Sayla [10]
"Gue hamil, Say. Setelah enam tahun menunggu akhirnya rahim gue berhasil dibuahi. Gue bahagia banget dan gue ingin lo ikut hadir dalam syukuran kecil-kecilan gue. Ssst ... gue baru ngasih tahu elo aja. Jangan bilang ke Mama atau Papa. Lo harus pergi dengan ulet bayam laki lo yang imut dan manis itu. Kita makan-makan di rumah gue. Dan ada Princess juga kok, jadi lo nggak sia-sia ke sini."
Sayla mematut penampilannya di depan cermin. Gamis soft green berbahan moscrepe telah menutupi seluruh tubuhnya. Sayla memadukan bajunya dengan hijab dusty pink. Seperti biasa, dandanan Sayla tidak berlebihan. Ia hanya memulas tipis bibirnya dengan lipbalm. Menarik napas sebentar, Sayla mencari Putra yang katanya sedang menyetrika baju batik.
Pria itu tengah membelakangi Sayla dengan tangan bergerak ke kiri dan kanan melicinkan kemeja. Putra hanya memakai singlet putih dan celana bahan hitam tanpa ikat pinggang. Sayla menggigit bibir enggan memanggil nama suaminya. Pemuda itu menyetrika dengan santai bahkan sambil bernyanyi-nyanyi. Pukul berapa mereka tiba di rumah Ayla jika si satpam tidak menyegerakan pekerjaannya? Sayla ingin menghardik lelaki itu seperti penggembala menghalau kerbau-kerbaunya pulang. Berali-kali Sayla berdecak, namun sang sekuriti tak juga mendengar.
Harus sampai selicin apa baju itu? Pasalnya Putra menggosok-gosok bagian lengan berulang kali. Setelah lengan, kembali ke bagian badan. Putra pandangi sebentar sambil bersiul dan menggeleng. Sedetik kemudian Putra mengulang gosokannya lagi. Sambil bernyanyi Putra mengayunkan tangan dengan lambat. Rambut di balik hijab Sayla terasa gatal sekali ingin menggaruk keras-keras. Anak bungsu Pak Hadi gereget melihat kelakuan Putra Pelindung yang tidak sadar waktu.
Putra mengangkat bajunya dan memandangi lama.
"Ekhem." Setelahnya, Sayla menggeram karena Putra melipat bajunya dengan sangat hati-hati.
Apa dia gila? Baju itu akan dipakai 'kan? Mengapa dilipat dulu?
Kedua bola mata Sayla nyaris melompat dari balik kelopak saat Putra menarik satu baju lain dari keranjang. Ya Tuhan! Apa yang dilakukan manusia bodoh itu? Berjalan cepat, Sayla merebut kemeja dari tangan Putra.
"Sadar waktu tidak sih? Ini sudah jam berapa? Kenapa harus menyetrika baju-baju ini sekarang? Gosok yang akan dipakai saja! Lagian mau disetrika atau enggak, sama aja. Baju murah ini nggak akan kelihatan bagus!" Sayla tak sadar telah bersuara keras. Namun, dia merasa kelegaan luar biasa setelah melakukannya.
Putra masih diam tak bergerak mengambil baju yang telah disetrika.
"Kalau nggak mau ikut, ya, udah! Malah bagus! Bikin kesal aja!"
Sayla ke kamar mengambil dompet. Putra muncul di sampingnya saat Sayla memakai sepatu.
"Dek Sayla, gimana penampilan Kakak?"
Mendengar suaranya saja mampu menaikkan titik didih amarah dalam dada Sayla. Ya Tuhan, berilah dia kesabaran. Sungguh, saat seluruh tubuh Sayla seakan terbakar api kemarahan. Kekesalannya sudah tak dapat dijabarkan. Ibarat tokoh kartun, Sayla kini telah berasap seluruh badan.
Laki-laki ini idiot atau bodoh?
"Nggak penting tahu nggak! Nggak ada laki-laki yang mau tau penampilannya seperti apa! Kamu malah melebihi perempuan!" Sudah tak terhitung berapa kali Sayla mendesis berang.
Pria ini sungguh memalukan.
"Dek Sayla, gimana kalau kita pakai motor Kakak aja? Kakak belum bisa nyetir mobil, Dek. Masak kamu perempuan yang menyetir?"
Putra bagai orang tak punya otak. Apa dia tidak mengerti saat ini Sayla tidak ingin mendengar suaranya? Lebih-lebih dia mengajak Sayla naik motor. Benar-benar lelaki kurang akal. Siapa yang mau naik motor malam-malam begini jika ada mobil di depan mata?
"Pakai saja motor sekenmu! Itu kendaraan kesayangan kamu, 'kan? Aku naik mobil."
"Yah nggak bisa gitu, Dek Sayla. Kita perginya bareng-bareng. Jalan ke kompleks jauh, nanti kamu nggak aman sendirian."
"Ya bareng, kamu naik motor dan aku mobil," jelas Sayla seperti menjelaskan kepada anak TK dengan penuh kesabaran.
"Kakak ini pelindung kamu loh ingat."
"Terserah! Aku mau berangkat. Sudah hampir tengah malam dan Ayla bisa ngomel kalau telat!" Sayla masuk mobil.
"Enggak apa-apa kali ini Kakak kamu supirin." Putra menutup pintu dari dalam dan tubuhnya telah duduk di sebelah Sayla. "Lain kali Kakak akan belajar bawa mobil. Ah, gampang nih kelihatannya. Dulu Kakak belum kepikiran untuk belajar karena setamat SMA langsung ngelamar jadi sekuriti bukan supir. Pernah diajak Idot dulu, tapi Kakak nggak mau. Kakak pikir nanti kalau sudah bisa terus Kakak pengin nyetir, eh, mobilnya nggak ada. Kan enggak enak, Dek." Putra bodoh Pelindung itu tertawa.
"Bisa diem nggak?"
Perjalanan mereka untungnya diisi dengan keheningan. Putra mengerti bahasa manusia. Sayla bersyukur ketika tiba di rumah Ayla, kekesalannya mulai turun. Tidak seperti sebelum ini yang nyaris membuat kepala Sayla berdenyut sakit.
"Oh, ada Om Putra." Syahda membukakan pintu untuk Sayla dan Putra.
"Malam, Princess," sapa Sayla lembut. Dia mengusap pundak kepala anak itu.
"Hey, Princess, ketemu lagi." Putra melambai-lambai tangan sambil tersenyum lebar persis orang bodoh.
"Tante kok mau bareng sama Om Putra? Dia itu nyengir terus kayak orang gila."
Sayla tertawa oleh komentar Syahda yang jujur.
"Bunda di dalam, Princess?" Sayla menggamit lengan Syahda dan melangkah ke bagian dalam rumah.
Ia terpaku begitu melihat Ergi tengah menata piring-piring di meja, sementara Ayla bersungut-sungut di belakang suaminya.
"Kamu berlebihan banget sih! Aku masih bisa kerja, Ergi!"
Ergi menghalau Ayla dengan tangan saat Ayla menjangkau piring untuk diletakkan di dekat kursi lainnya yang mengelilingi meja persegi panjang.
"Kamu duduk duluan di sini. Nggak usah bantu, sebentar lagi akan selesai."
Ayla dengan bibirnya yang maju dan muka cemberut segera duduk dengan kasar di kursi.
"Ay! Pelan-pelan bisa?" tegur Ergi kemudian mengelus perut rata Ayla.
"Ayah sama Bunda emang gitu tuh, Tante. Bunda disuruh Ayah duduk terus. Pekerjaan rumah semuanya Ayah yang mengerjakan. Jadi, Bunda suka melawan seperti sekarang ini."
Sayla menelan salivanya. Lelaki seperti itu yang Sayla impi menjadi suaminya dulu. Sekali pandang sudah terlihat bersahaja. Bicara jika perlu. Tegas. Rapi dan tampan. Semua itu membuat Sayla menyukai Ergi saat sekolah. Ergi adalah laki-laki yang tidak sadar pesona. Dia tak tahu jika banyak perempuan di SMA mereka yang menyukainya. Ergi selalu tersenyum ramah hingga membuat para siswi salah paham, termasuk Sayla. Pakaiannya yang sederhana bahkan pudar, tidak menyembunyikan kilau Ergi sebagai lelaki yang punya daya tarik tinggi. Kecerdasannya di atas rata-rata. Semua guru menyukai Ergi.
Sayla menyatakan perasaan lebih dulu ketika melihat Ergi memperhatikannya diam-diam. Sebenarnya ia pun tak pasti. Waktu itu Sayla coba memberanikan diri dengan mempertaruhkan harga dirinya kepada Ergi. Untunglah Ergi menerima dan mengajak Sayla menjalin lebih dari sekadar teman. Namun, hubungan mereka tidak bertahan lama. Tak jarang Sayla menyesal dahulu cepat menyerah akibat kurangnya perhatian Ergi. Setelah banyak tahun berlalu, Sayla mengetahui sebabnya. Bukan Sayla yang Ergi sukai, melainkan Ayla.
Sayla tidak bisa mencintai lelaki lain lagi. Semua kriteria sempurna ada pada Ergi yang telah menjadi milik Ayla.
"Hoi, sudah datang lo!" panggil Ayla dari tempatnya duduk. "Hai, Adik Ipar! Cakep juga lo pakai batik. Kelihatan seperti pegawai kelurahan. Pecinya mana?"
"Cakep dari mana, Bunda? Bajunya enggak cocok sama kulit Om Putra. Coba tadi pakai baju putih atau pink biar terang. Lihat tuh kalau lagi tersenyum, giginya doang yang kelihatan, yang lain gelap."
"Princess, yang sopan," tegus ayah si anak.
"Bikin malu aja," bisik Sayla sebelum berjalan ke meja makan. "Masih ada yang bisa aku bantu?" tawarnya.
"Ada. Gi, kamu duduk di sini, biar Sayla aja yang kerja," perintah sang ratu di rumah tersebut.
Ergi menanggapi, "Kamu duduk manis seperti Ay. Tinggal sedikit lagi kok selesai. Dan Putra ... silakan duduk."
"Gue boleh bantu, Bang?" Putra mendekat ke tempat Ergi yang sedang menyanduk sop. "Seger banget."
"Enggak ada shift malam?" tanya Ergi menyerahkan mangkuk ke tangan iparnya.
"Kebetulan nggak ada."
Dari tempat duduknya, Sayla menatap punggung dua lelaki itu. Mungkin Papa sudah kehilangan stok lelaki baik sehingga menikahkan Sayla dengan ulat bayam hitam itu.
"Princess minta adek yang banyak. Gue bilang, dapat satu sudah syukur. Lalu gue sarankan minta ke elu aja. Nih, sekarang ada Tante Sayla, ngomong gih, Princess."
Perhatian Sayla teralih kembali pada Ayla yang duduk di seberang tempat duduk.
"Boleh, ya, Tante? Aku ingin punya saudara yang banyak kalau bisa kembar seperti Tante sama Bunda. Hmm ... kalau Tante dan Bunda hamil barengan pasti seru. Perut siapa nanti yang lebih besar, ya? Bunda apa Tante? Tebakan aku sih perut Bunda. Bunda banyak makan. Setiap hari minta titipkan makanan sama Ayah pas pulang kerja."
"Kamu ingin dapat adek kembar? Kembar dua atau tiga?" sambar Putra yang cepat-cepat duduk di sebelah Sayla.
"Dua! Cowok sama cewek! Masak aku minta adik perempuan sama Bunda, Bunda bilang yang mana dikasih aja? Aku maunya kembar dua cewek cowok. Om Putra mau buatkan aku adik kembar dua?"
Putra mengangkat tangan ke depan Syahda minta anak itu melakukan tos. "Siaaap, Princess. Putra dan Tuan Putri akan melaksanakan perintah Princess Syahda."
"Tos!" Syahda membalas. "Ayah cepat kasih Tante makan yang banyak supaya perutnya gendut!"
"Emangnya kamu mau punya adek dari tahi Tante kamu?" cela Ayla atas ide anaknya.
"Bunda jorok! Ayah! Bunda ngomongin kotoran di meja makan! Bunda harus dihukum! Bunda yang bikin aturan, Bunda juga harus menaati. Enggak mau tahu pokoknya Bunda harus berdiri sambil jewer telinga." Syahda menarik tangan Ayla agar berdiri.
"Kita makan dulu, Princess," tegus Ergi. "Ayah nanti yang menghukum Bunda. Oke?"
Syahda memajukan bibirnya.
"Ayah bilang apa?"
"Enggak boleh pasang wajah kesal sama Bunda nanti berdosa," jawab Syahda.
"Baiklah. Kita mulai, ya." Ergi mengambil tangan Ayla di atas meja dan meremasnya. "Sebelumnya, aku ingin berterima kasih kepada Putra dan Sayla karena sudah memenuhi undangan Ay." Ergi menoleh kepada Ayla yang mencibirnya. "Seminggu yang lalu kami sangat takut akan kecewa melihat hasil tes kehamilan Ayla. Ay enggak mau diajak ke rumah sakit untuk periksa. Aku sangat mengerti keputusasaannya, termasuk aku juga. Aku pikir, aku tidak ingin seandainya kami memang diberi rezeki, kami sampai tidak tahu karena itu akan berisiko. Ay akhirnya mau kami periksakan langsung ke dokter, bukan lagi tes sendiri seperti tahun-tahun yang lalu. Dan kabar baiknya, istriku sudah mengandung delapan minggu."
"Kita jangan nunda, Dek Sayla. Lihat keluarga Ayla dan Bang Ergi kelihatan bahagian sekali 'kan?"
Mood Sayla meluncur jatuh ke kaki ketika mendengar bisikan pria di sebelahnya. Sayla menoleh kepada Putra dan mendapati lelaki yang paling mengesalkan itu tengah tersengih. Oh Tuhan. Setelah sekian menit lupa akan kehadiran Putra Pelindung karena menyaksikan keluarga bahagia Ayla dan Ergi, kini Sayla kembali dongkol akibat perkataan yang baru dia dengar.
Anak? Aku hanya ingin Syahda.
Pukul dua belas mereka sampai di rumah. Sayla segera membanting daun pintu setelah kakinya menginjak lantai. Dia tak menghiraukan panggilan Putra yang berusaha bercanda dengan menggoadanya tentang anak.
"Bilang aja kapan mau dan siap bikin adek untuk Syahda! Lagi jaga, Kakak usahakan pulang."
Oh, Tuhan. Kapan dia akan terbebas dari manusia yang satu itu? Sehari-hari hanya bisa membuat Sayla keki. Putra tidak mampu membedakan mana sindiran dan mana pujian. Senyumannya selalu dipamerkan mungkin sebab merasa paling tampan. Putra sering membuat malu Sayla di depan wali murid. Dia bertingkah seakan-akan hubungan mereka baik, padahal hampir semua orang tua murid telah melihat video memalukan Putra di pesta pernikahan mereka. Kapan Tuhan mengabulkan pinta Sayla? Ambil Putra dan jangan kembalikan kepadanya!
"Putra gue lihat nggak jelek-jelek banget. Kulitnya aja yang eksotis, tapi seksi kok tipe orang pribumi. Elo nggak mau bikin anak sama dia?"
Putra langsung memasang senyuman lebarnya mendengar pertanyaan Ayla.
Ayla mendekatkan bibirnya ke telinga Sayla, "Pokemon memang gagah perkasa, sekali tembak langsung jadi Princess. Tapi dia bukan suami sah elo. Masa lo lebih seneng hamil dengan pria lain dibanding suami lo sendiri? Jangan sampai ada Princess kedua. Ingat umur, kita sudah dua tujuh."
***
Muba, 2 September 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro