Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌕️ 11 🌕️

Al menunggu kedatangan mereka sambil menghisap darah hasil buruan kecilnya. Rumah sepi bukan tempat ideal baginya, apalagi kalau harus ditinggalkan terus akhir-akhir ini. Kyle dan Liza selalu saja beralasan jika dia ingin ikut, dan dia tahu maksud mereka. Tapi, ditinggal seorang diri tidak selamanya membuatnya nyaman.

Seseorang mengetuk pintu. Ketika ditengok, muncul seorang gadis.

Al pernah melihat gadis itu sebelumnya. Ketika ibunya tengah berjalan-jalan di pasar dan menyapanya. Tapi, dia ingat pesan mereka kalau dilarang membiarkan orang lain masuk.

"Ini Al?" tanya gadis itu.

"Um, ya," balasnya lewat jendela. "Kenapa?"

"Aku bertemu dengan ayahmu dan ia ingin menemuimu," katanya.

Al ingat lagi pesan mereka. "Maaf, barangkali nanti saja."

"Ayahmu tidak akan menunggu lama." Rilia serta merta mencoba masuk lewat pintu.

"Biarlah. Aku tidak mau bertemu!" Al berusaha menahan tubuh gadis itu. "Aku sudah berjanji untuk tidak mengizinkanmu masuk."

Gadis itu menghela napas, kesal. "Kalau kamu tidak mau juga, terpaksa aku ..."

Liza memegang bahunya lalu menariknya dengan kasar.

Rilia mengenalinya. Dia pernah melihat Liza bersama Kyle sebelumnya.

"Kamu ... Kamu yang di pasar itu?" tebak Rilia.

"Siapa peduli?" Liza mengangkat bahu. "Ada keperluan apa?"

Gadis itu melirik Al. "Aku kenal ayah dari anak itu, ia ingin menemuinya."

Liza tentu tidak memercayainya. "Kenapa tidak suruh saja dia ke sini?"

Gadis itu berdecak kesal. "Dia sibuk."

"Kalau begitu, nanti saja." Liza mendorong gadis itu, menyuruhnya pergi.

"Hei!" tegur Rilia.

"Kamu juga yang kasar!" balas Liza. "Aku tahu niatmu. Kalau ingin berbuat nakal, pintarlah sedikit."

Gadis menggeram. "Ia hanya ingin menemui putranya."

"Dari mana dia tahu?" balas Liza. "Kamu yakin anak ini yang dimaksud? Bagaimana kalau ada ciri lain? Kalian memata-matai kami? Kenapa tidak bilang sejak awal? Kenapa harus buru-buru?"

Gadis itu gemetar, tidak menyangka akan dilempar beragam pertanyaan.

Liza terus menatapnya, memastikan tidak ada gerakan mengancam darinya. Suasana hening membuat semuanya merasa tidak nyaman, terutama Al yang tidak tahu harus berbuat apa.

"Jangan sampai manusia itu menipumu, Sayangku."

Liza lega dengan interupsi tadi. "Suami." Dia tersenyum.

Sebaliknya, Rilia merasa terancam dan bersiap kabur.

"Hei!" Liza mencengkram tangan Rilia lalu melemparnya dekat pintu.

Buk!

Al mundur demi menghindari serangan tadi.

"Dia ingin mengambil anak kita!" seru Liza sambil menunjuk gadis tadi.

Kyle menghampiri gadis itu. "Dia pelayan Ratu Bel."

"Hah! Kebetulan sekali." Liza mendekat lalu mendekatkan wajahnya pada gadis itu. "Kamu tidak secerdas pelayan lainnya, manusia!"

Liza mengucapkan kata 'manusia' dengan nada merendahkan, membuat lawan bicaranya geram tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Kyle menepuk pelan bahu Liza, memberi teguran dengan isyarat.

Liza menarik napas. "Jadi, kita apakan dia?"

"Lepaskan saja," jawab Kyle.

"Hah? Manusia ini?" Liza tentu tidak terima. "Dia mengancam kita!"

"Dia memang kaki tangan Ratu Bel atau mungkin Raja Val," kata Kyle. "Tapi, paling setelah mendengar kegagalannya, dia bakal dibunuh juga."

"Semudah itu, ya, menghilangkan nyawa," sindir Liza. "Ya, sudah."

Liza melepas cengkramannya dan membiarkan gadis itu bernapas sesaat.

Tanpa ragu Rilia lari tunggang langgang begitu melihat kesempatan.

Sepasang suami istri itu masuk dan berusaha melupakannya, juga Al yang masih kebingungan.

***

"Kamu kumaafkan." Raja Val menggenggam tangan Rilia yang gemetar seusai menceritakan kegagalannya. "Kamu manusia biasa. Sangat kejam jika aku membunuhmu hanya karena anak haram itu."

Rilia menarik napas. "Lalu apa?"

"Tentu saja, akan kuutus seseorang yang lebih unggul." Raja Val berpikir sejenak sembari menatap dunia luar di jendela. "Yang pastinya tidak akan mengecewakanku."

Rilia menunggu lanjutannya.

Raja Val menyerahkan selembar kertas padanya. "Segera kirim sebelum tengah malam!"

***

"Kapan kita serang?" tanya Liza.

"Nanti dulu!" Ferre terkejut mendengar pertanyaan kakaknya. "Nanti kalau gagal bakal sangat memalukan."

"Aku geram," ujar Liza. "Raja dan Ratu Sok Baik itu bisa seenaknya tidur sementara kita tidak. Aku tidak mau manusia terus menerus dibodohi begini. Maksudku, makhluk bodoh macam apa yang-"

"Liza, sudahlah!" Kyle menegur wanita itu. "Lebih baik kamu pikirkan rencana kita."

"Aku sudah mengumpulkan kawananku," ujar Ferre. "Beberapa bangsawan vampir sudah menyiapkan pasukan mereka. Tinggal tunjukan buktinya pada manusia baru serang."

Tidak ada yang membalas.

"Masalahnya, apakah kita bakal menang pada akhirnya?" tanya Ferre ragu.

Liza turut ragu, tapi dia tidak mau selamanya hidup seperti ini. "Pastinya! Persiapan kita sudah matang dari pendahulu kita. Lagipula, lawan kita hanya satu kerajaan. Sementara para bangsawan di sana kebanyakan mendukung kita, benar, 'kan?"

Ferre mengangguk. "Para bangsawan lebih senang meminum darah manusia. Tapi, mereka lebih mau membuka aib keluarga kerajaan."

"Aku tak sabar untuk membesarkan Al bersama Kyle." Liza tersenyum cerah.

Kyle membalas senyumannya.

"Lebih baik kita tidur sekarang," ujar Ferre. "Lumayan menyimpan tenaga."

Mereka pun tidur.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro