Sayla [27]
Udah mau timit. Jadi up-nya renggang.
Komentar yang semangat yah. Lempari Sayla pakek apa kek.
Happy reading.
🌶🌶🌶
Beberapa hari setelah kejadian di depan pintu kamar, semua berubah. Perihal baiknya ialah sang bidadari kembali ke bawah naungan yang sama dengan sang Pelindung. Ikatan suci pernikahan. Banyak sekali perbedaan diri Sayla yang membuat kepala Putra kusut. Sayla selalu diam dan menganggap Putra tidak ada. Di samping itu, seluruh pekerjaan bahkan mencuci seragam yang biasa tidak dilakukan, Sayla kerjakan. Hanya saja Putra kehilangan omelan. Sayla cosplay menjadi boneka. Raganya ada tanpa suara. Wajahnya cantik tanpa senyum.
Putra menepuk bahu Sayla. Bibir Sayla memucat beserta pipinya. Sayla lantas memegang dadanya lalu berbalik membelakangi suami.
"Kenapa, Dek? Kamu tidak enak badan?" tegur Putra sewaktu melihat Sayla sedang menumpahkan deterjen cair dalam mesin cuci. "Kakak saja yang mencuci." Sayla berbalik tidak menghiraukan. Sebelum pergi, Sayla memutar panel untuk menggiling pada mesin cuci.
Shift Putra akan dimulai siang. Putra mengambil alih cucian. Selesai menjemur, dia mencari Sayla ke ruangan depan. Istri tercinta sedang hanyut oleh tugas pada komputer jinjing yang diletakkan di atas meja ruang tamu. Sementara wanita yang rambutnya digelung tersebut duduk di lantai lesehan.
"Kuliah kamu masih berapa lama lagi, Dek?" Putra bertanya basa-basi.
Dulu Sayla pasti akan membalas dengan kalimat sarkas yang beraroma suuzon. Misalnya, "Memangnya kenapa kalau kuliah aku masih lama? Apa aku pernah minta kamu menunggu? Apa aku ada janji jadi istri sesungguhnya setelah selesai?" Namun, saat ini Sayla hanya diam, menganggap Putra hanyalah sebentuk baju yang disangga oleh kayu patok. Boneka sawah.
"Ekhem." Sang Pelindung kembali mencuri atensi. "Banyak yang harus kita bahas, Dek. Kalau kamunya diam, semuanya bakalan diam juga di tempat. Lama-lama yang diam itu pergi karena nggak ada yang menyadari." Dan sang tuan putri Hadi Baskara hanya melirik sedetik.
Sayla mengangkat kedua tangan ke depan, menautkan kesepuluh jari, dan meregangkan otot-otot. Diselipkannya rambut ke telinga sebelum berdiri. Cepat kakinya melangkah ke kulkas untuk mengambil sebotol air mineral. Bagai orang yang berjalan sebulan tanpa air di Gurun Sahara, Sayla meneguk minuman hingga tandas. Kedua tangannya menempel ke dada. Sayla lantas menggeleng-geleng kemudian terlonjak saat bahunya ditepuk.
"Putra!" teriaknya kaget. Matanya melotot sempurna dan tak sengaja menatap wajah pasangannya. Sesuatu berdesir tanpa dikomando. Sayla segera mengalihkan pandangan.
"Kakak mau pamit kerja."
Sayla bergumam.
Malamnya seperti biasa, Sayla yang lebih dulu masuk kamar. Meski dia akan pura-pura tidur sampai Putra yang terlelap duluan. Tak lupa pula Sayla selalu membelakangi Putra. Jadi, dia tidak tahu apakah Putra tidurnya menghadap atap, dinding, atau diri Sayla. Membayangkan yang terakhir membuat Sayla merasakan sentakan halus dalam dadanya.
Setelah membersihkan wajah dan menepuk-nepuk pipinya yang diolesi krim, Sayla masuk ke dalam selimut. Jika Putra shift siang, dia akan sampai di rumah pukul dua belas kurang. Jam kerjanya dimulai dari pukul tiga sore sampai sebelas malam. Setengah jam untuk evaluasi tim yang akan menggantikan tugas tim Putra. Sayla mengetahui semua itu dari Putra saat Putra mengocehkan segala hal sebelum tidur, setelah pulang bekerja.
"Dek?"
Jantung Sayla kembali bereaksi berlebihan sewaktu mendengar suara yang sangat familiar itu. Dia segera menahan napas agar seperti orang tidur.
"Sudah tidur, ya?" Putra meletakkan properti sekuriti di depan lemari sebelum membuka salah satu pintu. Dia menarik kaus dan celana pendek yang akan digunakan mengganti seragamnya.
"Panas banget hari ini," ucapnya melangkah membawa handuk ke kamar mandi di luar kamar.
Sayla menarik napas dalam-dalam begitu terdengar pintu terbuka. Tubuhnya kaku waktu suara Putra terdengar lagi dalam beberapa detik. Pemuda yang memegang handuk itu ternyata mengambil ponselnya yang tertinggal. Lalu mengudaralah suara Putra yang menyanyi dengan nada sumbang. Kebiasaannya di kamar mandi.
Tanpa memasang bajunya Putra menggosok rambut yang basah dengan handuk. Dia keluar kamar mandi hanya mengenakan celana. Putra menjatuhkan tubuh ke sofa. Handuk dia gunakan untuk menutup badan sebelum mengaktifkan layar ponsel.
"Hello, selamat malam. Masih ada yang bangun nggak nih di jam segini?" Pukul 00.18 terbaca di layar handphone.
Siaran langsungnya di aplikasi berlambang mirip kunci nada pada detik kedua disambut oleh 22 penonton. Komentar mulai masuk pada detik berikutnya dan jumlah penonton semakin naik menjadi 81 orang.
"'Kakak punya instagram?' Instagram? Dulu ada. Bukannya lebih enak di sini?" Putra menjawab pengomentar yang baru dia baca pertanyaannya. Dia ingin Putra memiliki akun Instagram.
"Halo, Kak Chia, salam kenal juga. Nama aku Putra. 'Pelindung itu siapa?' Nama tengah Kak Putra. Nama itu ada tujuannya, membawa misi melindungi orang yang disayangi seumur hidup."
Senyum manis sang Pelindung tampil dan membuat banyak komentar lebay bertebaran, memuji kemanisan suami seseorang tersebut. Sepertinya tengah malam banyak jomblo yang tak bisa tidur, sehingga mengikuti live Putra saat ini.
""Kak, orang yang mau dilindungi sudah ada?' Sudah ada. Kak Putra nggak jomblo lagi. Ini sedang berbaik hati menemani kalian yang jomblo sebelum menemui kekasih hati yang udah tidur duluan."
Putra tertawa lagi sambil membacakan komentar demi komentar. Jika ada pertanyaan, dia akan senang hati menjawab lengkap dengan senyuman yang membuat wajah satpam cute itu bertambah tampan.
"Iya tidur kok sebentar lagi. 'Kak Putra Pelindung kenapa meninggalkan aku sendirian dalam taksi?' Oh." Putra menggaruk rambutnya yang mulai lembab.
Muncullah banyak pertanyaan yang bertanya siapa pengomentar yang baru Putra bacakan.
"Semoga kamu menemukan majikan baru," jawab Putra khusus kepada Mentari dan mengaburkan makna yang pasti bagi penonton live itu adalah seseorang yang memiliki hubungan spesial dengan sang Pelindung.
"Semakin larut semakin gak baik untuk kesehatan. Udahan dulu, guys. Selamat malam semua." Putra menutup dengan senyum simpul yang mengakibatkan satpam berwajah imut itu makin menggemaskan.
"Kenapa orang yang gue suka justru gak bisa suka sama gue?" gumamnya.
Putra menaruh handuk ke jemuran khusus di sebelah mesin cuci. Dia memakai kausnya karena udara telah menularkan dingin ke tubuhnya.
"Selamat malam, istrinya Kak Putra." Putra lalu menutup mata dan tak berapa lama pria beralis tebal itu terlelap. Pekerjaan sebagai tim pengaman mal membuat suami Sayla Lovaiza itu lelah. Tidak heran kenapa begitu menyentuh bantal, jiwanya terbang ke alam mimpi.
Sayla pelan-pelan membalikkan badannya. Lantas menahan napas begitu mendapati wajah Putra teramat dekat dengannya. Sejak berdiri di belakang sofa yang ditempati Putra, Sayla menyadari bahwa Putra banyak berubah sejak terakhir kali dia melakukan siaran langsung. Kalimat yang keluar dari bibir Putra sangat sopan dan tidak ada unsur lebay sedikit pun sebagaimana biasanya Sayla dengar. Seakan yang dilakukan Putra merupakan kewajiban, yaitu menyapa penggemarnya untuk membuat semua orang bahagia dengan interaksi itu. Termasuk Putra sendiri. Lantas siapa gadis yang ditinggalkan Putra di dalam taksi?
Hati Sayla menyendu. Dia menyadari sungguh banyak orang yang menyukai suaminya. Lantas pantaskah seorang Sayla untuk Putra? Putri bungsunya Pak Hadi lalu mengakhiri dialog batinnya dengan kembali membelakangi Putra. Dia tidak punya nyali untuk menatap wajah Putra. Kemudian tepat sebelum kesadaran Sayla ditarik oleh buaian mimpi, seseorang melingkarkan tangannya ke perut Sayla. Perempuan itu baru bisa tertidur setelah tiga jam kemudian.
***
Putra tidak tahu mengapa Sayla semakin lama makin aneh. Wajahnya terlihat antipati terhadap Putra. Dahulu Sayla selalu begitu, tetapi bukankah Sayla pernah membalas ciuman Putra? Sayla tidak mengomel apalagi menampar Putra setelah mereka melakukannya. Yang lebih parah, dulu Putra sampai dilempar menggunakan botol deodoran.
Apakah Sayla menyesal pernah terbuai saat dicium? Sudah pasti Sayla sangat marah, tetapi di lain sisi dia sangat menyesal karena kejadian itu. Kesimpulannya, Sayla tidak pernah bisa bahagia hidup dengan Putra. Putra menghela napas. Sepertinya lagi-lagi Putra memaksa Sayla dan tidak memberikan wanita itu pilihan.
Putra tengah menunggu saat yang tepat untuk membicarakan keputusan akhir hubungan mereka. Walau hati telah fix untuk mengakhiri, Putra perlu mencari waktu yang tepat. Dalam masa itu Putra tidak lagi menegur Sayla. Tidak pula dia tersenyum layaknya orang bodoh yang tak punya perasaan.
Selesai bekerja, Putra selalu pulang untuk setor muka kepada Sayla. Lalu ia akan mengganggu Idot di kontrakan satpam gendut itu. Putra baru pulang lewat tengah malam ketika dirasanya Sayla sudah tertidur. Dan dia hanya menatap Sayla sebelum menutup mata tanpa kata-kata selamat malam seperti biasa. Sebab sekali dia berbicara, mungkin air mata akan mengalir. Putra tidak akan membuat dirinya dikenang Sayla sebagai mantan suami cengeng. Itu akan menambah poin buruk di kepala Sayla dari sekian banyak keburukan lainnya selama mereka kenal.
"Gue udah bilang, Mentari lebih cocok dijadikan istri," komentar Idot yang masih tidak bosan menjodohkan Putra dengan gadis sekampungnya itu.
"Anak itu di mana sekarang?" tanya Yesi yang sedang makan lontong kuah jengkol.
Kedatangan Putra adalah untuk membawakan makanan itu dengan alasan permintaan ibu hamil. Sebentar lagi, Idot dan Yesi akan bersaingan ukuran perut. Mereka bahagia, tidak begitu halnya dengan Putra.
Putra mengangkat bahu. "Dia bisa survive. Lo nggak lupa kalau dia sendiri yang ngikuti gue ke Palembang? Anak itu berani dan sangat sangat berani. Gak usah khawatir. Pasti bisa cari akal."
"Seenggaknya lo harus tanggung jawab! Anak gadis orang tuh, Put." Idot masih cemas. Dia tahu betapa manis Mentari dan kemungkinan mengerikan adalah menjadi incaran om-om mesum.
"Otak gue udah capek dengan satu cewek, nggak peduli gue sama cewek lain. Kalau lo mau minta tanggung jawab, minta sendiri ke orangnya. Bukan gue yang bawa dia ke Jakarta."
Yesi menggeleng-geleng melihat kelakuan Putra. Putra Pelindung menjadi sedikit tidak waras. Pikirannya hanya kepada sang istri yang sejak awal membuat Putra pusing. Namun, Yesi tidak meragukan Mentari. Dia yakin Mentari adalah perempuan hebat. Bagaimanapun caranya, Mentari akan lolos dari marabahaya.
"Udah, Dot. Mentari bisa mencari Putra kalau dia memang mau. Setiap hari dia ngikuti si Putra live. Dia juga pasti tahu di mana tempat Putra bekerja bahkan dari dulu. Kalau nggak tahu, dia bisa tanya elo. Lo khawatir banget sama cewek itu. Jangan-jangan ...."
"Jangan mikir sembarangan!" Idot segera mengalihkan ke hal lain karena pancingan Yesi.
Begitu pun Yesi. Dia tersenyum kecil karena Putra tak lagi disalahkan atas hilangnya Mentari. Urusan dengan cewek, tidak bisa dilakukan bersamaan. Yesi akan setuju Putra disandingkan dengan gadis lain setelah menyelesaikan hubungan dengan Sayla. Jika belum, tidak sepantasnya memasukkan nama perempuan lain ke dalam hidup Putra yang kusut bak gumpalam rontokan rambut.
"Pulang, Put. Lo udah nggak dibutuhkan di sini." Yesi menendang Putra.
Sang Pelindung tak terganggu. Ia justru merebahkan tubuh jangkungnya ke sofa panjang dan menindih kelopak mata dengan lengan.
"Kali ini gue harus berani ambil keputusan. Beneran capek gue ngehadapin anak bos lo berdua."
***
Muba, 18 September 2021
Bentar lagi selesai. Episode akhir agak lama ya tayangnya. 🐵🐵
Makasih sudah mengikuti Pelindung sejak 2019.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro