Sayla [18]
Meet Pokemon dan Princess
Dua birai pemuda tampan yang menjadi pusat perhatian ibu-ibu penjemput anak SD itu merekah. Senyumannya terlalu murah sehingga sejak lima menit yang lalu tak berhenti-berhenti. Tentu saja hal itu merupakan pemandangan luar biasa bagi lawan jenis. Bukan hanya wanita single yang terjerat pesonanya, tetapi juga ibu-ibu beranak tiga.
"Munculnya kayak jelangkung. Ngapain sih Om ke sini lagi? Aku harus bilang berapa kali biar Om ngerti kalo aku enggak suka sama Om!" Syahda mengentak-entak akibat sebal melihat kehadiran si pemuda yang siang itu mengenakan jaket denim.
Mondy mencubit pipi si ceriwis berseragam batik merah itu sehingga Syahda semakin cemberut. "Mana tangan kamu?" pinta Mondy juga mengulurkan tangan.
"Untuk apa tangan aku?" tanya si kecil dengan ketus.
"Untuk ini," jawab Mondy setelah mengambil tangan Syahda kemudian membawa punggung tangannya untuk dicium sang putri. Sebuah elusan ringan pun ia berikan ke puncak kepala Syahda.
"Iih Om!" protes si anak.
"Makan siang sama Om, yuk!"
Tegas dan langsung, Syahda mengatakan tidak dengan lantang.
"Om itu kapan ngertinya sih kalo aku nggak suka sama—"
"Eeeh, Bocil, Om nggak akan menyerah. Kamu pikir Om cowok apaan? Dijutekin langsung mundur. No, Honey. Kamu tahu kata-kata ini? Kalau kamu terlalu benci sama orang, pada akhirnya kamu akan cinta mati sama dia. Kamu hati-hati sama Om. Sekarang kamu bete terus lihat Om, nanti suatu saat kamu akan kangenin Om."
"Please deh, Om. Jijik tahu! Lihat, Om itu siapa! Om-om genit iiih!"
"Kamu pasti takut jadi suka sama Om yakan? Nggak berani Om ajak makan siang."
"Om maksa banget sih. Aku bilangin Bunda nih Om suka gangguin aku?"
Mondy tertawa. "Bilang aja. Om nggak takut sama Bunda kamu."
"Aku telepon Ayah—"
"Telepon aja," balas Mondy santai.
Syahda melirik lelaki dewasa yang pemaksa itu ketika ia mencari nomor ayahnya pada ponsel.
"Omnya sudah datang, Sayang? Ayah nggak bisa jemput Princess. Maafkan Ayah ya, Nak. Princess ikut Om Mondy, ya, hari ini. Jangan kasih tahu Bunda. Bunda lagi jagain Dek Rista." Syahda tetap memegang gawai itu setelah panggilan berakhir. Kepalanya tertunduk.
Mondy membelai kepala putrinya yang tampak murung. "Syahda. Om bukan orang jahat. Ayah kamu aja percaya sama Om, kamu juga, ya?"
"Om jangan genit-genit," peringat Syahda tidak segalak tadi.
Mondy pun tertawa. "Enggak akan, Bocah Cantik. Kamu bukan tipe Om kok. Jangan takut."
"Jadi kenapa Om deketin aku?"
"Nanti akan Om jelasin. Sekarang kamu maunya kita ke mana? Kamu ingin makan apa?"
✔✔✔
Putra menghitung-hitung hari sembari mengamati Sayla yang sedang memasak makan siang untuk mereka. Walaupun yang dipandangi hanya punggung, Putra yakin Sayla sadar apa yang Putra lakukan. Mungkin Sayla sedang malas berteriak. Enggan untuk marah-marah atas kelakuan Putra. Dia mencurahkan seluruh perhatian terhadap bumbu-bumbu masakan yang sedang disiapkan.
Banyak hal yang sedang Putra pikirkan sambil memperhatikan sang istri. Rambut panjang Sayla yang digulung asal tanpa disisir membuat Putra menyimpulkan satu hal. Sayla mengakui status Putra sebagai suami. Buktinya Sayla mau melepas penutup kepalanya apabila berada di rumah. Oh Sayla juga bersedia tidur di ranjang yang sama, meskipun dengan ancaman dulu. Dari awal Putra tidak setuju untuk pisah kamar. Mudah saja ia mendapatkan jawaban iya dari Sayla. Putra tinggal mengatakan akan memacam-macami Sayla jika menolak. Atau terkadang waktu Sayla sedang jengkel sekali dan tidak ingin dekat-dekat, Putra mengingatkan lagi ancamannya. Sayla takkan bersikap batu lagi dan mereka tidur di satu tempat tidur.
Namun, kejadian delapan hari yang lalu membuat Putra ingin merasakan kembali bibir ranum Sayla. Dia tidak dapat melupakan ciuman dalam keadaan tak sadar mereka. Hari ini mungkin Sayla sudah ditinggalkan tamu bulanannya bukan? Putra mengembuskan napas keras-keras mengingat sesuatu. Meskipun Sayla sudah tidak haid, Putra takkan dapat kesempatan untuk menyentuh Sayla. Itu perjanjian mereka. Bodohnya Putra tak bisa mengingari janjinya. Akibatnya, Putra dan pusaka berkaratnya yang tersiksa. Apalagi sejak pagi itu, Sayla terlihat semakin seksi. Apakah timbangan Sayla bertambah, sehingga ia tampak sintal dari sebelumnya?
Gila! Untuk apa Putra memikirkan hal itu?
"Aduh!" teriak Putra ketika kepalanya terasa sakit. Teriakan itu bertepatan dengan jatuhnya sebuah sendok nasi merah muda ke lantai. Sayla pelaku pelemparan benda tersebut menatap Putra dengan mata merah.
"Kenapa Kakak dilempar? Tega banget sama suaminya." Putra tidak menyadari bahwa matanya yang lancang mengamati tubuh Sayla itu ketahuan oleh sang empunya badan.
Putra mengusap punggung sendok ke kening yang terkena lemparan. "Masih sakit, Dek," ujarnya dengan nada manja yang terdengar menjijikkan bagi Sayla.
Putra maju dengan cepat lalu menarik punggung Sayla kepadanya, kemudian mengambil telapak tangan Sayla. Ia mencium ujung jemari Sayla lalu menempelkan ke keningnya sendiri sebelum Sayla sempat bereaksi atas kelakuan spontan Putra itu.
"Nah, obatnya manjur kalau yang ini." Putra tertawa girang hingga tak sadar wajah Sayla berubah merah.
Sayla beranjak untuk melanjutkan masakannya. Ia mengambil pisau yang ia geletakkan begitu saja sebelum melempar kening Putra tadi. Entah apa yang sedang terjadi pada tubuhnya, tangan Sayla mendadak bergemetar. Dan sejak kapan jantungnya bisa berdebar oleh Putra?
Dengan cepat Sayla menghilangkan pemikiran itu. Organ yang berdetak keras saat ini bereaksi berlebihan akibat rasa kesal. Ya, itu alasan yang paling tepat.
"Aaaah!" Sayla merasakan jemarinya perih karena tanpa sengaja pisau yang ia pegang dengan tangan kanan menyayat telunjuk kirinya.
"Ya ampun, Dek!" Putra telah tiba di sebelahnya dan mengambil tangan Sayla untuk dibawa ke bawah keran. "Tunggu sebentar, Kakak ambil plester."
Secepat datangnya, secepat itu pula Putra Pelindung berlari ke ruang tengah untuk mengambil kotak P3K.
"Ini, Dek. Kamu bisa obati sendiri 'kan?"
Sayla merebut kotak tersebut. Perasaannya menjadi kesal. Seharusnya Putra menolong Sayla membalut luka. Sayla menggerutu sendiri karena Putra tidak berinisiatif lebih.
"Kamu sekolah tiga tahun demi bisa mengobati orang lain, Dek. Kakak mana bisa nyaingin kamu." Putra menjelaskan dengan suara pelan ketika Sayla berjalan memunggunginya. Putra tahu bahwa sebelum menjadi guru TK, Sayla kuliah di jurusan kesehatan.
Sayla mendengar. Putra sengaja mengucapkan alasan itu untuk Sayla. Hal sebenarnya yang Putra pikirkan tanpa ingin Sayla tahu ialah dalam kepala Putra melintas bayangan tubuh ayah dan ibunya yang bergelimangan darah. Luka besar yang menganga di kening Umak dan tusukan di perut Bapak. Ia sudah berulang kali menyangkal jika dia takut darah, tetapi sesekali adakalanya ia tidak sanggup melihat luka sekecil apa pun. Lebih-lebih yang terluka adalah orang yang dia cintai.
"Kamu ngapain?" tanya Sayla ketika Putra mengiris daun bawang yang Sayla tinggalkan.
"Kakak yang masak, ya, tangan kamu masih sakit."
Putra mendengar Sayla berdecak. Beberapa detik kemudian wanita itu sudah berada di sebelahnya.
"Kamu mau meracuni aku? Minggir sana! Cuma bisa makan aja belagak mau masak segala!"
"Kakak bantuin kamu deh." Putra bergeser, sehingga kedua pangkal lengan mereka bersentuhan.
"Aku bilang minggir!"
Putra tetap bandel seolah Sayla tidak ada. Ia masih mencincang daun bawang dan saledri di atas talenan.
"Pergi dari sini, Putra!" bentak Sayla.
"Kakak, Dek," koreksi Putra.
Satu jam kemudian mereka berdua telah duduk di meja makan dan berhadapan. Prosesnya adalah Sayla memasak dan Putra menganggu.
"Kakak nanti yang nyuci semua peralatan masaknya sekalian piring kotor ini, ya."
"Emang begitu. Jangan ingin enaknya aja. Habis makan lalu pergi."
Putra terkekeh. "Siaap, Nyonya."
Putra makan dengan lahap karena masakan Sayla sangat enak. Sejak menikah, ia rutin ke pusat kebugaran untuk berolahraga. Makan banyak tanpa diikuti olahraga pasti akan menyebabkan Putra menjadi gemuk. Putra tidak ingin berubah seperti Idot yang menabung lemak di perutnya. Yesi selalu meledek bahwa perut Putra nantinya akan menyaingi Idot sebab dahulu ia malas sekali berolahraga. Demi menjauhkan doa jelek Yesi, Putra selalu menggunakan satu sampai dua jam untuk latihan fisik. Sebelum bekerja nanti, Putra harus ke gym.
"Halo."
Putra menoleh ke arah Sayla yang baru saja menerima panggilan telepon. Sayla melirik Putra sebentar lalu kembali fokus mendengarkan seseorang yang meneleponnya.
"Princes!" seru Sayla yang kini wajahnya memerah ketika tersenyum. "Di mana? Oh, Tante .... " Sayla kembali melirik Putra. "Iya Tante mau. Tunggu Tante, ya. Omm ...." Sayla memelankan suaranya sehingga Putra tidak mendengar apa lagi yang dibicarakan Sayla.
"Syahda ya, Dek?" tanya Putra saat Sayla meletakkan ponselnya.
Sayla meneguk air putih dari gelas pertanda selesai makan. "Jangan lupa cuci piringnya selesai makan."
"Nasi kamu belum habis, Dek!" panggil Putra karena Sayla telah berjalan meninggalkan meja makan.
Setengah jam kemudian, Sayla keluar dari kamar. Sementara itu, Putra juga sudah menyelesaikan pekerjaannya—mencuci piring—dan sedang berdiri di depan pintu kamar mereka.
"Mau keluar? Mau ketemu Syahda?"
Sayla bergumam enggan menghiraukan Putra yang mengatakan ingin mengantarkannya.
"Ayolah, Dek, pasti mau ke rumah Ayla. Kakak antar, ya? Kakak dinas malam kok, Dek, masih banyak waktu nemenin kamu."
"Bisa diam nggak sih? Kepalaku sakit dari tadi dengerin kamu mengoceh." Selesai memasang kaus kaki, Sayla memakai sepatu. Ia berdiri dari kursi dan berputar arah untuk berbicara dengan pria tukang selfie itu.
"Kakak mau nganterin kamu, Dek. Kakak enggak akan ribut kok nanti kalau kamu mau Kakak anter. Janji, beneran."
"Aku nggak membutuhkan kamu, Putra. Aku bisa ke mana-mana sendirian."
"Enggak apa-apa, jangan sungkan sama Kakak, Dek. Kakak selalu siap kalo kamu butuhkan—"
"Aku enggak butuh kamu! Telinga itu berfungsi apa enggak sih? Aku berangkat sendiri."
"Ya udah hati-hati." Putra tak lagi memaksa. Hingga mobil Sayla melewati pagar Putra terus memperhatikan laju kendaraan roda empat itu.
Apa gue ikutin dari belakang aja? Ah, enggak! Gue percaya Sayla.
❤❤❤
Muba, 8 September 2021
Empat part lagi masuk adegan baru. Part yang belum ada di wattpad...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro