Prolog
— 0 —
Fran menghentikan mobilnya di seberang jalan gedung apartemen tempat tinggal Vivi. Usai melepas safety belt-nya, ia segera keluar. Membiarkan dirinya sedikit diguyur hujan, dan langsung berlari menuju gedung di seberangnya.
Setelah ia masuk, Fran melesat menuju pintu lift. Beruntungnya, saat ia menekan tombol naik, pintu lift langsung terbuka. Menandakan lift itu memang telah berada di lantai satu sejak awal.
Setelah berada di dalam lift, Fran mengarahkan jarinya ke salah satu tombol lift. "Uh ... lantai 10." Gumamnya menekan angka 10, dan kemudian pintu lift langsung menutup. Lalu mulai membawa Fran naik menuju lantai yang dituju.
Sesampainya di lantai 10, Fran segera keluar dari lift. Tentunya, usai pintu silver di depannya terbuka dengan sendirinya.
"Uh ... Carol bilang dia tinggal di apartemen nomor 1010," gumamnya menatap salah satu nomor pintu yang ada.
Fran mulai melangkahkan kakinya. Membaca nomor pintu yang ada satu demi satu, tanpa ada satu pun yang terlewat. Dan akhirnya, nomor apartemen yang dituju Fran, berhasil ia temukan.
Nomor pintu 1010.
Pria bersurai cream cokelat itu berhenti. Menatap pintu hitam di depannya dengan gugup. Sungguh, perasaannya jauh lebih gugup ketimbang saat ia bersiap untuk manggung. Apa karena, ia akan bertemu dengan seorang wanita yang kecantikannya memancarkan kedewasaan yang anggun?
Tidak! Sama sekali tidak!
Fran merasakan kegugupan itu karena, ia takut permintaannya tidak bisa dikabulkan oleh sang pemilik apartemen di depannya.
"Baiklah, mari ambil taruhan ini." Bisiknya lalu memencet bel pintu di depannya sekali.
Fran diam sesaat. Menunggu balasan dari pemilik kamar tersebut.
[Ya? Dengan Adrienne disini. Ada yang bisa kubantu?]
Akhirnya, Fran dapat mendengar balasan dari pemilik kamar apartemen nomor 1010 itu melalui sebuah interkom. Tapi, saat kedua indera pendengarnya menangkap suara tersebut, kegugupannya justru semakin menjadi. Telapak tangannya terasa basah karena keringat dingin.
"Uh ... Vivi," ujar Fran akhirnya. Sebisa mungkin membuat suaranya terdengar tenang. "Ini aku, Fran,"
[Apa?]
Suara Vivi yang terdengar dari interkom, tiba-tiba menghilang. Tapi kemudian, pintu hitam di hadapan Fran, didorong hingga setengah terbuka.
Melihat pintu itu terbuka untuknya--meski hanya setengah, Fran merasa sedikit lega. Setidaknya, Vivi masih memberikannya kesempatan untuk bertatap muka langsung.
Ia memandang Vivi sesaat. Wanita itu hanya mengenakan pakaian berupa kaos putih dan celana pendek di atas lutut. Mengekspos kedua kaki idealnya. Dan saat matanya melirik ke tangan kiri Vivi yang tengah membawa beberapa selembaran, Fran meneguk ludah diam-diam. Tangan itu sungguh nyata? Dan benar-benar tersambung dengan pergelangan Vivi?
"Mau apa kau kemari?" tanya Vivi tak bersahabat. Selalu. Tapi kali ini terasa lebih ketus. "Masih belum puas mengataiku manajer tak berbobot?"
Bohong jika Fran tak tersentak mendengar ucapan itu. Bahkan sejujurnya, ucapan dari wanita berambut cokelat panjang itu, terasa mengena di hatinya.
"Vivi, dengar. Aku sungguh minta maaf soal ucapanku kemarin," ujar Fran mengabaikan sesaat rasa pedih di hatinya. "Aku ... aku sungguh tak bermaksud membahas soal kekuranganmu. Aku sungguh menyesal. Maafkan aku."
Fran tertunduk penuh. Dan meski Vivi bukanlah orang yang mampu melihat aura seseorang, ia bisa merasakan penyesalan di setiap ucapan Fran barusan. Itu membuatnya jadi tidak enak hati.
"Kau sungguh menyesalinya?" tanya Vivi kemudian. Memastikan sejenak.
Fran mengangkat kepalanya dan mengangguk. "Ya, aku sungguh, sungguh menyesalinya dan aku takkan mengulanginya lagi," ujar Fran memasang pose bersumpah. Tangan kanan berada di dadanya, dan tangan kirinya--jari tangan tepatnya--membentuk huruf V.
"Aku ... menghargai itu, Fran," balas Vivi mengangkat tangannya dan memposisikannya tepat di dadanya. Senyum simpul terukir--untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup Fran--di bibirnya. "Dan itu ... sungguh menyentuh hati. Aku memaafkanmu,"
Fran membelalak, menatap mantan manajernya tak percaya. "Benarkah?"
"Tidak," jawab Vivi tegas. Senyumnya pun sirna begitu saja. "Sekarang pergilah. Dan jangan datang kemari lagi sambil merengek agar kembali menjadi manajer kalian."
Saat Fran hendak membalas ucapan Vivi, wanita itu telah lebih dulu meraih gagang pintunya, dan tanpa pikir panjang menutupnya kembali dengan keras tepat di depan wajah Fran.
"Oh, persetan." Celetuk Fran saat dirinya mendapat bantingan pintu itu tepat di depan matanya.
— 0 —
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro