Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

Daisy

Ini harus menjadi mimpi!

Atau mungkin aku baru saja menjadi gila? Meski aku tidak bisa mulai menemukan alasan kenapa aku menjadi gila. Hal terakhir yang aku ingat adalah pergi tidur, dan aku yakin sudah mengunci semua pintu dan jendela di apartemen. Jadi bagaimana aku bisa terbangun di sini? Saat aku membuka mata, aku menemukan diriku berada di dalam semacam tabung statis yang keluar langsung dari film fiksi ilmiah. Di mana kamu masuk ke dalam tabung itu sebelum pesawat luar angkasa diluncurkan. Aku menatap kaca melengkung yang ada di atasku, menyegelku di dalam tabung dan terisolasi dari seluruh dunia yang ada di luar sana. Aku melihat ke langit-langit baja yang terlihat mencolok dan tajam. Pada cahaya putih terang yang membuat mataku sakit sehingga aku harus menyipitkan kelopak mataku. Aku menyerap setiap pemandangan ganjil yang dapat ditangkap oleh mataku. Semua yang aku lihat membunyikan alarm di kepala. Itu berteriak bukan rumah. Bahwa aku berada di tempat yang benar-benar asing. Aku tidak tahu di mana aku berada dan perasaan takut pertama mulai merayapi tulang punggungku.

Aku mencoba menggerakkan tubuh, tapi sesuatu membelenggu pergelangan tanganku. Menahannya di kedua sisi tubuhku. Menarik mataku menjauh dari pemandangan di luar sana, aku mulai memperhatikan apa yang benar-benar terjadi padaku. Pertama aku menemukan diriku telanjang. Aku hanya tahu itu karena aku bisa merasakan seluruh kulitku bersentuhan dengan sesuatu yang lunak. Aku tidak tahu apa tepatnya tapi bagian dalam tabung tempatku berbaring membentuk diriku dengan sempurna, seolah itu terbuat dari semacam gel yang mengikuti bentuk tubuhku.

Anehnya gel itu tidak membuatku merasa kedinginan atau panas, yang membuatku curiga kalau gel seharusnya berfungsi untuk menyesuaikan suhu tubuhku. Untuk sesaat aku takut aku tidak akan bisa bernapas di dalam sini, hanya untuk menyadari bahwa aku tidak kekurangan oksigen bahkan setelah aku terengah-engah dengan panik. Aku berharap untuk melihat beberapa panel atau tombol, tapi tidak ada apa-apa di dalam tabung. Benda gel yang menahanku juga tidak mengendur meskipun aku mencoba sekuat tenaga untuk bergerak.

Rasanya seperti selamanya saat aku terjebak di dalam tabung. Aku mulai menghitung dengan putus asa di kepalaku, berharap itu bisa memberiku semacam orientasi waktu. Aku tidak yakin berapa lama waktu berlalu sejak aku membuka mata, yang jelas aku telah mencapai hitungan ke 427 saat aku menangkap gerakan di luar tabungku. Aku masih tidak tahu apakah itu pertanda baik? Atau itu benar-benar kabar buruk? Saat itu aku hanya senang karena seseorang ada di sana, aku mencoba menggerakkan bibirku tapi sama seperti seluruh tubuhku, itu lumpuh. Aku tidak bisa berteriak, aku bahkan tidak bisa membuat satu bisikan sederhana. Selain itu aku juga tidak bisa mendengar apa pun. Semua indra yang hilang itu membuatku panik, memicu detak jantung yang menggedor tulang rusukku.

Bagaimana kalau sebenarnya aku sudah mati dan ini adalah arwahku yang masih terjebak di tubuh yang tidak berfungsi? Aku tidak ingin mati, aku bahkan belum pernah berkencan, menikah, dan memiliki anak-anak. Itu sangat kejam jika aku mati sekarang. Semua pemikiran gila itu segera berakhir saat aku ingat, jantungku masih berdebar-debar di sangkar tulang rusukku. Jika aku mati, itu benar-benar akan berhenti. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi di sini?

Aku tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan jawabanku. Sayangnya aku tidak menyukai jawaban itu sama sekali.

Mataku masih terbuka lebar, menatap langit-langit di atas sana saat aku melihat sesuatu yang hanya bisa berasal dari film fiksi dan novel. Aku menatap ke mata kuning reptil dengan celah pupil vertikal, mata yang sekarang mengawasiku seolah akulah yang seharusnya menjadi anggota dari pertunjukan orang aneh. Dan omong-omong itu bukan hanya matanya yang tidak manusiawi, tapi seluruh dirinya. Dari posisiku sekarang, aku hanya bisa melihat hingga batas lehernya. Dia memiliki kepala yang menyerupai kadal, lengkap dengan moncong yang membentuk mulut dan hidungnya. Alih-alih rambut, kepalanya dihiasi sisik yang bergelombang, mirip dengan yang ada di punggung buaya, tapi dia memiliki daun telinga kecil yang terlihat kaku di kedua sisi kepalanya. Seluruh kulitnya diselimuti sisik seperti ular, yang ini berwarna hijau seperti warna daun di musim semi.

Aku masih berharap ini adalah mimpi, sehingga aku bisa bangun kapan saja sekarang. Namun aku tidak bangun dan saat makhluk kadal itu menjauh dari tabungku, aku merasakan gel yang membentuk tubuhku meleleh. Seolah itu diserap ke dalam tabung dan meninggalkan tubuhku yang telanjang seperti bayi tanpa apa-apa. Itu benar-benar membuatku khawatir, tapi aku tidak sempat memikirkan itu dengan terlalu serius karena aku kemudian mendengar bunyi desis saat kaca yang menyegelku bergeser terbuka masuk ke sisi tabung. Udara yang tiba-tiba aku rasakan membuatku menggigil, dan kemudian aku melihat makhluk kadal itu sekali lagi. Kali ini tanpa ada lapisan kaca yang memisahkan kami, membuatku menelan dengan gugup.

Kami saling menatap, dan aku mengenali kecerdasan di mata kuning reptilnya. Bagaimana caranya memperhatikan setiap detail diriku, sama seperti caraku memperhatikannya. Keheningan itu diperpanjang selama beberapa detik sampai dia mendesis, tangannya melambai seolah memberi perintah dan kemudian dua makhluk kadal lain memasuki bidang penglihatanku. Mereka meraihku dari dalam tabung, memegang lenganku dengan genggaman yang hampir menghancurkan saat mereka menarikku keluar. Aku bahkan tidak bereaksi, bukan jeritan, bukan juga usaha melepaskan diri. Aku baru saja kehilangan pikiranku dan tidak bisa melakukan apa-apa. Aku membeku seperti orang bodoh saat kedua makhluk kadal itu membantuku mengenakan gaun abu-abu polos yang membosankan.

Baru kemudian ketika mereka mulai menyeretku untuk mengikuti mereka, aku mulai menarik lenganku dan berteriak. Aku meronta-ronta untuk bebas dari mereka. Itu sia-sia, dan akhirnya aku menyerah saat mereka memukul perutku dengan tongkat listrik yang menyengat. Mengirimkan kejutan rasa sakit yang menembus kulit dan dagingku hingga ke sumsum tulang. Lawan mereka dan mereka tidak akan ragu untuk menyakitiku, pernyataan itu keras dan jelas. Jadi Ke mana pun mereka membawaku, aku tidak bisa menghentikan mereka. Aku menyeret kakiku yang masih lemah untuk mengikuti mereka.

Untungnya atau mungkin sialnya? Kami tidak pergi jauh. Setelah keluar dari ruang yang menyimpan tabungku, kami hanya berjalan melalui satu lorong pendek dan selama itu aku menjadi tawanan yang baik dan diam. Aku hanya mulai kembali histeris saat kami mencapai pintu yang mirip dengan kandang. Itu terbuat dari jeruji logam, dan saat salah satu makhluk kadal membukanya, aku tahu mereka akan melemparkanku ke dalam. Sejujurnya aku akan dengan senang hati masuk jika itu kandang, yakin isolasi pasti jauh lebih baik dari pada bergaul dengan makhluk kadal yang memukulmu dengan tongkat listrik. Masalahnya, kandang itu tidak kosong. Itu mungkin juga bukan kandang. Bagaimanapun aku melihat setidaknya selusin Alien—aku menyebutnya begitu karena pada satu titik aku telah menarik kesimpulan itu dari kepalaku. Selusin Alien yang sepertinya sangat marah dan kesal, dan aku dicampakkan ke dalamnya.

Aku tidak sempat memikirkan apa pun, atau mencoba apa pun untuk melarikan diri saat pintu kandang berderak tertutup di punggungku begitu makhluk kadal mengirimku ke dalam. Aku berbalik, jariku menyentuh logam jeruji dalam usaha untuk mencoba mengguncangnya, tapi aku tersentak pada aliran listrik. Sengatan rasa sakit seolah-olah mendidihkan darahku saat kulitku menyentuh logam. Itu tidak seperti rasa sakit apa pun yang pernah aku alami, bahkan tongkat listrik yang mereka gunakan untuk memukulku tidak segila itu. Aku terengah-engah, jatuh ke lantai logam begitu tanganku dapat melepaskan diri. Tidak mampu bergerak bahkan jika aku mau. Dilumpuhkan. Tidak berdaya. Aku akan mati. Aku yakin itu saat gemuruh raungan dan geraman dari Alien yang terjebak bersamaku semakin keras.

Mereka terdengar sangat marah, sangat mengerikan. Jadi aku menekuk kakiku dan meringkuk, berusaha untuk menjadi sekecil mungkin berharap itu akan membuat mereka melupakan kalau aku ada di sana sama sekali. Itu tidak berhasil tentu saja, karena aku bisa merasakan fokus mereka padaku. Aku bisa mendengar suara salah satu Alien yang menggeram bergerak mendekat. Itu membuatku melipat lebih kecil, menekan kepala ke lututku.

Jangan lihat. Jika aku tidak melihat mereka, mungkin mereka akan kehilangan minat. Jelas itu juga tidak benar karena sesaat kemudian aku mendengar buku jari yang membentur tulang. Retakan yang memuakkan sebelum suara debum yang aku duga adalah suara dari tubuh yang dilemparkan begitu saja ke lantai. Aku harus menjauh, harus pergi, aku akan mati di sini. Di sel bersama gerombolan Alien yang sepertinya gila. Astaga, apa yang sudah aku lakukan untuk pantas mendapatkan takdir ini? Aku tidak ingin mati. Aku ingin berada di kasurku, meringkuk di bawah selimut saat aku mengulur waktu beberapa menit lebih lama sebelum aku harus bangun dan berkutat dengan pekerjaan membosankan di kantor.

Lebih banyak baku hantam, aku tahu hanya dari suara hiruk pikuk yang sepertinya bertambah parah. Cukup dekat, terlalu dekat untuk kenyamananku tapi tidak ada yang menyentuhku. Apakah mereka benar-benar mengabaikan aku? Apa aku takut tanpa alasan? Bisakah aku hidup? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

Perlahan aku mengangkat kepala, membiarkan mataku sedikit terbuka untuk mengintip. Pertama aku perhatikan bahwa setengah lebih Alien telah patah atau pingsan di lantai. Bukan pemandangan yang cantik, terutama dengan beberapa tanduk dan taring patah. Jangan bertanya tentang darah! Karena itu jelas berlimpah. Setelah kepalaku menerima pemandangan kekerasan di sekelilingku, aku perhatikan satu Alien berdiri cukup dekat. Punggungnya ada padaku, seolah dia telah menempatkan dirinya di antara aku dan Alien lain, yang dengan cepat aku pelajari itulah tepatnya yang dia lakukan.

Alienku yang berkulit merah menggeram pada tiga sosok Alien yang masih berdiri melawannya. Satu yang di tengah adalah yang paling besar dan sepertinya juga yang paling kejam, dengan sisik hijau dan tanduk melengkung di dahinya, dia tidak mungkin disalah artikan sebagai manusia. Di sebelah kiri adalah Alien dengan sayap kelelawar, dia memamerkan giginya yang dibalas dengan geraman kasar dari Alienku. Yang terakhir terlihat paling mirip manusia, kecuali dia punya ukuran dua kali lipat dari laki-laki manusia normal dan enam lengan. Aku tidak sengaja membuat suara kecil yang merengek dari tenggorokanku saat Alien terbesar dengan tanduk dan sisik bertemu dengan tatapanku, itu membuat bahu Alienku menegang. Menarik otot-ototnya yang kencang menjadi lebih menonjol. Hal berikutnya terjadi sangat cepat.

Alien kelelawar terbang ke arah Alienku, tapi sebelum dia berhasil menggores cakar ke kulit merahnya yang bertelanjang dada, dia telah dihentikan. Alienku memekik. Tinju menghubungi rahang Alien kelelawar dan saat dia jatuh, Alienku mematahkan sayapnya. Melemparkan tubuhnya yang lemas bergabung dengan tubuh hancur yang lain. Aku menunggu lebih banyak agresi terjadi tapi Alien dengan enam lengan mundur sementara Alien bertanduk hanya memiringkan kepalanya seolah dia mengakui sesuatu. Aku benar-benar diam, menahan napas, menunggu nasibku diselesaikan. Astaga, apa yang terjadi sekarang?

Ketika Alienku sepertinya puas tidak akan ada yang menantangnya lagi, dia berbalik menghadapku. Semua massa otot yang dibalut kulit merah terlihat mengintimidasi. Dan muncul dari rambutnya yang hitam adalah dua tanduk kecil yang meruncing. Dia mengambil langkah tentatif ke arahku dan aku membuat suara merengek lain, itu sepertinya membuat dia kesal karena dia menggertakkan giginya saat aku melakukannya. Dia bergerak dengan otoritas di setiap gerakan, hampir seolah-olah setiap gerakan diperhitungkan. Lalu perlahan dia berlutut di depanku. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan. Aku baru saja melihatnya mematahkan sayap begitu mudah. Melihatnya membuat dua Alien yang tersisa memilih mundur dari pada bertarung lebih jauh. Jadi aku pikir menjerit masuk akal saat dia mengulurkan tangannya untuk mencoba menyentuhku. Dia akan membunuhku. Aku akan mati.

Aku menjerit begitu keras hingga tenggorokanku terasa menyakitkan. Aku bahkan tidak lagi peduli jika tenggorokanku robek dan membunuhku saat itu. Ini mimpi buruk. Aku harus bangun. Sial. Tapi aku tetap di sana dan Alien tetap di sana. Aku tidak bangun. Setidaknya jeritanku membuat Alienku tersentak mundur, dan itu pertama kalinya aku memperhatikan ekspresi di wajahnya. Dia terlihat sedih, dan khawatir. Aku hampir berhenti menjerit saat mataku menangkap gerakan yang mengibas. Ekornya bergerak-gerak dengan gelisah saat dia membuat jarak dariku. Ekor dengan ujung lancip seperti anak panah. Itu membuatku berteriak lebih keras. Ya Tuhan! Dia pasti iblis. Ekor, tanduk, dan kulit merah itu. Dia harus menjadi iblis dari neraka. Apakah Alien bahkan punya neraka?

***

Vote dan komen sangat diharapkan! Katakan apakah kalian ingin membaca romansa alien ini! Jika ya, beri tahu R seberapa banyak kalian ingin membaca kisah Daisy dan Aidan
:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro