Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sayla [06]

Terkadang Sayla ingin seperti Ayla yang tegas mengatakan keinginannya. Sayla ingat betapa gigih usaha Ayla ketika menolak dijodohkan. Bahkan saat dia menikah pun Ayla menunjukkan perlawanan-perlawanan terhadap Papa. Ayla juga menjadikan Sayla sebagai objek balas dendam.

Kalimat yang sama telah sampai di ujung lidah, "Say tidak mau menikah. Say takut menjalankan rumah tangga. Say tidak siap. Say malu dengan keadaan Say," dan masih banyak alasan lain, namun tidak sampai melompat dari bibirnya.

"Apa boleh kita tidak mengadakan pesta, Pa? Say rasa cukup menikah dan sah saja."

Menanyakan hal seperti itu saja membuat Sayla cemas. Jika Papa marah, Sayla takut akan berakibat ke jantungnya. Putri bungsu Papa Hadi itu tidak ingin ayahnya terkena serangan lagi.

"Kamu tidak ingin dibuatkan pesta? Ini sekali seumur hidup. Kamu yakin?"

Ternyata Papa tidak marah. Sayla bisa mengusap dada.

"Say merasa nggak pantas dibesar-besarkan."

Papa memeluk putrinya yang kehilangan kepercayaan diri. Lelaki paruh baya yang biasanya berwajah tegas itu kini terlihat melunak. Dalam enam tahun ini dialah yang mengubah Sayla. Putrinya yang biasanya tersenyum kini lebih sering murung. Putri yang selalu optimis melihat masa depan kini tidak berani mengangkat wajahnya. Satu-satunya sumber kebahagiaan sang putri pun telah ia renggut. Sang putri hanya bisa mengamati buah hatinya dari jauh.

Dahulu ia melakukan itu untuk memberikan ganjaran atas perbuatan sang putri, meskipun ia tidak kuasa melihat penderitaan Sayla ketika dipisahkan dengan bayinya. Waktu berlalu dan Sayla tidak pernah kembali seperti dulu. Sudah terlambat untuk membawa Syahda kembali untuk Sayla. Jika dia melakukannya, putri yang satu lagi akan sama menderitanya. Ayla sudah pernah kehilangan bayi dan sampai sekarang belum hamil lagi. Mengambil Syahda sama dengan membunuh Ayla untuk kedua kali.

Pak Hadi telah berjanji kepada diri sendiri takkan pernah memaafkan biang keladi semua masalah. Maka dari itu dia akan mencarikan pendamping lain untuk putrinya. Putra orang yang tepat. Sifatnya berkebalikan dengan Sayla. Putra dapat menularkan keceriaannya.

"Mengertilah semua Papa lakukan untuk kebahagiaan Sayla. Sayla sangat berharga. Kamu tetap jadi kebanggaan Papa. Jika kamu ingin menikah saja, Papa akan membicarakan ini dengan Putra, tapi jangan merasa kamu tidak pantas mendapat perayaan yang sama seperti Ayla."

"Sayla hanya ingin pesta sederhana semacam mengundang anak yatim dan beberapa kerabat kita. Boleh, Pa?"

***

"Adek menerima lamaran Kakak?" Tatapan sebening mata air itu beralih dari Sayla kepada orang di sebelah gadis itu. "Pak, anak Bapak bersedia saya nikahi? Ini betulan dan bukan bohongan 'kan?"

Sayla tak merespon pertanyaan tersebut. Sayla menunduk sambil memainkan cincin di jarinya.

Pak Hadi bergeleng mendengar tanggapan Putra Pelindung setelah ia beritahu perihal lamaran.

"Setelah menikah, apa yang bisa kamu berikan kepada putri saya?" Pak Hadi melirik Sayla kemudian ke arah jemari Sayla. Cincin di jari manis kiri itu tak pernah dilepas semenjak tas Sayla nyaris hilang. Benda berharga yang pernah dia katakan kepada Putra di awal perjumpaan mereka.

Pak Hadi kembali menatap lawan bicara untuk mengajak calon menantunya bertanya jawab, "Apa kamu mampu memberikan sesuatu yang lebih seperti yang selama ini saya berikan untuk Sayla? Kamu punya rumah?"

Jiwa-jiwa percaya diri Putra Pelindung tiarap ke tanah. Bibir dengan senyuman lebar itu terkatup. Putra pikir Pak Hadi yang tidak memandang kasta takkan mempermasalahkan di mana putrinya akan diajak tinggal.

'Lagian lo sih, Put, bapak mana yang sudi putrinya diajak susah? Tabungan lo kata? Untuk jiwa missqueen lo mah segitu udah banyak, tapi nggak ada apa-apanya dari kekayaan bapaknya Sayla yang anaknya cuman dua. Warisan Sayla lebih banyak dan mahal dibandingkkan hasil penjualan lo sebadan-badan.'

Namun bukan putra namanya kalau langsung minder. Hanya beberapa detik tuan Hadi menyaksikan pemuda itu berpikir keras, kemudian gigi-giginya dipamerkan lagi. Tawa khas yang mulai terbiasa di kuping Pak Hadi terdengar lagi.

"Haa ... haa ... Bapak tanya saya akan memberikan apa nanti? Tentu saja saya akan memberikan diri saya. Hidup dan tubuh saya milik putri Bapak setelah kami menikah. Saya tidak punya harta. Oleh karena itu, saya hanya bisa memberikan diri saya. Bapak tahu Christian Grey?"

Sepertinya Tuan Hadi tidak kenal. Putra lantas menjelaskan perlahan-lahan, "Dia punya Grey Enterprises. Uangnya berlimpah ruah. Mengajak pacarnya kencan naik heli dan pesawat pribadi, tapi yang dia tawarkan kepada kekasihnya ialah dirinya."

Tuan Hadi menggeleng-geleng lagi melihat kepercayaan diri makhluk di hadapannya.

"Saya memang miskin, Pak, tapi saya nggak akan tega mengajak Sayla ikut miskin. Kerja apa pun saya jalani asal bisa kasih dia makan kalau dia mau menikah dengan saya. Saya menyukai Sayla karena melihat sosok yang sederhana. Awalnya rasa ini hanyalah kekaguman semata. Melihat Sayla turun dari mobil mewah kemudian duduk di bawah tenda Mang Ojong minum es kelapa muda. Saya pikir, wah orang kaya seperti Sayla nggak takut kepanasan dengan nongkrong cantik di pinggir jalan. Dari sana saya selalu memperhatikan Sayla yang tidak pernah bergaya macam orang kaya kebanyakan. Bukan berarti setelah menikah saya nggak akan membelikan kebutuhan Sayla. Jika dia minta, saya akan memberikan yah walau harus nabung sekian bulan dari gaji saya."

"Saya ingin kamu segera mengurus ini," alih Pak Hadi ke topik berbeda. Pak Bos itu menggeserkan map ke meja di hadapan Putra. "Selesaikan segera," tambah lelaki berpostur besar itu.

Lamat-lamat Putra mengambil dokumen dari map sambil menahan jantungnya yang berdetak kencang. Kira-kira ini apa, ya? Putra melakukannya dengan pelan sekali seolah ada pengaturan slow motion dalam setiap gerakannya. Darah sang Pelindung berdesir dan beberapa kali ia menelan saliva.

Begitu melihat isi dalam map, mata Putra tampak berkaca-kaca. Alih-alih tersenyum apalagi tertawa seperti sebelumnya, Putra Pelindung terlihat kebingungan. "Bapak menerima saya sebagai menantu?"

Tuan Hadi memberikan respon berupa tolehan kepada sang putri yang diam bagaikan batu di sampingnya. Entah apa yang dipikirkan Sayla. Sejak masuk ke dalam ruangan itu, Sayla tak sekali pun mengeluarkan suara.

"Saya ingin minta kompromi Bapak," ujar Putra mengalihkan lagi perhatian Pak Hadi kepadanya. "Saya punya tabungan yang hanya cukup untuk uang muka rumah. Kalau untuk mengadakan pesta, mungkin saya tidak akan mampu. Bisakah Bapak tidak mengharapkan saya membuatkan sebuah pesta besar? Kalau seandainya uang itu dipakai untuk pesta, Sayla mungkin akan saya ajak tinggal di kos-kosan atau mungkin kontrakan yang kecil. Jika saya pertimbangkan—" Sang satpam menggosok-gosok hidungnya yang dingin kelamaan berada di ruangan berpendingin "—saya lebih memilih rumah yang nyaman daripada pesta yang meriah."

"Sayla punya rumah. Rumah kami nyaman."

Putra Pelindung membasahi bibirnya yang kering entah karena kebanyakan bicara atau AC ruangan Pak Bos. "Saya ingin mengajak Dek Sayla tinggal bersama saya saja. Saya ... tidak berpikir untuk tinggal di bawah atap rumah Bapak. Bukan karena saya ingin kurang ajar mengambil putri yang Bapak sayang. Saya pikir ... sungguh elok apabila sebuah keluarga memiliki rumahnya masing-masing."

Pak Hadi mengangguk-angguk sebagai tanggapan. Karena sang calon mertua terlihat tidak berniat bicara dan Putra merasa telah kebanyakan omong, dia pun meraih identitas sang calon istri dari dalam map di meja.

"LOH!" teriak pemuda berseragam pdl itu. Karyawan Karra Mart menggaruk-garuk ujung alisnya, kemudian melirik Sayla. Perempuan yang dilirik juga tengah melihat Putra dengan wajah bingung. "Dek Sayla lebih tua dari Kakak satu tahun."

"Sudah tahu kenapa masih menyebut orang adek. Geli," ucap sang perempuan. Biarpun pelan tetap membuat Putra takjub karena akhirnya calon bidadari surga menanggapi Putra.

"Ya sah-sah aja dong, Dek Sayla. Kalau kita menikah, aku kepala rumah tangganya. Walaupun usia lebih muda, Kakak tetap pemimpin kamu nantinya."

Sayla membuang muka. Enggan membalas perkataan Putra Pelindung seperti tadi.

***

Sayla merasa pernah mengalami kejadian seperti ini, tapi posisinya terbalik. Dahulu dia yang duduk di depan cermin rias tengah bersiap untuk pernikahan Ayla. Kini Sayla menatap pantulan orang yang sama, tetapi dengan persiapan berbeda. Riasan pada seluruh tubuh Sayla hari ini untuk pernikahannya sendiri. Dan Ayla yang terpantulkan dari cermin hanya menghadiri acara.

Enam bulan sejak pengurusan dokumen. Enam bulan yang Sayla habiskan dengan menahan muak melihat Putra nyaris setiap hari. Sayla belajar dari awal bahwa dia hanya akan menganggap Putra tidak nyata. Putra hanya semilir angin berembus yang tidak terlihat.

"Kamu tidak apa-apa, Ay?" Perhatian Sayla tertuju kepada wajah pucat kembarannya.

Ayla mendekat dan mencari sesuatu di meja rias Sayla. "Lipstick lo mana sih? Bibir gue pucet dijilat Ergi!"

Sayla menarik laci. "Ini, tapi enggak merah. Kamu emang enggak sehat, Ay. Tubuh kamu rasanya hangat." Tangan Sayla yang berada di leher Ayla ditepis oleh pemiliknya.

"Demi lo! Semua persiapan pernikahan Tuan Putri mulai dari nol gua yang siapin. Sementara lo enak-enakan pacaran."

Sayla berdiri dari bangkunya dan memeluk Ayla. "Makasih, Ay. Maaf sampai merepotkan kamu."

Ayla lekas melepaskan pelukan mereka. "Ya bagus lo mau terima si ulat bayam. Daripada lo ngegalauin anak gue mulu, lebih baik bikin anak satu lagi. Tuh pabrik bahan bakunya bagus kali gampang banget jadinya, lah gue udah mau uzur makin nggak fungsional lagi. Apalagi kalau sampai lo nungguin itu si kadal buntung, awas lo, Say!"

Sayla tak mampu memahami seluruh kalimat saudaranya yang mencerocos seperti peluit kereta api. Apa maksudnya tentang bahan baku pabrik? Kadal buntung?

"Eh, sebentar!" Ayla menarik tangan Sayla lalu mengangkatnya. "Apa maksudnya ini?"

Kembaran Sayla itu menatapnya dengan pandang menyelidik. Sebuah cincin berbentuk bulan sabit dan bintang yang bertahtakan berlian melingkar di jari Sayla. Itu adalah cincin yang Ayla pilih atas paksaan seseorang jadi dia tidak akan bisa lupa.

"Jelasin kenapa lo masih pakek cincin dari jelmaan tahi kucing ini! Say! Lo nggak nunggu Pokemon, 'kan? Sumpah ... lu bego banget kalau iya! Lebih baik si satpam itu ke mana-mana! Lo nggak boleh mengharapkan cowok jelmaan itu! Dia yang bikin hidup lo sengsara seperti ini, Say!" Ayla menarik paksa moonlight ring in silver itu dari jari manis Sayla.

"Ay! Ay! Jangan! Biarkan aku pakai cincin ini! Ay hentikan! Itu cincin aku!"

Ayla memperhatikan benda yang telah ia rebut dari pemiliknya. "Sebentar lagi lo akan menikah. Enggak sepantasnya lo masih pakai cincin dari pria lain." Ayla mengembalikan cincin kepala Sayla.

"Aku cuma bisa memiliki cincin ini, Ay. Kumohon jangan pernah lakukan yang seperti tadi lagi. Ini hanya cincin. Kamu enggak perlu marah-marah hanya karena benda."

"HUH! Lo tuh bego banget sih, Say. Ya udah, jangan nangis nanti muka lo bengkak. Jelek di foto. Sini ke depan lihat laki lo ijab kabul."

Sayla menggeleng. "Aku nunggu di sini aja. Papa sudah tahu kok."

Ayla duduk di tempat tidur dan Sayla kembali ke bangkunya.

"Kalau lo nggak mau sama si selebgram abal-abal, bilang dong. Kebiasaan lo yang satu itu nggak bisa lo ilangin apa? Nurut aja terus ampe ada yang nyuruh lo nyeruduk ke api lo jabanin juga."

"Papa nggak akan salah pilih, Ay. Buktinya Ergi dan kamu."

"Bisaan lo ngomong gini, tapi cincin bapaknya Princess nggak lu copot."

Si kembar pun terdiam. Dari pengeras suara mulai terdengar pengucapan ijab oleh Tuan Hadi kemudian langsung dijawab kalimat kabul oleh sang Pelindung.

"Adek gue udah jadi istri," bisik Ayla setelah mendengar pengumuman sah dari pengeras suara. "Selamat, Say. Lu bisa tanya-tanya gue yang udah lama jadi istri asal jangan tanyakan gimana biar cepet hamil, gue nggak tahu."

*** 

Muba, 29 Agustus 2021

Kasev lagi senang karena Putra Pelindung dapat izin pakai cast orang aslinya jadi hari ini update lagi nih.

Nikah... Kondangan yuuuk.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro