6
Daisy
Untuk sebuah penjara alien, milikku benar-benar terlihat biasa saja. Tidak ada yang menarik selain alien merah yang sekarang duduk dengan satu lutut tertekuk saat dia memperhatikanku dalam diam. Ekornya melengkung, melingkari salah satu pergelangan kakinya. Aku masih berpikir dia menakutkan tapi percakapan singkat kami telah menenangkan detak jantungku. Keberadaannya anehnya menghibur meski aku tidak akan mengakui itu dengan keras.
Aku duduk dengan kaki bersila di atas ranjangnya, mengamati dalam diam tempat kami ditahan. Sel kami tidak kecil tapi juga tidak besar. Ketiga sisi dinding terbuat dari lempengan logam sementara satu sisi yang lain merupakan jeruji seperti yang ada di kandang tempatku dilemparkan sebelumnya. Tidak ada sel lain di depan sel milik kami, yang artinya kami tidak bisa melihat tahanan lain. Furniturnya sangat minim dan tajam, hampir segalanya terbuat dari logam.
"Sebenarnya tempat apa ini? Di mana kita?" ucapku karena sepertinya Alien-ku memutuskan diam adalah hal favoritnya saat ini, bukannya aku bisa menyalahkannya untuk itu. Mengingat aku histeris saat memahami kata-katanya.
Rupanya penculikku telah memasangkan transmitor ke otakku, saat itulah rasa sakit menggoreng otakku kering dan aku pingsan. Itu sakit seperti jalang tapi setidaknya sekarang aku mengerti kata-kata mereka. Membuat semua ini menjadi lebih tidak mengerikan. Aneh bukan? Bagaimana kamu merasa sangat ketakutan karena tidak bisa menyuarakan pikiranmu, terkadang kita menerima semua berkah begitu saja. Hal-hal sederhana seperti bisa berkomunikasi dengan yang lain, dan saat itu diambil darimu kamu merasa terputus. Itu seperti kamu sendirian di alam semesta dan terjebak di kepalamu. Tidak bisa menyuarakan. Tidak bisa berbagi.
"Conservation of Endangered Extraterrestrials."
"Kamu bercanda, 'kan?" tanyaku dengan nada histeris. "Maksudku tempat ini benar-benar tidak mungkin adalah lembaga pelestarian! Ini ... ini ... tempat ini adalah penjara!"
"Tenang—"
"Tenang?" Aku meninggikan suaraku, praktis berteriak saat ini. "Bagaimana aku bisa—"
"Tidak perlu membuat keributan. Kamu tidak ingin mereka datang untuk memeriksa, bukan?" ucapnya, dan aku tersentak saat dia bergerak begitu cepat dari tempatnya di lantai. Sebelumnya dia duduk di sana dan kemudian dia berdiri di depanku. Jari-jari menangkup wajahku dengan lembut. Kukunya masih tajam tapi itu ditarik ke dalam sehingga itu tidak keluar seperti cakar. Meski jika dia ingin melukaiku, dia bisa. Dia bisa merobek pipiku berdarah tapi dia tidak. Ibu jarinya membelai pipiku dengan lembut. Menuntutku untuk bersandar pada sentuhan ringannya. "Tidak perlu panik, oke?"
Perlahan aku mengangguk, memejamkan mataku saat jarinya bergeser untuk mengusap kepalaku. Merapikan helaian rambut merahku sehingga ujung dari cakarnya menggores kulit kepala dengan ringan. Anehnya aku tidak merasa takut dengan gerakan itu. Malah aku merasa ditenangkan, merasa diyakinkan bahwa dia ada di sana untukku.
"Siapa mereka? Apa yang mereka inginkan dariku?" bisikku lembut dan gerakan membelai rambutku berhenti seolah pertanyaanku membuatnya tidak nyaman.
"Stroveix, mereka mengelola CEE dan apa yang mereka inginkan darimu? Kamu tidak ingin tahu itu." Dia terdengar jijik saat menyebut penculik kami, kebenciannya pada mereka begitu gamblang hingga tidak mungkin salah untuk mengenalinya.
"Tapi aku harus tahu, maksudku bagaimana aku akan merencanakan pelarianku jika aku tidak tahu sama sekali apa yang sedang terjadi di sini? Plus di mana di sini? Di mana CEE sebenarnya? Apakah kita berada di sebuah planet?"
Aku mendongak untuk melihat Alienku tapi dia menggeleng. "Bukan planet dan tidak ada cara untuk keluar dari tempat ini. Kamu ditakdirkan di sini."
Itu pasti bohong. Harus ada jalan keluar. Cara untuk kembali ke Bumi dan pergi jauh dari semua alien menakutkan ini.
"Aku tidak percaya itu," ucapku, menarik diriku menjauh dari sentuhannya karena sekarang lagi-lagi aku merasa dikhianati. Aku tahu itu tidak masuk akal. Dia tidak berutang apa pun padaku tapi tetap saja aku merasa dia seharusnya mengatakan dia akan membantuku mencari jalan keluar.
"Anjalie—"
"Ini Daisy! Namaku Daisy McCormick, bukan Anjalie! Jadi berhenti memanggilku seperti itu, dan aku akan keluar dari tempat terkutuk ini. Di mana pun tempat terkutuk ini!" geramku kesal karena dia pasti berbohong. Tidak mungkin tidak ada jalan keluar. Jika kamu bisa masuk, kamu bisa keluar.
Dia menggeram di wajahku dan itu membuatku tersentak. Aku seharusnya tidak membentaknya, tapi keramahannya membuatku lengah. Aku melupakan cakarnya yang tajam. Aku lupa bahwa beberapa saat yang lalu dia baru saja membantai segerombol Alien yang marah. Dia bisa melakukan hal yang persis sama padaku.
"Apa kamu pikir aku tidak pernah mencoba? Apakah kamu pikir aku akan tetap berada di sini jika ada cara untuk melarikan diri?" Dia memelototiku sekarang, dan itu adalah penampilan yang menakutkan untuk dilihat. Meskipun aku menolak untuk diintimidasi. Aku lelah takut. Lelah merasa tak berdaya dan terjebak.
"Mungkin kamu kurang mencoba!" balasku sengit. Kata-kataku yang tajam membuatnya mundur. Awalnya aku perhatikan wajahnya berkerut dengan ekspresi kemarahan, tangannya terkepal seolah dia menahan diri dari merobek sesuatu. Namun kemudian dia menghela napas dan memejamkan mata dalam kekalahan saat dia mundur menjauh dariku.
"Mungkin kamu benar," ucapnya pelan setelah gerakannya reda dengan suara yang dipenuhi keputusasaan. "Aku tidak cukup mencoba. Tidak cukup kuat. Maafkan aku."
Melihatnya berubah begitu cepat dari marah ke putus asa seperti itu membuat jantungku berdarah. Aku tidak bermaksud kata-kataku untuk menyakitinya. "Bukan itu maksudku."
"Tidak. Kamu benar Daisy. Aku tidak pernah cukup kuat. Jika aku punya maka aku tidak akan berada di sini sama sekali. Kamu benar untuk menolakku."
Melihat Alienku menyusut ke dalam dirinya adalah hal yang menyakitkan. Untuk melihatnya kehilangan harapan dan hancur. Aku tidak bisa. Perlahan aku berdiri dari ranjang tempatku meringkuk. Aku takut untuk menyentuhnya tapi jelas bahwa aku bukan satu-satunya yang menderita PTSD. Bagaimana aku bisa begitu tidak peka?
"Hai?" Aku menyentuh lengannya, kulitnya terasa sangat hangat di jariku, kontras dengan dinginnya logam yang membangun hampir seluruh penjara kami. Saat dia tidak bergerak, aku mengambil telapak tangannya. Menggenggamnya di telapak tanganku. "Tidak apa-apa. Sendirian mungkin kamu tidak cukup kuat tapi kamu tidak harus sendirian."
Perlahan dia mengangkat pandangannya dan memegang tatapanku. "Varin tidak seharusnya sendirian."
"Manusia juga tidak," jawabku dan ada sesuatu yang melintas di matanya saat mendengar jawabanku. Aku merasa ada lebih banyak yang kami pertukarkan. Sesuatu yang lebih dari kata-kata. Sebuah kepercayaan.
"Kamu tidak akan sendirian."
Aku tersenyum padanya. "Aku tahu Pria besar. Kamu tidak akan membiarkan aku sendirian."
"Aidan, kamu bisa memanggilku Aidan."
Aku tersenyum lebih lebar hampir seperti seringai yang konyol. "Itu terdengar seperti nama manusia. Aku pikir namamu akan menjadi ET187 atau sesuatu." Dia melihatku dengan tidak mengerti. "Lupakan saja. Jadi Aidan ya?"
"Dan Daisy McCormick?" Aku mengangguk untuk mengonfirmasi bahwa itu benar namaku. "Kamu tidak akan pernah sendirian."
***
Yay update!
Ada yang mau alien kayak Aidan buat dibungkus bawa pulang?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro