Sayla [13]
"Sayla ... kalau ketemu aku hanya bikin kamu menangis, aku nggak akan muncul lagi. Aku janji. Setelah ini, setelah melihat kamu lagi, aku akan pergi. Beneran ... tapi ... kalau ngintip dari jauh boleh, ya?"
Ya Tuhan. Tolong jelaskan perasaan apa ini. Sakit sekali, Ya Allah. Apakah betul yang dikatakan Mama dan Ayla bahwa Sayla mencintai lelaki ini?
Tidak!
Dia hanya lelaki malang yang tidak tahu kemalangannya. Dia cuma pria yang penuh tawa seolah kehilangan enam tahun masa bebasnya bukan masalah. Sayla hanya kasihan. Sayla iba kepada ayah kandung anaknya yang belum pernah melihat apalagi mencium pipi Syahda.
Seandainya dahulu Mondy tidak terjerat kasus ITE, apakah kini kehidupan Sayla akan bahagia? Mungkinkah Papa mengizinkan Syahda untuk mereka miliki? Bukankah dulu Papa sudah memberikan restu sehingga Sayla bisa memakai cincin dari ayahnya Syahda?
Pada awalnya, Sayla sangat membenci Mondy yang telah menjebaknya, merenggut gadisnya, bahkan menghamilinya. Sayla juga benci diri sendiri. Seharusnya ia menolak ketika Mondy mengajaknya keluar dari pesta sahabat Ayla. Malam itu Sayla pergi dengan Ayla dan dia harus pulang dengan Ayla atau sendirian. Setelah melewati pergulatan batin dan menerima kenyataan bahwa dalam rahimnya ada bayi, dia pun menerima takdirnya. Hingga suatu hari Mondy datang meminta maaf. Meskipun tidak ingin, Sayla berusaha memaafkan. Ia mau berdamai dengan semua masalah agar hidupnya kembali berjalan.
"Aku sudah sarjana, Sayla. Karena kamu dan calon anak kita, aku jadi punya tujuan sekarang. Aku sedang mencari pekerjaan. Tolong doakan aku, ya. Kamukan orang baik. Pasti Allah mau mengabulkan dibanding aku yang minta. Aku ingin anak kita nanti tidak kekurangan."
"Ternyata jatuh cinta itu seperti ini. Kenapa aku telat ketemu kamunya? Ah, memang dalam hidup ini tidak bisa semau kita. Coba kalau kamu kutemukan dari dulu, barangkali aku tidak seberengsek ini."
"Kamu sudah memaafkan aku, Sayla? Kalau belum, tidak apa-apa, aku nggak akan memaksa. Kesalahan aku belum layak diberi maaf."
"Perut kamu sekarang besar sekali. Anakku pasti sehat di dalam sana. Seandainya kita sudah menikah, aku ingin menyentuhnya."
"Aku harap nanti anak kita perempuan supaya mirip dengan kamu dan aku punya dua Sayla."
Mondy itu banyak bicara. Dia melebihi kecerewetan seorang perempuan.
"Aku mau pedekate sama Pak Hadi. Sekarang aku mengerti kenapa Pak Hadi belum bisa memaafkanku sebab aku akan melakukan hal yang sama pada orang yang jahat kepada anakku kelak."
Baru kini Sayla paham kenapa ia membenci Putra. Putra seperti Mondy. Putra selalu berbicara tiada henti mengingatkan Sayla kepada Mondy. Berbeda dengan Mondy, semua frasa yang dikeluarkan bibir Putra selalu merusak mood. Sementara itu, segala hal yang Mondy ucapkan membuat perasaan Sayla membaik dari mood yang sering buruk ketika hamil. Mungkinkah anak mereka mengenali suara ayahnya? Jadi, selama Mondy bicara Sayla mendengar sambil mengusap perutnya.
"Aku berharap anak kita nanti laki-laki karena aku takut dapat karma. Kalau anak kita perempuan, tolong didoakan terus supaya nanti dia tidak bertemu makhluk sepertiku."
"Maaf, aku enggak menangis karena melihat kamu." Sayla mencoba tersenyum.
"Aku tahu. Aku mengerti kamu tidak mungkin mengakui di depanku. Sepertinya Ayla benar. Aku emang begok dan otak nggak dipakai. Andai aku berpikir bahwa semua yang aku lakukan akan berbalik lagi padaku hingga merasa semenyesal ini, mungkin aku akan hidup jadi orang baik seperti yang lain. Tapi ... sebelum pergi, aku ingin melihat anak kita. Syahda 'kan namanya? Nama yang bagus. Apakah dia cantik?"
"Syahda Nadysa. Dia akan masuk SD sebentar lagi. Syahda anak yang ... banyak bicara."
Akhirnya, Sayla paham dari mana keceriwisan Syahda berasal. Selain karena tinggal dengan Ayla, Syahda mengikuti jejak ayahnya. Bukan Ergi, tetapi Mondy. Penyumbang gen kepada Syahda.
"Oh dia masih di sekolah jam segini." Mondy menyimpulkan. "Aku ingin bertemu papa kamu, tapi sepertinya waktu yang kurang pas. Takut nanti papa kamu makin down melihat aku."
Lagi Sayla tertawa kecil.
"Jadi ... kamu maunya aku gimana?" tanya Mondy terlihat harapan dari matanya.
"Gimana apanya?"
Ponsel Sayla berbunyi. "Sebentar," pamitnya.
"Dek Sayla, kamu di mana? Ayla sudah satu jam di sini kamunya belum balik-balik."
"Kamu nuduh aku?"
"Aku hanya khawatir sama kamu. Kamu tadi cuma pamit untuk menelepon."
"Aku makan."
"Oh iya syurkurlah kamu enggak kenapa-kenapa. Ayla udah mau pulang nih. Bang Ergi mesti balik ke kantor."
"Aku ke sana." Sayla mengakhiri panggilan. Ia berbalik ke tempat duduk di mana Mondy menatapnya. "Ehm ... aku harus kembali ke ruangan Papa."
"Aku antar."
"Hm ... ayo."
***
Seminggu yang lalu Mondy mendapatkan kebebasan kembali. Hal pertama yang dia inginkan ialah bertemu Sayla. Oh, mungkin dia sudah gila. Dahulu dia sudah merelakan Sayla bahagia dengan pria lain. Jika demikian, seharusnya Mondy tidak bertemu dengan Sayla. Sudah pasti hatinya akan kretak-kretak seperti ranting patah. Tapi dengan nekat dia tetap menunggu tanpa tahu malu di pojok jalan ke kompleks rumah papa Sayla.
Katakan saja dia pengecut. Lelaki sejati pasti akan mengetuk pintu rumah wanitanya. Tunggu, apa yang dia pikirkan? Wanitanya? Oh, Mondy, sudah berani kau mengklaim Sayla menjadi milikmu. Mondy hanya berdiri dan jika capai dia akan berjongkok menunggu Sayla lewat. Mana bisa dia membawa mobil dan menyebabkan jalan menjadi sempit. Sebelum bertemu Sayla, dia pasti sudah diusir. Ya, dia segila itu. Jika ada mobil yang lewat, dia akan lihat dari kaca depan mobil itu Sayla atau bukan.
Tadi malam adalah malam keberuntungan Mondy. Tak perlu melihat orang di dalam mobil, Mondy sudah hafal mobil papa Sayla. Dia segera mengikuti kuda besi itu dan terkejut saat melihat tujuan kendaraan berplat Jakarta tersebut. Mondy mulai gelisah. Ia menunggu semalaman, tetapi Sayla tak kunjung datang. Paginya barulah dia berhasil menemukan kekasih hatinya.
Kekasih hati?
Sayla Lovaiza yang ketika melihat Mondy langsung menangis. Berat sekali dosa kau, Mondy. Sayla terlalu baik. Ya ... dia bilang memaafkan kau. Hanya saja kesalahan kau terlalu banyak. Mungkin bagi Sayla, Mondy mirip lutung koreng yang menakutkan. Nah, Mondy jadi ingat kenapa dia bisa kenal dengan Sayla hingga menggilai paras wanita ayu itu. Ayla Lovelya, kembar dari Sayla, yang sering menjulukinya koreng.
Ayla cantik. Dia punya tubuh yang bagus. Sayangnya, mulutnya tidak pernah disekolahkan. Ehm ... Mondy juga sering berkata kasar kepada Ayla sih. Oke, mereka sama-sama lupa menyekolahkan mulut. Kemudian Mondy bertemu Sayla dengan kemiripan seratus persen dengan Ayla. Apalagi dia tidak memamerkan tubuh indahnya. Gejolak cinta pada Ayla pun berganti haluan menjadi hasrat binatang. Dengan tega dia merenggut kesucian kembaran Ayla. Dia masih belum puas mengerjai Ayla sampai suatu hari dia menyaksikan tangisan Sayla.
Ternyata Mondy masih punya hati. Hati Mondy jadi rapuh melihat seseorang menangis karena dia. Tidak. Sayla tak pernah menyalahkannya. Sayla bahkan tidak mencari Mondy untuk meminta pertanggungjawaban. Wajah perempuan itu membuat Mondy tidak suka melihatnya. Dia benci melihat air mata Sayla. Dan... pada akhirnya Mondy datangi Sayla untuk meminta maaf.
Seandainya waktu bisa diputar lagi, dia pasti tidak akan 'jahil' kepada Ayla. Selain itu, kesalahan terbesar Mondy adalah menyebarkan video dirinya dengan Sayla. Banyak orang melihat tubuh Sayla. Oleh sebab itu, dia memang pantas dihukum. Dia menyesal. Sangat menyesal. Seharusnya dia bertemu Sayla lebih dulu agar sesatnya tidak terlalu jauh.
"Itu Ay."
Perkataan Sayla menyentak Mondy dari masa lalu. Dia pun melihat ke depan di mana Ayla dan Ergi berjalan berlawanan.
"Ehm ... Mondy sebaiknya sampai di sini aja. Terima kasih."
"Sayla!" Mondy lupa bertanya. Sayla yang telah memunggunginya berbalik. "Apa arti cincin itu buat kamu?" tunjuknya kepada jemari manis Sayla. Cincin yang dia belikan dengan memaksa Ayla menemani masih melingkar dengan manis di jari Sayla.
Sayla menyembunyikan tangannya. Sayla tidak berkata apa-apa dan berjalan ke arah ruangan papanya. Sementara itu, Ayla yang semakin dekat menatap dirinya bagaikan ingin melipat-lipat tubuhnya untuk dimasukkan ke dalam koper. Sayla yang menyapa Ayla diabaikan oleh istri Ergi itu.
Cinta pertama. Mondy tertawa kecil mengingat kedudukan wanita berperut gendut itu di masa lalunya. Ayla berjalan cepat sambil memegangi perut bagian bawah. Dia pikir mungkin bayinya akan jatuh jika tidak dipegangi.
"Eh buntelan kain kotor! Kenapa lu bisa ada di sini?" serang wanita yang hamil besar itu.
Mondy melihat Ergi yang bersedekap. Mondy bukan takut kepada Ergi karena pernah ditonjok sampai biru-biru. Dia hanya memperkirakan Ergi akan mengamuk atau tidak kalau Mondy ajak Ayla debat. Apalagi si cantik itu sedang hamil tua.
Sepertinya Ergi sedang dalam mode santai. "Hay, mantan cem-ceman," sapanya dengan senyum ikhlas-seikhlasnya.
"Cem-ceman! Badan lu bau acem! Eh, kutil tukang tilep, gue bakalan pecahin bola-bola lu kalau mau macem-macem!"
Ayla masih lucu tidak berubah sedikit pun.
"Awas, Ayla, anak lo brojol teriak-teriak," peringat Mondy baik-baik.
"Giii! Lihat itu si Pokemon kuning tahi. Mulutnya jahat banget. Gue nggak pernah nyumpahin anak dia, Gi."
Oh, Ayla beda. Dia manja.
"Lunya yang salah. Ketemu teman lama itu disapa baik-baik."
Ayla melepas pegangan Ergi dari sikunya. "Jangan mimpi gue ngomong baik-baik." Ayla mengambil napas. "Gue lihat lu mau coba dekatin Sayla."
"Ya gue kangen. Masa kangen aja nggak boleh?" balasnya santai masih bertahan dengan senyum. Terlihat Ayla semakin jengkel melihatnya.
"Enggak boleh, Kutil! Sayla sudah menikah. Kehadiran lo cuma bikin kehidupan Sayla yang sudah baik jadi buruk lagi. Lu itu mimpi buruknya. Jangan dekati Sayla!"
Mondy mencari kebenaran dari suami Ayla. Ergi telah berganti posisi dengan memasukkan tangan dalam kantung celana. Seolah setuju dengan Ayla, Ergi hanya diam tanpa sanggahan. Wajahnya pun tak tampak terkejut jika memang Ayla sedang mengarang cerita.
"Awas kalau sampai gue lihat lagi lu dekati Sayla!" Ayla dan Ergi menjauh.
Sayla menikah. Benar. Tidak mungkin selama ini Sayla masih sendiri. Jadi, Sayla dan anak mereka kini dimiliki orang lain. Oh, kenapa dia tidak bisa mendapatkan hati si kembar? Tidak Ayla, tidak pula Sayla.
Kau memang pantas kehilangan mereka, Mondy. Kau selalu membuat Sayla menangis sejak kenal dia.
***
Muba, 3 September 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro