
3
Daisy
Semua ini gila dan aku ingin semua ini berakhir. Lima makhluk kadal kembali dan mereka sepertinya ingin membawaku pergi tapi Alienku menghentikan mereka. Aku memperhatikan saat dia bertukar beberapa desisan sebelum akhirnya mulai pertengkaran lagi. Dua Alien lain yang aku pikir telah menyerah pada Alienku sebelumnya juga menyerang Alien kadal. Jadi tidak perlu menjadi jenius untuk menyadari kami semua adalah korban, tahanan dari Alien kadal. Tetap saja, aku tidak tahu apa tujuanku di sini. Apa yang akan terjadi padaku sekarang dan apakah aku bisa percaya Alienku tidak akan menyakitiku? Semua itu hanya setumpuk masalah yang harus aku tangani.
Bukan berarti itu penting, karena sekarang satu-satunya jalan keluar ke kebebasan kami tertutup. Alien bertanduk telah menabrak jeruji tepat saat penghalang itu tertutup. Dia terlempar ke pantatnya, tetap di sana, tidak membuat gerakan lain karena sepertinya dia sadar itu sia-sia. Namun Alienku tidak memiliki cukup akal sehat seperti teman Aliennya. Dia menggeram pada makhluk kadal yang sekarang mengawasi kami dari balik jeruji. Bertukar beberapa desisan yang tetap tidak aku mengerti hingga akhirnya dia menyerah. Hanya saat Alienku menunjuk ke arahku kemudian melotot pada makhluk kadal di luar sel, aku tahu mereka membicarakanku. Aku punya firasat kalau ini sama sekali tidak baik, dan aku tidak suka mereka membicarakanku di saat aku tidak mengerti sepatah kata pun yang mereka ucapkan.
Jika aku punya cukup keberanian aku mungkin akan mencoba bicara. Coba apakah mereka akan mengerti bahasaku. Hanya saja aku bukan gadis-gadis yang menendang pantat penjahat. Bukan gadis yang mengangkat dagu dan menantang orang-orang yang melecehkannya. Sepanjang hidupku aku lebih suka mundur, biarkan orang mengabaikanku, dan terus bergerak di bawah radar. Jadi sekarang aku hanya mundur lebih jauh, diam, dan meringkuk, berharap pada keajaiban untuk membuatku tidak terlihat. Tentu saja itu masih tidak berhasil, karena setelah banyak desis marah Alienku kembali padaku. Mendesis padaku seolah dia sedih dengan jarak yang aku buat darinya.
Apa yang dia harapkan? Aku yang menempel erat padanya? Aku tidak mengenal dia dan aku benar-benar tidak tahu kenapa aku berada di sini sama sekali.
Semua itu hanya membuatku lebih takut. Aku ingin berteriak lagi, tapi kali ini aku berpikir lebih baik, dan berhasil menghentikan diriku sebelum menjerit tanpa alasan. Mungkin jeritan akan memicu mereka untuk menyerang, insting seperti pada predator. Siapa yang tahu? Karena jujur saja, mereka semua terlihat seperti predator untukku. Mereka bisa saja membunuhku di sini dan sekarang, tidak akan ada yang menuntut mereka. Tidak ada yang tahu itu. Tidak ada yang akan menyadari aku mati dibunuh oleh Alien di tempat yang sama sekali asing ini. Aku tidak punya kekuatan apa pun untuk melawan mereka.
Aku bisa merasakan jantungku berdebar-debar di rusukku, berdetak selaras dengan rasa panik yang semakin meningkat di dalam kepalaku. Namun dengan setiap napas yang aku ambil itu menjadi lebih tenang dan saat akhirnya aku bisa berhenti gemetar, aku memberanikan diri untuk mengintip Alienku. Dia berdiri beberapa inci dariku, tangan terulur seolah menungguku untuk meraihnya. Seolah dia menawarkan pilihan, ilusi yang sama sekali tidak aku percaya. Jika aku tidak mengambil uluran tangannya, aku cukup yakin dia akan mengambilku secara paksa. Sama seperti saat mereka mengambilku dari rumah dan kehidupan yang aku tahu. Pilihan apa pun yang aku miliki di sini adalah bohong.
Saat itu aku punya dorongan kuat untuk menjerit sekali lagi tapi aku menekannya, dan malah meletakkan telapak tanganku di atas miliknya. Ingat? Karena aku tidak punya pilihan. Apa lagi yang bisa aku lakukan? Berlari dan menjerit sampai mereka menjatuhkan aku dan memicu kekerasan dari mereka? Aku mungkin bukan orang paling pintar di kelas tapi aku juga bukan yang terbodoh. Begitu aku meletakkan tanganku di atas telapak tangannya, aku memejamkan mata. Takut dia akan menghancurkan tulangku yang rapuh mengingat dia membantai Alien lain dengan begitu mudah. Jadi aku pikir dia akan meremas hingga jari-jariku patah tapi dia hanya menutup jarinya dengan ringan, aku bahkan bisa menariknya kembali jika aku mau. Ilusi lain bahwa aku punya pilihan.
“Ke mana kita?” tanyaku pelan saat dia mulai menarikku menuju pintu. Akhirnya menemukan sedikit tulang punggung keberanian.
Dia mendesis kata-kata yang tidak aku mengerti lagi, tapi nadanya lebih lembut seolah dia tidak ingin membuatku lebih takut dari yang sudah ada. Tangannya yang lain membelai rambutku, menyelipkan untaian ke belakang telinga. Kukunya menggores daun telingaku, dan itu memicuku untuk membuat suara merengek di tenggorokkan. Dia buru-buru menarik tangannya kembali dan kali ini hanya fokus menuntunku ke pintu. Sangat jelas bahwa dia tidak ingin membuatku takut padanya. Pertanyaannya adalah, kenapa? Dan apakah itu hal yang bagus?
Alienku hanya berhenti melangkah saat Alien kadal mendesis padanya. Aku benar-benar frustrasi karena tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat ini, yang jelas Alienku mendesis dengan tidak senang. Banyak desis terjadi sebelum akhirnya genggaman di jari-jariku mengendur. Aku menoleh pada Alienku dan ngeri pada ekspresi sedih di wajahnya.
Ohh, itu tidak terlihat bagus. Aku hanya tahu sesuatu yang buruk akan terjadi.
“Apa yang terjadi sekarang?” Aku berbisik padanya, dan dia hanya menggelengkan kepala. Bahkan tidak mencoba menjelaskan apa pun padaku. Itu membuatku takut setengah mati. Aku mungkin tidak mengenal Alien iblis dengan kulit merah ini, tapi sejauh ini dia telah menjagaku dari yang lain, sementara Alien kadal telah menyengatku dengan tongkat listrik mereka. Jadi masuk akal aku histeris saat Alienku sepertinya akan membiarkan mereka mengambilku darinya.
Saat pintu kandang terbuka Alien kadal menarik lenganku dengan cengkeraman yang mengancam menghancurkan tulang. Aku menoleh pada Alienku, merasa dikhianati tanpa alasan. Apa yang sebenarnya aku harapkan? Bahwa dia akan menyelamatkanku? Bahwa dia akan melindungiku dari Alien kadal karena kami sama-sama korban? Tentu saja dia tidak melakukan itu. Dia tidak mengenalku, dan dia tidak punya alasan untuk mempertaruhkan dirinya sendiri untukku. Namun dia melakukannya sebelumnya, dia melindungiku dari Alien lain, lalu kenapa sekarang tidak?
Aku masih menatap mata gelap Alienku saat aku dipaksa berlutut dan aku takut apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah Alien kadal ingin Alienku membunuhku. Sial dia bukan Alienku, aku harus berhenti memanggilnya seperti itu. Aku mulai lelah memberi label untuk masing-masing Alien di sini. Aku ingin tahu apa yang menjadi nama dari mereka dan mengutuknya saat aku sekarat nanti. Aku merasakan kuku menyibak rambut di tengkukku dan sebelum aku siap, rasa sakit yang luar biasa mulai dari ujung saraf di tengkukku hingga ke otakku menjerit. Mereka terbakar hingga telingaku berdenging dan tenggorokanku menebal. Aku merasa tidak bisa bernapas. Aku merasa akan mati sebelum akhirnya aku benar-benar mati.
***
Nah siapa yang minta update hayooh?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro