
4
Aidan
Menjadi Pejuang Varin itu berarti aku pernah melihat banyak penderitaan. Aku telah berada di banyak perang, beberapa aku perjuangkan untuk orang-orangku, dan beberapa untuk emas yang ditawarkan kepada kami. Itu juga berarti aku pernah melihat banyak tubuh yang rusak, darah, dan kehancuran. Namun aku tidak bisa mengingat sesuatu yang lebih menyakitkan dari ini. Melihat betina yang sama sekali asing, sama sekali tidak aku kenal terbaring diam. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain berada di sini, menunggu sesuatu terjadi. Apa yang sebenarnya aku tunggu? Dia membuka matanya? Atau dia mengembuskan napas terakhirnya, menghentikan gerakan lembut dadanya yang naik turun?
Karena betina itu belum bergerak sejak kami berdua dilemparkan kembali ke selku. Itu membuatku takut, bagaimana kalau dia benar-benar mati? Dia terlihat sangat rapuh, seolah beberapa goresan kecil akan membunuhnya. Dia berbaring diam di atas dipan logamku, diam seperti mayat, hanya gerakan naik dan turun dadanya yang memberiku indikasi kalau dia masih bernapas. Dan jika itu berhenti, apa yang akan terjadi padaku? Aku belum terikat padanya, tapi memikirkan kematiannya sudah mengirimkan tusukan ke jantungku. Itu tidak masuk akal, tapi itulah yang aku rasakan.
Aku takut untuk mendekat, takut untuk menyentuhnya, sangat takut kalau aku hanya akan membuatnya lebih buruk. Aku belum pernah merasakan begitu banyak rasa takut, itu terasa masam di mulutku, dan aku sama sekali tidak menyukainya.
“Apakah ini normal?” Aku bergumam ke arah kamera di sudut yang lampunya berkedip mengejekku, ingatkan aku kalau kami tidak pernah sendirian. Seolah aku perlu pengingat.
Stroveix tidak pernah meninggalkanku, mereka terus mengawasiku. Mencoba menemukan cara untuk mempertahankan jenisku, terutama betina dari jenisku karena kami hampir punah. Karena alam semesta tentunya tidak ingin kehilangan prajurit terkuat yang mereka miliki. Kebanyakan Varin bekerja sebagai tentara bayaran. Memperjuangkan perang yang sama sekali bukan urusan mereka. Kami cakap dengan senjata kuno, tapi kami juga mudah belajar tentang senjata modern. Seolah kami dibuat untuk itu, perang dan kehancuran. Padahal itu sama sekali tidak benar. Varin jantan harus menjadi yang terkuat untuk menjaga betina mereka. Karena betina kami lebih lemah secara fisik.
Ada masa-masa di mana Varin tinggal dengan damai, itu sudah ratusan tahun yang lalu. Dulu saat jantan dan betina dari jenisku seimbang. Namun sesuatu terjadi, dan kami didorong keluar untuk menemukan jalan lain. Untuk mempertahankan keberlangsungan keberadaan kami. Benar kami telah menjadi tentara bayaran, tapi awalnya tidak seperti itu. Kami menjangkau ke planet lain, mencoba menemukan pasangan yang kompatibel dan karena itu kami berjuang untuk mereka. Namun setiap planet yang kami selamatkan, tidak ada yang cocok. Tidak ada anak-anak yang lahir dari hubungan itu. Perlahan betina Varin mati, dan tidak ada kelahiran kembali. Kami hanya menunggu waktu sampai saat terakhir kami.
Itu juga yang menjadi alasanku, yang akhirnya menarikku keluar dari planetku. Ditipu dan berakhir di sini. Berada di sel dengan betina yang menarik ikatan di dalam diriku. Dorongan untuk mengklaim dia sebagai milikku. Aku menggertakkan gigiku, aku seharusnya tidak memikirkan dia seperti itu. Memikirkan membentuk ikatan dengannya saat aku gagal menjaganya. Aku masih ingat dengan jelas saat dia menjerit. Bagaimana ekspresi kesakitan mengaburkan wajahnya saat Kalvac memasang transmiter padanya.
Aku ingat pemasangan transmiterku sendiri, itu menyakitkan seperti cakar Glinc yang mengamuk tapi yakin aku tidak jatuh setengah mati seperti ini. Mungkinkah Kalvac salah perhitungan? Apakah secara tidak sengaja dia telah merusak beberapa sarafnya? Pikiran itu membuat tulang punggungku tegak, mengetuk cakarku dengan gelisah di lantai beton tempatku terperosok beberapa jam yang lalu sambil memelototi betina yang mungkin mengalami kegagalan saraf di ranjangku.
Aku mempertimbangkan untuk mengguncangnya, untuk melihat apakah akan mendapatkan respons, tapi pikiran mendekatinya mengirimku ke kepanikan. Dorongan untuk membentuk ikatan itu terlalu nyata saat berada di dekatnya, dan dari reaksi gemetar dan menjerit di arena pertarungan itu jelas memberiku sinyal penolakan. Namun duduk tanpa mencoba apa pun terasa lebih salah. Setidaknya aku harus mencoba sesuatu, apa pun untuk keberlangsungan hidup betina ini.
“Glinc!” Aku mengumpat ke arah kamera bodoh yang masih mengedipkan lampu merah dan akhirnya menyerah pada dorongan tidak rasional untuk merawat betina itu. Bahkan jika dia tidak menginginkan perawatanku, dia pasti tidak ingin mati. Atau mungkinkah dia? Pikiran itu membuatku ngeri karena aku yakin dia telah diambil paksa dari rumahnya, ditarik dari kehidupannya dan dilemparkan ke kenyataan ini. Tidak heran dia ketakutan. Masuk akal dia menjerit. Dan dengan semua kerapuhan itu—dia mungkin tidak akan bertahan. Aku merayap ke dekat dipan kecil yang hanya muat untuk satu orang. Masih ragu-ragu untuk menyentuhnya.
Tanganku berhenti di udara, sekali lagi ragu untuk menyentuhnya. Aku memperhatikan wajahnya. Lengkungan lembut yang membentuk bibirnya yang merah muda. Dia terlihat begitu mudah pecah, tapi juga cantik. Kulitnya tidak berwarna seperti Varin, tapi itu hanya membuatnya lebih menarik. Jika dia pernah menginginkan aku, aku tidak akan pernah ragu untuk mengambilnya sebagai pasanganku. Tidak peduli bahwa Varin tidak pernah mengambil jodoh di luar jenisnya. Bukan ikatan seperti itu.
“Hai ...,” desisku sambil menggoyangkan sedikit bahunya, aku menunggu dengan napas tertahan. Berharap dia tersentak atau mengerjapkan matanya, tapi tubuhnya tetap pasif. Mungkinkah dia benar-benar sekarat? Ohh Glinc! Aku benar-benar tidak tahu.
“Bisakah kamu mendengarku?” ucapku, mengguncang bahunya sedikit lebih keras tapi tidak ada respons. Apakah aku harus merangsang saraf atau sesuatu atau apa? Untuk semua yang aku tahu dia mungkin juga berada sejengkal dari kematian dan itu mengirim nyeri instan ke dadaku. Rasanya sangat salah melihatnya terbaring lemas di sana seperti penistaan. Hal lembut seperti dia tidak cocok di sini, dia seharusnya tidak pernah berakhir di tempat seperti ini. Jariku menyentuh tulang pipinya yang kurus, itu memberi kesan tajam pada wajah berbentuk hatinya, hidung kecil dan mulut dengan bibir yang penuh. Rambut yang tumbuh di atas puncak kepalanya berwarna merah cerah, jadi sangat mencolok di kulitnya yang pucat. Sangat aneh tapi cantik, dia bukan Varin tapi rasnya cukup dekat.
“Tolong jika kamu hidup, beri aku satu petunjuk, Anjalie,” bisikku, aku masih berlutut di samping dipan, wajah melayang di atas kepalanya saat akhirnya bulu matanya mengerjap dan matanya terbuka. Pupilnya melebar dalam teror saat dia menatap tepat ke mataku dan aku mengharapkan setidaknya satu jeritan yang menggelegar. Hanya tidak ada. Tidak ada apa-apa. Dia berkedip di sana, pucat dengan mata berkaca-kaca sebelum akhirnya satu rengekan paling menyedihkan lolos dari tenggorokannya. Kemudian air bocor dari matanya. Glinc! Kalvac pasti benar-benar mengacaukan sarafnya!
***
Beberapa patah kata untuk Aidan?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro