Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 : CHANGE

Kelas sudah bising sekali saat aku datang. Dan tidak biasanya pula aku ditatap oleh banyak pasang mata. Aku terbiasa menjadi tak terlihat, semua perhatian yang tak aku tahu apa dasarnya ini membuatku ketakutan.

Ada yang menatapku dengan pandangan iba, sedih, acuh, tapi lebih banyak yang tertawa mengejek. Aku semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?

Jawaban aku terima setelah aku melihat selembaran kertas di mejaku. Hampir setiap orang di kelas ini memegang kertas yang sama denganku. Di kertas ini, aku mengerti kenapa mereka bersikap seperti itu padaku. Namaku ada di kertas ini-Daftar Who's Hot and Who's Not Hot, dan ya ... aku tentu saja masuk ke daftar Who's Not Hot. Dan benar sekali, aku ada di puncaknya.

Ya, aku tahu aku memang tidak menarik. Tapi perbuatan iseng yang dilakukan oleh orang yang membuat daftar ini sungguh merendahkan harga diriku. Biar pun aku tidak cantik, tidak seksi, tidak sudi untuk dilirik pria, aku tetap punya hati. Aku manusia biasa. Aku bukan Hannah Baker yang lebih ingin ada di daftar Who's Not Hot daripada Who's Hot karena percayalah ada di daftar buruk rupa itu memalukan.

Orang-orang yang tadinya tidak peduli padaku, sekarang mulai mengenal namaku dan mengejekku di belakangku. Ini sudah kelewatan.

Aku mencoba melawan air mata untuk jatuh, tapi aku gagal. Aku punya tingkat percaya diri yang begitu rendah, aku punya perasaan yang terlalu sensitif, dan hal yang terjadi kali ini membuat rasa rendah diriku drop ke level minus. Aku merasa tak berharga.

Aku butuh tempat untuk menyalurkan semua kesedihan ini, aku pun keluar dari kelas dan mencari tempat sunyi. Saat berjalan, aku selalu menunduk karena aku merasa malu. Aku tak berani melihat orang-orang. Aku terlalu minder.

"Hay, Key."

Oh Tuhan! Kenapa sapaan itu mesti datang sekarang? Kenapa Harry harus menyapa di saat aku sedang dalam kondisi yang luar biasa buruk?

"H-hai juga Harry." Aku bisa merasakan suaraku gemetar saat membalas sapaan Harry.

Aku tak memandang mata Harry kali ini, aku tetap setia dengan kepala menatap lantai. Setelah menyapa balas Harry pun aku langsung melanjutkan perjalananku, kali ini tiga kali lipat lebih terburu-buru dan akibatnya ... entah sudah berapa banyak orang yang aku tabrak.

"Jalan pakai mata, bitch!"

"Kau bahkan tidak hanya jelek tapi kau buta, huh?"

"Menyedihkan sekali hidupmu, ugly."

"Sebelumnya aku bahkan tak sadar dia eksis, kalau bukan karena daftar ini aku pasti takkan tahu seberapa jelek wajah anak ini."

"Tampilan menyedihkan. Sungguh kasihan."

STOP!!!
Tidak bisakah kalian semua diam?
Tidak bisakah kalian punya rasa simpati padaku?
Tidak bisakah kalian melihat aku sudah begitu terpuruk?
Tidak bisakah kalian menghentikan semua hinaan kalian?

Tidak bisakah aku berteriak seperti itu tepat di depan wajah anak-anak itu?

Semua pertanyaan di atas sialnya mendapatkan jawaban tidak dari kenyataan.

***
Tempat yang paling tepat untuk mengamankan hatiku dari semua hinaan menyakitkan adalah di salah satu ruangan kosong dekat laboratorium kimia yang sudah lama sekali tak digunakan. Ruangan itu tidak pernah dikunci tapi juga tidak pernah dibersihkan sehingga ada banyak sekali debu dan sarang laba-laba yang berkeliaran di tempat yang penuh dengan barang bekas ini.

Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam ruangan ini karna biasanya aku hanya sekadar melewati atau mengintip apa isi dari ruangan itu. Oh well, aku lupa bilang kalau ruangan ini katanya angker, makanya jarang ada yang berani masuk. Sebenarnya aku pun tipikal anak penakut tapi entah kenapa saat aku sedih seperti ini, semua rasa takut atas ruangan angker ini lenyap begitu saja. Aku malah merasa sangat tenang saat masuk ke tempat ini.

Aku duduk di lantai dengan kepala yang kusembunyikan di lekukan lutut. Tanpa ada gangguan, aku menangisi kelemahanku. Aku tidak punya teman untuk mencurahkan isi hatiku, bahkan hubunganku dengan orangtuaku begitu kaku, aku hanya bisa memendam semua hal ini sendirian. Dan jujur ini melelahkan.

Tiba-tiba suara pintu terbuka, dengan mata yang masih memerah aku mendongak. Tak kusangka ada bukannya hantu yang aku dapati tapi seorang yang rupanya lebih menyerupai malaikat. Dia Harry Styles.

"Can I come in?"

Tanpa menunggu jawabanku, Harry masuk begitu saja. Aku cepat-cepat menghapus air mataku. Situasi seperti ini tak pernah aku harapkan terjadi, aku pun memilih untuk berdiri dan hendak keluar. Aku tak sanggup berhadapan dengan Harry dengan kondisi selemah ini.

Harry tidak pernah membuatku berhenti terkejut atas semua sikapnya karena kalian tahu apa yang dia lakukan sekarang padaku? Dia menahan langkahku dengan pelukannya. Ya, dia memelukku! He's fucking hug me tightly.

"Better?"

Much better, itu suara dalam hatiku tapi jawaban nyata yang aku berikan pada Harry hanyalah anggukan, yang sangat pelan.

"Don't be sad. List itu bodoh dan dibuat oleh orang bodoh. Kau kan pintar, jadi tak semestinya kau sedih atas hal-hal bodoh seperti itu."

Aku kembali mengangguk. Jika bisa aku hentikan waktu, maka inilah saat yang paling tepat. Detak jantung Harry mengalun begitu lembut di telingaku sanggup memberikanku ketenangan yang luar biasa, dan ini adalah hal yang sangat luar biasa.

"Sekarang apa bisa kita keluar?"

Aku menghirup napas dalam-dalam dan mengangguk masih di dekapan Harry. Rasanya sangat sempurna ada di dekat Harry di jarak sedekat ini, dan jujur saja aku belum mau melepas pelukan ini. Tapi aku bisa apa saat Harry memilih untuk melepas pelukannya.

"Hei. Tersenyumlah." Daguku diangkat paksa hingga mata biruku menatap sejajar ke mata hijau indahnya.
Aku terhipnotis, seluruh tubuhku seakan membeku di lantai. Konyol sekali, kenapa rasa sukaku pada Harry bisa membuat tubuhku bereaksi seperti ini?

Saking terhipnotisnya dengan laki-laki ini, aku sampai tak sadar ada sesuatu hal yang hangat yang menyapa pipiku. Singkat tapi membekas.

Jujur saja, aku belum bisa mencerna apa maksud semua ini. Apa yang Harry lakukan tadi pada pipiku? Dia tidak mungkin menciumku, kan? Oh Tuhan, tapi kenapa rasanya begitu nyata tadi?

Harry tersenyum miring, "Wajahmu sudah kembali punya warna, bahkan rasanya merahnya terlalu berlebihan."

Dia tertawa puas lalu keluar dari ruangan, sementara diriku masih berdiri di tempat dengan lutut yang melemas. Entah karena malu atau karena ciuman itu nyata. Satu hal yang pasti adalah aku merasa bahagia sekali. Harry memberiku ketenangan, pelukan, dan ciuman. Aku bisa bilang kalau aku gadis sial yang beruntung, bukan?

***
Aku tak bisa tidur. Setiap kali aku memejamkan mata selalu wajah sama yang aku lihat. Harry Styles telah menginvansi otakku. Bahkan tadi saat makan malam dengan orangtuaku aku bertingkah ganjil sekali. Aku selalu tersenyum, bahkan saat Mom dan Dad beradu argumen, aku tetap tersenyum! Apa mungkin aku hilang? Ya, tentu saja aku gila ... aku gila karena terlalu mencintai Harry Styles.

Aku tak peduli kalau cintaku nantinya tak berbalas, karena aku masih sadar diri. Aku hanya wanita yang tidak menarik, Harry laki-laki yang nyaris sempurna, dan Harry pun sudah memiliki seorang kekasih yang ada di puncak daftar Who's Hot. Skemanya ini memang jahat padaku, tapi entahlah ... aku tidak peduli lagi. Aku sudah puas telah mendapat pelukan dan ciuman Harry. Lagipula aku bisa memiliki Harry di dalam mimpiku terasa lebih nyata daripada nyataku.

Untuk itulah aku butuh tidur sekarang. Aku ingin memimpikan Harry. Tapi sialnya tidak bisa. Aku sudah menghitung domba hingga ke angka 236 tapi mataku tetap terjaga.

Setelah lelah mencoba tidur, aku pun membuka ponselku. Biasanya aku selalu menonaktifkan ponsel sebelum tidur, aku tak pernah memainkan ponsel. Sekarang sepertinya aku butuh ponsel, bermain games mungkin bisa membuat mataku capai dan akhirnya aku bisa tertidur.

Saat aplikasi games yang aku ingin mainkan sedang loading, tiba-tiba muncul nomor asing yang memenuhi layarku. Aku tentu saja kaget. Aku tidak pernah ditelpon orang asing, sudah begitu ini tengah malam pula.

Aku yakin orang ini salah nomor. Aku yakin sekali. Panggilan itu aku jawab, "Maaf sepertinya Anda salah sambung."

"Oh ayolah, Key. Aku tidak mungkin salah sambung, aku hapal betul suaramu."

Tunggu dulu...
Itu suara Harry, kan?
Apa mungkin aku sedang berhalusinasi?
Oh, mungkin saja aku sedang bermimpi!
Aku bermimpi Harry menelponku tengah malam.

"Kau Harry?"

"Mm-mm."

Mulutku menganga. Refleks aku menampar pipi kanan dan kiriku untuk membuktikan bahwa ini bukanlah sekedar mimpi. "Aw," jeritku saat merasakan pipiku memerah akibat ulah tanganku sendiri. Sialan, ini memang bukan mimpi. Aku ditelpon Harry Styles tengah malam!

"Are you alright?"

"Ya. Hanya memastikan sesuatu."

"Ya, dan aku bisa pastikan lagi kalau ini kenyataan bukan mimpi."

What? How'd he knew that?

Topik ini tidak penting untuk dibahas, sebaiknya aku mengalihkan pembicaraan. "Kau dapat nomorku darimana?"

"Niall."

"Dia memberikanmu?"

"Tidak. Aku tadi masuk ke kamarnya dan mengambil ponselnya dan mencuri nomor ponselmu dari ponselnya."

"Apa pintu kamarnya tidak dikunci?"

"Aku punya kunci cadangan."

"Oh."

"Ya."

"Untuk apa kau menelponku?"

"Hanya berbincang saja. Apa aku menganggumu?"

"Tidak," sanggahanku keluar begitu cepat.

"Well...tapi sepertinya ini sudah terlalu larut. Ada baiknya aku hentikan pembicaraan kita, aku tak mau kau terlambat besok karena aku."

"Ti-tidak-"

"Senang bisa mendengar suaramu."

"Um."

"Have a nice dream."

"You too."

"Jangan memimpikan aku."

"Hah?"

"Karena aku ini nyata bukan mimpi."

What?

"Bye."

Sambungan terputus tapi aku masih mematung. Apa itu tadi? Harry tidak sedang menggodaku, kan? Mustahil dia bisa tertarik padaku! Tapi kenapa dia menghubungi tiba-tiba? Dia tertarik padaku?

Oh Tuhan, aku rasa aku akan bermimpi sangat indah malam ini.

***
Pagi ini cuaca sangat cerah, persis seperti suasana hatiku. Aku belum pernah sebahagia ini sebelumnya. Aku tidak pernah semenggebu ini ingin pergi ke sekolah dan bertemu Harry. Aku bahkan bertingkah gila saat ini. Mendadak aku ingin mengubah sedikit penampilanku, tidak terlalu berlebihan, hanya sedikit saja sentuhan magis.

Aku memutuskan melepas kacamataku dan mengaplikasikan lensa kotak bening di mataku. Ini pertama kalinya aku memasang lensa kotak, aku tak tahu bagaimana caranya, jadi aku meminta bantuan Mom.

Mom menginterogasi sikapku yang aneh ini, aku jawab saja kalau aku hanya ingin mengganti penampilan. Tentu saja jawaban itu tidak memuaskan, Mom lalu menggodaku kalau yang aku lakukan ini adalah demi seorang laki-laki. Ya, memang benar, tapi aku terlalu malu mengakui hal itu pada Mom.

"Kau ingin memakai make up juga?"

"Hah? Tidak. Cukup ini saja."

Mom tersenyum lalu meletakkan rambutku yang ke belakang telingaku. Sudah lama rasanya aku tidak dekat dengan Mom, dan aku rindu dengan situasi ini.

Mom mencubit pelan pipiku, "You're so beautiful."

"Thanks to you."

"Hm. Mom punya ide sedikit tentang gaya rambutmu. Bagaimana kalau kita buat rambutmu sedikit ikal? Mom rasa itu cocok dengan garis wajahmu."

"Aku serahkan semuanya pada sang pakar."

Kita berdua pun larut dalam tawa. Ini baru yang disebut hubungan ideal antara ibu dan anak. Aku berharap situasi ini tidak bertahan hanya untuk hari ini tapi berlanjut terus sampai selamanya.

***
Hasil karya Mom pada rambutku sangatlah luar biasa. Dad bahkan sampai kehilangan kata-kata, reaksinya Dad persis sepertiku saat aku melihat ke cermin. Aku tidak menyangka bahwa aku bisa menjadi secantik ini walau dengan dandanan minimal.

Sampai di sekolah pun banyak orang yang tercengang atas penampilan baruku. Lucunya saat aku berpapasan dengan Niall, dia melewatkan aku begitu saja. Dia tidak mengenalku.

"Niall, ini aku Keira!"

"Hah?" Wajah Niall bingung sekali. Dia menatapku dari atas kaki hingga ujung kaki. Memang dari atas sampai bawah penampilanku berubah total. Selain rambut ikal, kacamata lepas, aku juga merubah cara berpakaianku hingga terkesan lebih elegan.

"Apa aku secantik itu sampai membuatmu speechless?"

"Apa kau gila?" Niall menaikkan satu alisnya, "Kau tidak hanya cantik. Kau luar biasa!!!"

"Thanks for your compliment, pal."

"Kenapa mendadak kau mengubah tampilanmu?"

Aku hanya mengangkat bahu dan memberikan senyuman simpul sebagai jawaban, tidak mungkin aku membeberkan alasan asli aku melakukan tindakan ini adalah karena aku sedang jatuh cinta dengan sepupunya, Harry Styles.

***
A/N :
Part ganjil itu POV Keira ya, yang POV genap itu punya Harry. Gue malas nulisnya di atas. Wkwk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro