narafina menyapa.
"Aku kangen."
"Aku sendirian di rumah. Anakku baru aja pergi."
"Sepuluh menit lagi aku jalan. Tunggu istriku selesai beberes. Habis ini dia mau nidurin bayinya."
Narafina memutar bola mata tak senang. "Harus banget nunggu dia? Hmm ... ya udah, aku mandi sendiri aja."
Terdengar pria itu mencegah Narafina melakukannya sendiri. "Tunggu aku. Aku ke sana sekarang."
ʚ༺❀༻ɞ
Dentum musik yang dipimpin DJ tak pernah berhenti memeriahkan Ravenox, kecuali tempat ini tutup.
Lebih dari setengah jam Janessa berada di sini, menampilkan tarian terbaiknya di hadapan banyak pria yang seperti kehausan tiap menontonnya bergerak lihai nan seksi di tiang.
Para pria itu seperti sekelompok buaya yang tengah menunggu diberi makan. Mereka menginginkan Janessa, menunggunya turun dari tiang dan menghampiri mereka dengan gerakan pinggul sensual.
"Riz Janessa!"
"Riz Janessa!"
"Riz Janessa!"
Mereka menyerukan nama perempuan paling disanjung di Ravenox. Janessa tersenyum senang, kebahagiaannya datang bertubi-tubi sebagai hasil dari mengonsumsi minuman herbal buatan Narafina.
Janessa membalik tubuhnya, menukar posisi kaki dan kepala di tiang. Belahan dadanya menjadi penyegar mata para pria. Kaki jenjangnya tak kalah memesona. Terlebih rambut panjangnya yang tergerai indah.
Ia kembali memutar tubuhnya ke posisi semula sambil menebar senyum lebar. Setelah berputar-putar di tiang sembari menunjukkan gerakan seksinya yang selalu bikin orang-orang ketagihan, kini Janessa turun menjauhi tiang.
"Malam ini gue mau nunjukin gerakan baru, khusus buat lelaki yang berani bayar gue lebih tinggi dari biasanya!" Janessa berseru.
Semua orang mulai riuh dan tak pikir panjang ingin bermain bersama Janessa. Respons mereka adalah kelegaan untuk Janessa karena itu berarti dia bisa membawa pulang banyak uang.
"Dimulai dari delapan ratus ju—" Ucapan Janessa terhenti mendadak, ia membekap mulutnya bersamaan mual yang tiba-tiba menghampiri.
"Delapan ratus juta? Terlalu kecil buat kamu, Sayang! Saya berani bayar satu miliar!" Seseorang berseru lantang.
Janessa mendengar samar, pandangannya mulai kabur dan dia mundur sampai punggungnya menabrak tiang. Janessa buru-buru berpegangan pada tiang untuk menjaga keseimbangan tubuh. Denyutan di kepalanya terasa sepuluh kali lebih sakit dari pening biasa.
"To—tolong," gumam Janessa.
Banyak orang tidak menyadari Janessa kesakitan, malah mengira ini pertunjukan Janessa yang lainnya. Setidaknya ada tiga pemuda sadar akan hal itu. Satu dari antaranya langsung berlari menghampiri Janessa, memeluknya yang hampir tumbang.
"Riz Janessa." Ia memanggil seraya menepuk pipi Janessa yang sudah kehilangan kesadaran.
Pemuda itu bergegas mengangkat Janessa ke gendongannya, lanjut membawa dia ke sebuah kamar. Dikarenakan banyak pengunjung tidak terima Janessa diambil lelaki itu, maka mereka berebutan untuk membawanya ke kamar paling mahal.
"Dia pingsan! Niat gue nolong, bukan mau gue perkosa!" Pemuda itu berteriak garang dan mempercepat langkahnya.
"Bohong! Biar gue aja!" Orang lain menyahut.
"Gue! Janessa kenal gue!"
"Mendingan gue. Gue tau harus apain orang pingsan biar cepet sadar!"
"Sini, anjing! Biar Janessa gue yang urus!"
"Woi, lo itu terlalu muda buat Janessa! Lo modus, kan? Sengaja bantuin dia biar bisa minta sesuatu? Jangan sok jadi pahlawan, padahal pengin nyobain Janessa juga!"
Pemuda tadi tetap berjalan cepat ke kamar kosong. Dia tak peduli orang-orang di belakangnya bising dan berpikiran buruk tentangnya. Persetan dengan itu semua, dia hanya ingin menolong seseorang yang perlu ditolong.
ʚ༺❀༻ɞ
Que kecanduan membaca buku anak-anak yang diberikan Ai padanya. Dia sudah membaca berulang kali sampai banyak adegan menempel di otak. Dia hafal semua nama tokoh berwujud hewan-hewan unik itu.
Lima kunang-kunang mengepung Que untuk membantunya menyinari buku agar bisa dibaca dengan jelas.
"Seru sekali bacaan seperti ini. Aku ingin menjadi merman," kekeh Que.
Kunang-kunang beterbang setelah Que menutup buku. Itu artinya Que tak membutuhkan cahaya mereka lagi.
"Terima kasih sudah membantuku dengan lampu ajaib kalian!" ucap Que kepada kawanan kunang-kunang yang menjauh.
Peri hutan itu duduk bersandar pada batang bunga kemboja sambil memejamkan mata dengan wajah menghadap langit. Seperti biasa, langit malam begitu cantik.
"Andai aku merman. Aku bisa menemani Putri Aequa bermain lama di dalam air. Bisa tahan napas lama, bisa mengerti bahasa ikan, dan bisa menjadi sahabat yang selalu ada untuk Putri Aequa." Que mengkhayal.
Ketentraman ini seketika berubah saat Que mendengar namanya disebut secara lengkap. "Mildred Quematurov!"
"Astaga, nama itu. Aku pusing mendengar nama sendiri." Que bergumam dan bersicepat bangkit dari duduknya.
Ia terbang melebihi tinggi bunga kemboja untuk melihat siapa yang datang. Sebetulnya tanpa melihat pun dia tau dari suaranya, tapi tak mungkin Que diam saja ketika Raja memanggil.
"Ya, Raja Zennor!" Que menyambutnya.
Ada senyum kecil yang terukir di bibir kaku Zennor. Ia mengajak Que ikut dengannya seraya berujar, "Kemari, saya ingin memperlihatkan sesuatu."
Que menurutinya, maka mereka terbang bersama ke suatu tempat. Letaknya tak jauh dari istana. Tidak sembarang peri boleh memasuki area ini karena lahannya khusus untuk anggota kerajaan. Berarti Que termasuk peri biasa yang beruntung.
"Saya membuat rumah kecil untuk Aequa. Kalau dia pulang, dia bisa bermain bebas di dalamnya tanpa diganggu siapa pun. Tanpa diganggu saya juga." Zennor menuturkannya penuh semangat.
Mereka hampir tiba di lokasi. Zennor bertutur lagi, "Menurutmu ... apakah cantik?"
Keduanya turun hingga kaki menapak di tanah. Mereka berhenti tepat di hadapan sebuah rumah kecil yang cantik dan unik. Rumah beserta tanaman di sekelilingnya berwarna serba putih dan pink keunguan. Ai pasti menyukainya bila ia melihat rumah itu, apalagi kalau tau Zennor yang membuatnya.
"Ini rumah termanis yang pernah aku lihat!" puji Que. "Raja sangat hebat bisa membuatnya!"
"Ya ... ini dibantu peri pengrajin," ungkap Zennor.
Que tetap memberinya tepuk tangan. "Raja adalah ayah yang hebat! Putri Aequa pasti senang."
"Benarkah begitu?" Untuk pertama kalinya Zennor tersipu di hadapan peri selain istrinya.
Zennor buang muka. Dia mendiamkan Que sampai senyum di wajahnya sirna. Que tak sadar Zennor sedang berbunga-bunga karena rumah yang ia buat untuk Ai dipuji, malahan Que sibuk melambungkan kalimat kagum akan keindahan rumah itu.
"Setelah Aequa menikah, dia akan tinggal di rumah itu. Saya ingin dia tidak jauh-jauh dari istana." Zennor berangan. "Akan saya perbesar ukuran rumahnya jika sudah menemukan pasangan yang tepat untuk Aequa."
Que otomatis ingat Laut tiap Zennor membicarakan kisah asmara Ai. Ia menyeletuk, "Sepertinya pasangan Putri Aequa tidak suka rumah warna pink."
"Hm? Maksudmu si Sungai itu? Danau? Saya tidak membicarakan dia. Tidak mau dengar," cetus Zennor, langsung melipat tangan depan dada.
"Namanya Laut, Raja! Sekali-kali mari kita ke Bumi dan bertemu dia. Aku senang memandang wajahnya walau tatapannya tidak ramah." Que berkata.
Zennor menggeleng. "Saya sibuk. Tak ada waktu bertemu makhluk asing dengan nama berunsur alam."
"Oh, benarkah?" Que menatap Zennor di sampingnya. "Tapi, Raja ada waktu membangun rumah untuk Putri Aequa. Pasti butuh waktu sangat banyak."
"Karena Aequa putri saya! Tidak ada salahnya saya memakai banyak waktu buat dia," papar Zennor.
"Laut juga kekasih Putri Aequa. Ini penting untuk Putri Aequa, Raja." Que tersenyum makin lebar.
Zennor tetap pada pendiriannya. "Tidak mau!"
Lalu dia terbang dengan muka jutek. Que mengejar dan Zennor menambah kecepatan kepak sayapnya untuk menghindar sambil tutup telinga, tidak ingin mendengar celotehan Que mengenai Laut.
"Diam, Que!"
Que masih lanjut bicara. "Dia tinggi sekali, Raja. Lebih tinggi dari Raja. Tatapannya lebih tajam dari Raja—"
"Mildred Quematurov!"
"Baiklah! Jangan sebut nama lengkapku, aku pusing, Raja!" Que akhirnya mengalah.
ʚ༺❀༻ɞ
Ai terbangun di tengah malam sunyi. Ia pernah merasakan ini sebelumnya, terbangun karena bermimpi aneh lagi ... tentang sosok rupawan dan kupu-kupu ungu yang cacat.
Dalam mimpi itu sang rupawan berkata, "Segeralah cari aku."
Ai tidak tau bagaimana caranya. Ia tak bisa mengenali wajah itu karena terlalu bercahaya. Alhasil Ai hanya melamun di tepi kasur karena pikirannya buntu.
Karena haus, Ai memilih keluar dari kamar untuk mencari minuman segar di dapur. Ingin sekali ia mampir ke kamar Laut, tapi takut mengganggu. Ia tebak Laut sudah tidur karena mungkin lelah seharian ini banyak kegiatan.
Ai tiba di dapur dan mendatangi lemari penyimpanan gelas. Lehernya terasa kering, ia butuh air mineral yang segar dan tentunya dalam jumlah banyak.
Melihat dan merasakan air sesegar ini membuat Ai berkeinginan berendam di danau. Sudah seminggu lebih Ai tidak ke Hutan Nueva dan bermain di Crystal Lake. Ai rindu ke sana ....
"Aku mau ke Hutan Nueva." Ai berucap, ia segera menuntaskan aktivitasnya meneguk air.
Ai menyuci gelas dan ditaruh kembali ke lemari penyimpanan. Ia keluar dari dapur, tapi di ambang pintu ia terkejut karena tak sengaja menabrak seseorang yang hendak masuk ke dapur.
Lelaki itu juga sama kagetnya. Ia menatap Ai, Ai pun menatapnya.
"Adek! Bikin Sky jantungan." Sky menyeletuk, dia mengusap dada.
Ai tersenyum canggung, "Maaf, ya, Sky. Aku enggak sengaja menabrak kamu."
Sky mengiakan. Dia sadar Ai sedang mengamatinya dari atas sampai bawah. Kelihatannya Ai bingung karena Sky hanya memakai satu tongkat, biasanya dua.
"Sky lagi belajar pake satu tongkat. Ternyata enak juga," celetuk Sky.
Informasi itu membuat Ai tersenyum. "Bagus kalau begitu. Semoga secepatnya Sky enggak pakai tongkat lagi."
"Iya, biar kita bisa jalan-jalan berdua, ya?" Sky bercanda.
"Bertiga aja sama Laut! Aku senang kalau ada Laut," sahut Ai.
Sky mengangguk samar. "Ya udah ... apa, sih, yang enggak buat sayangnya Sky?"
Si rambut biru mencubit gemas hidung Ai. Hidungnya kecil, enak sekali dicubit dan digoyang-goyangkan. Ai sampai membuka mulut untuk mencari udara karena Sky terlalu lama memegang hidungnya.
"Sky, aku mau pergi. Kamu jangan lupa istirahat agar kakinya cepat sembuh." Ai berkata.
"Adek mau ke mana? Ini udah malem banget. Udah lewat tengah malem," tutur Sky.
"Aku mau berendam di danau. Aku rindu berendam."
"Di danau?" Sky hampir tersentak. "Yang bener aja, Sayang ...."
"Benar! Ai dan Laut suka berendam malam-malam di danau!" Ai memamerkannya dengan hati senang.
Sky banyak kagetnya bila berbincang bersama peri air satu itu. Tetap, ini tidak sampai ke akal sehat Sky. Berendam di danau tengah malam bukanlah pilihan yang tepat menurutnya, justru mengerikan.
"Emangnya Adek harus banget berendem sekarang? Enggak bisa besok?" tanya Sky.
Ai bergumam, "Aku mau sekarang, Sky. Aku mau mengasah kemampuanku sebagai peri air walau aku enggak akan bisa mengeluarkan kekuatan karena aku enggak punya sayap. Seenggaknya aku bisa berenang dan kulitku tahan dengan suhu dingin air saat berendam lama."
"Oalah, iya ... Laut bilang Adek itu fairy, ya? Peri air?" Sky jadi tertarik dengan topik ini.
Ai mengangguk cepat. "Iya! Ai peri air."
Sky memiliki hati lembut apalagi terhadap perempuan. Ia tak tega setelah tau tujuan Ai ingin berendam di danau untuk mengasah kekuatan. Ditambah Ai tidak punya sayap, membuat Sky makin iba.
"Harus di danau atau boleh di tempat lain? Misalnya kolam renang," kata Sky.
Ai menatap lekat mata Sky dan bertutur, "Sky khawatir, ya? Tatapan Sky mirip Laut kalau sedang khawatir."
"Iya. Takut Adek kenapa-kenapa kalo pergi sendiri soalnya Sky enggak bisa nemenin." Sky jujur. "Apa mau ditemenin pelayan?"
"Aku bisa pergi sendiri dan enggak akan kenapa-kenapa karena aku biasa sendiri, Sky," papar Ai.
Sky masih berusaha. "Kalo Adek berendem di kolam renang, gimana? Mau? Ada di taman belakang."
Seharusnya Sky mengatakan itu dari tadi karena respons Ai sangat positif dalam menanggapinya. "Bolehkah? Ai mau!"
Kekhawatiran Sky berhenti di situ. Akhirnya Ai memilih berendam di kolam renang dengan ditemani Sky. Mereka jalan beriringan ke taman belakang sambil mengobrol ringan.
"Sky enggak bisa ikut berendem. Palingan ngeliatin Adek aja," ujar Sky.
"Karena kaki Sky masih dibungkus, ya?" Ai melirik satu kaki Sky.
"Iya, Sayang." Lelaki itu tersenyum miring. "Dibungkus kayak permen."
"Sky ...," panggil Ai.
"Apa, Cantik?"
Ai meremas ujung piama sebelum bertanya. "Kenapa kamu panggil aku Sayang? Itu panggilan dari Laut buat aku."
Sky tertawa renyah. Ia menyadari sesuatu, yaitu Ai selalu menyebut nama tunangannya setiap mereka terlibat obrolan. Apa pun topiknya, nama Laut akan tiba-tiba Ai sebut.
"Karena Sky sayang kamu. Emangnya cuma Laut yang boleh sayang kamu?" ujar Sky.
🎀✨🤍✨🎀
fast update? kamu wajib VOTE sekarang juga! klik gambar bintang kecil di pojok bawah ⭐️
5K comments buat next cepet!
spam "💜" di sini
——————————————
‼️⚠️‼️⚠️‼️
JENG JENG!!!
Perdana. KaryaKarsa Ai-Sky 🩷
Harga: Rp2.000 aja yaa murah meriah tapi tetep bikin happy! Baca kalo kamu mau baca~
rate 18+ | seru, ga merusak keimutan Ai, malah kayaknya kelen jadi deg-degan sama Sky 😋
Saranku: beli di web KaryaKarsa (jangan di aplikasi) biar enggak perlu ubah uang jadi coin, karena kalo begitu bakal lebih ribet dan lebih mahal. kalo dari web kayak kamu jajan online biasa~ 🤍 tapi kalo kamu maunya top-up di aplikasi, enggak apa-apa juga! 🤍 thank you!!
——————————————
BABYGENG, Scenic ada versi AU-nya di instagram aku (radenchedid). Judulnya "Sea & Sky", "Sea & Sky 2" dan "Aisea". Alur beda sama yang di wattpad. Di IG itu buat hiburan aja~ hayu bacaaa 🥰
——————————————
jangan lupa share cerita SCENIC ke bestie, crush, fams, siapa pun yang kamu punya yaa! 😄🤍 kalo kamu mau post di instastory, tag aku (@radenchedid) biar aku repost ok ;)
Thank you, Babygeng 🦋✨🍃
((( akun lama Janessa suspended )))
Love you and see you, Babygeng!
—Mamigeng—
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro