Save Your Tears
Play mulmed
Save Your Tears
—Ariana & The Weeknd
Masa demi masa terlewati, bagaikan video time lapse, hari-hari terasa semakin cepat. Luka-luka lama yang pernah ada, perlahan mulai mengering. Seorang wanita berkulit putih yang sangat cocok menggunakan jas dokternya itu, menarik nafasnya kencang sembari berjalan di koridor rumah sakit. Ia selalu meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, bahkan tanpa kehadiran sang pujaan hati yang sedari dulu menyemangatinya untuk mengambil profesi ini.
Agaknya sudah hampir satu windu keduanya tak pernah bertukar kabar lagi. Ruang maya yang tadinya selalu ramai dengan pesan pengobat rindu, kini terasa hampa. Tak ada usaha dari keduanya untuk kembali, toh buat apa? Dahyun selalu berpikir dirinya dibuang.
Tapi tak sekali dua kali Dahyun berpikir, sebenarnya dirinya yang dicampakan atau dirinyalah yang lari dari kenyataan? karena saat mereka semakin asing, Dahyun masih sangat-sangat mencintai lelakinya. Dahyun berani bersumpah lelaki itu pun masih merasakan hal yang serupa. Tapi mengapa keduanya seakan berusaha untuk saling mendorong dan menjauh?
Saat Dahyun akan masuk ke ruangan dokter spesialis anak yang merupakan ruangannya sendiri, ia terkejut saat melihat ada seorang anak perempuan menangis di ruang bermain yang di sediakan khusus untuk pasien anak-anak yang sedang rawat inap di rumah sakit ini. Dahyun yang memang penyayang anak kecil langsung saja menghampiri anak itu, memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja.
"Adik manis, kenapa menangis? Hmm?" ucap Dahyun sembari merentangkan tangannya, mempersilahkan gadis kecil berusia sekitar 4 tahun itu berhambur ke pelukannya.
"Ayaaah hiyaang! tadi ayah Ciya ada disitu, teyus.....huwaaaaa!"
Tanpa rasa takut, anak perempuan itu akhirnya menghamburkan dirinya untuk memeluk Dahyun, dan lanjut menangis karena takut. Banyak anak-anak lain yang melihatnya.
"Cup..cup..cup, bu dokter punya permen untuk Cila, mau permen?" tanya Dahyun sembari mengeluarkan permen lolipop yang memang selalu ia sediakan di sakunya untuk diberikan pada pasien-pasiennya. Diluar dugaan, anak itu malah menggeleng.
"Gak mau, kata ayah, Ciya gak boleh makan permen, nanti gigi Ciya boyonggg!" Dahyun jadi terkekeh mendengar celotehan anak ini yang sangat lucu. Dahyun mengasak rambut Cila dengan lembut.
"Pinternyaa, yasudah Cila lanjut main aja, bu dokter jagain Cila disini, sampai ayah Cila datang." Cila malah menggeleng, ia malah anteng berada di pelukan Dahyun. Tangan mungil itu menggenggam erat jas dokter Dahyun, seakan tidak ingin di lepaskan.
"Cila! Cila!" Cila yang tadinya sedang merungkut di pelukan Dahyun, langsung bersemangat saat mendengar suara ayahnya.
"Ayah?!" Cila langsung melepas pelukannya dan berlari untuk menghampiri ayahnya. Berkebalikan dengan Dahyun yang masih membelakangi lelaki itu, ia malah ingin cepat-cepat pergi saja dari tempat ini. Dahyun hafal benar suara yang selalu berhasil menenangkannya itu.
Dahyun perlahan berbalik, menatap langsung perawakan pria yang paling ia cintai yang kini terlihat semakin dewasa dengan kumis dan janggutnya yang belum di cukur. Air mata Dahyun meluncur tanpa permisi, kalau boleh jujur, ia masih sangat-sangat mencintai pria itu. Hati Dahyun terus mengatakan, tolong bawa aku kembali, Yoongi. Aku masih ingin bersamamu, merealisasikan mimpi-mimpi yang kita buat bersama.
Tapi, melihat seorang anak dalam gendongan pria itu membuat Dahyun tersadar, kalau dirinya sudah terlalu terlambat untuk kembali. Lagi-lagi Dahyun menyesali keputusannya saat itu untuk lari menjauh dari Yoongi karena ia merasa tak pantas untuk pria itu.
Sepotong memori kembali berkelebat cepat di kepala Dahyun. Ia jadi teringat saat ia masih jadi mahasiswi kedokteran dan Yoongi merupakan mahasiswa pendidikan, Dahyun seringkali bertanya pada Yoongi.
"Nanti kalau udah lulus, bagusnya aku ambil spesialis apa ya?" Tanya Dahyun yang sedang menggenggam erat tangan Yoongi, kini mereka sedang berjalan-jalan di wisata hutan mangrove yang indah, tempat favorit untuk mereka kunjungi sepulang kuliah.
Yoongi memainkan jemari Dahyun sembari memikirkan jawaban. "Hmmm, spesialis anak mungkin? Day minat ngga?"
"Hmm suka-suka aja sih, kenapa alasannya aku harus ambil spesialis anak?"
"Sederhana, biar kalau anak kita sakit nanti, langsung bisa di obatin sama ibunya." Ucap Yoongi dengan senyuman meyakinkannya yang masih terbayang di benak Dahyun sampai saat ini.
Tak lama, Dahyun langsung menyeka kembali setetes air mata yang sempat turun tadi, lalu menunduk sopan dan berlalu meninggalkan Yoongi dengan anak perempuannya itu.
Ah sial, bahkan Dahyun masih berharap kalau Yoongi akan menyeka air matanya.
Tapi tak dapat dipungkiri, air mata itu kembali turun tanpa permisi saat Dahyun berjalan masuk ke ruangannya. 'Pada akhirnya aku jadi dokter anak juga, tapi bukan mengobati anak kita, tapi cuma anak kamu.'
Mungkin ini memang yang terbaik, Yoongi pantas mendapat kehidupan yang lebih baik, tanpa dirinya yang terlalu sibuk menjalani profesi menjadi seorang dokter. Kesibukan dan rasa tidak pantas yang terus menggema di hati Dahyun tanpa sadar membuat mereka semakin menjauh, tanpa sempat mengucap kata perpisahan sekalipun. Dahyun melanjutkan studi profesinya ke luar negeri, sedangkan Yoongi pergi menjadi relawan pengajar di desa-desa terpencil, dan mereka pun sama-sama berhenti mengabari seperti biasanya.
Pada akhirnya, Yoongi hanyalah cerita masa lalu nya, skenario yang sangat manis dan pahit secara bersamaan, yang menorehkan cinta dan luka di hati Dahyun.
......
Jujur, Yoongi sangat terkejut saat kembali menjumpai perempuan itu. Yoongi sama sekali tidak berekspektasi bahwa ia akan berjumpa kembali dengan sang mantan—ralat, entah mantan atau tidak karena mereka juga belum pernah sama-sama mengucap kata-kata perpisahan, hanya saja keduanya sama-sama merasa tidak pantas dan memutuskan untuk pergi menjauh dengan alasan sibuk masing-masing.
Saat pandangan mereka bertemu, Yoongi cukup kaget tapi dia memang sudah terbiasa tenang dalam mengatur ekspresi, hanya saja ekspresi kaget dari raut Dahyun sangat tidak bisa disembunyikan. Yoongi awalnya ingin tersenyum karena senang dengan progress Dahyun yang sudah berhasil menjadi dokter anak, ia kira Dahyun pun bisa bahagia meski tanpa dia disisinya. Tapi tanpa disangka, setetes air mata malah menetes dari mata indahnya.
Hampir saja tangan Yoongi terulur untuk menyeka air mata itu—memang sudah kebiasaan sejak dulu setiap Dahyun menangis, Yoongi lah yang menenangkannya—namun pada akhirnya, Yoongi kembali sadar diri, dia tak pantas mengulurkan tangannya untuk perempuan yang terlampau sempurna seperti Dahyun, apalagi sekarang ia juga sudah memiliki anak dengan perempuan lain.
Tapi, di sisi lain, Yoongi merasa sangat bersalah. Lagi-lagi, Yoongi berpikir, 'Kenapa dulu aku lari dari Dahyun?' padahal sejujurnya hati Yoongi pun masih terpaut pada Dahyun, sejak dulu.
Kalau Yoongi punya kesempatan, rasanya ia ingin sekali kembali ke sisi Dahyun, dan memperbaiki semua kesalahannya dulu.
Tapi tunggu, Yoongi memang punya kesempatan kan?
Yoongi yang sedang menggendong Cila yang baru saja tertidur di ruang inapnya tiba-tiba tersentak, seperti ada yang menyuruhnya untuk kembali berusaha, dan membawa Dahyun kembali ke sisinya.
Ya, Yoongi yakin bahwa kesempatan itu masih ada.
.....
Yoongi menidurkan Cila di ranjang pesakitannya, kini ia memutuskan untuk membawa Dahyun kembali ke pelukannya.
Tapi agaknya karena sudah hampir tengah malam, rumah sakit ini sudah sepi, ruangan Dahyun juga nampaknya sudah kosong. Sampai akhirnya Yoongi berdiri di depan pintu ruangan Dahyun. Yoongi yakin, di dalamnya sudah tidak ada siapa-siapa. Yoongi mencoba untuk mengetuk pintunya beberapa kali, tapi nihil jawaban.
"Day, maaf..."
"Maafkan aku..." Yoongi menangis, menyesali tindakannya dahulu, yang lebih memilih lari ketimbang memperjuangkan dulu hubungan mereka yang sejujurnya masih baik-baik saja. Rasa insecure nya lah yang membunuh hubungan itu.
"Maaf...aku malah memutuskan untuk lari menjauh dan bikin kamu nangis..." Kata maaf tak berhenti terlontar dari bibir Yoongi, sampai akhirnya tubuhnya merosot dan ia pun menangis tersedu-sedu, sambil bersandar pada pintu yang tertutup itu.
Tangisan Yoongi semakin tersedu-sedu, lorong yang sudah sepi ini rasanya semakin menekan rasa sesak di dadanya yang sudah tertahan sejak lama.
Tanpa Yoongi sadari, Dahyun masih ada disana, Dahyun yang sedang lembur mengurusi beberapa dokumen, merasa terkejut saat ada seseorang mengetuk pintunya. Tadinya Dahyun sudah bersedia untuk membukakan pintu, tetapi saat mendengar kata maaf pertama dari Yoongi, Dahyun memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan kini ia berakhir ikut menangis dibalik pintu yang sama saat mendengar tangis Yoongi, lelaki yang ia kira tak akan pernah menangis. Dahyun sampai menggeleng, tidak rela Yoongi menangis pilu seperti itu. Yoongi pun sama, dirinya masih terbayang saat tadi pertama kali mereka bertemu dan melihat Dahyun meneteskan air matanya.
"Dahyun...tolong...simpan air matamu Dahyun, simpan...jangan tangisi pria pengecut seperti ak—" pintu terbuka, menampilkan Dahyun yang sama-sama sedang menangis juga. Ternyata dari tadi Dahyun masih di dalam, mendengar semuanya. Tak disangka sekali, Dahyun langsung memerosotkan tubuhnya dan memeluk Yoongi dari belakang dengan erat.
"Jika memelukmu merupakan sebuah kesalahan, aku minta maaf, aku...aku..hanya tak ingi menyia-nyiakan lagi kesempatan ini." Dahyun tidak peduli dengan semua rasa gengsinya maupun rasa insecurenya. Ia terus memeluk erat Yoongi, terus menangis bersamaan dengan suara jangkrik bersahutan yang menjadi pengiring indah di malam ini.
Keduanya mengurai pelukan, Yoongi menyeka air mata Dahyun dengan jarinya, begitupun Dahyun yang melakukan hal serupa untuk Yoongi.
"Simpan air matamu untuk lain hari—" keduanya jadi berhenti bicara saat mereka sama-sama mengucap kalimat yang sama, tak lama mereka tersenyum tipis, lalu tertawa bersama.
"Dari dulu aku sering berpikir kalau kita punya kekuatan telepati," ucap Dahyun yang kini sudah duduk anteng di sebelah Yoongi, sama-sama bersender dibalik pintu ruangan Dahyun tadi.
"Keseringan nonton film fantasi jadi gini nih." Yoongi mengasak rambut Dahyun dengan gemas. Dahyun berdebar, 'rasanya masih sama,' batinnya.
Dahyun tiba-tiba merasa canggung, mengingat Yoongi yang sudah berkeluarga, "Jika memelukmu tadi merupakan sebuah kesalahan, aku minta maaf, gak seharusnya aku main peluk kayak tadi, Mas Yoongi kan udah punya anak istri."
"Bukan masalah." Dahyun langsung memukul lengan Yoongi.
"Ih nakal, nanti istri di rumah marah jangan salahin—"
"Dia udah gaada, I'm a single parent now."
Dahyun sampe melongo pas denger perkataan Yoongi tersebut.
"I know it's too late, but, I love you so much and...thank's for survive Dahyun, makasih udah terus berkembang menjadi versi terbaik dari dirimu, kayak hutan mangrove yang selalu kita kunjungi sepulang kuliah dulu, meski dihempas oleh arus air yang sangat kuat, akarnya tetap kuat untuk bertahan, dan terus bertumbuh sehingga dapat menolong banyak orang dari serangan tsunami dan abrasi, sama kayak dirimu, berusaha untuk terus kuat meski yaa aku tau jadi anak kedokteran itu gak gampang, apalagi ambil spesialis, tapi pada akhirnya kau berhasil dan bisa menolong banyak orang, termasuk anak ku..."
"Wait, why you say it's too late?" Dahyun mengerenyitkan keningnya.
"Loh bener kan? Aku udah jadi ayah sekarang, kamu juga sama kan udah jadi ibu?"
Dahyun malah ketawa denger jawaban Yoongi, dia langsung geleng. "Nope, I still single, gak ada laki-laki yang kuat nahan ditinggal kerja terus sama aku, dan belum nemu juga yang sefrekuensi kayak mas Yoongi."
Yoongi kaget, tapi di sisi lain, dia juga senang. "So, apa masih ada kesempatan? Buat kita sama-sama lagi?" Tanya Yoongi dengan hati-hati.
Dahyun agak kaget sama pertanyaan Yoongi, tapi akhirnya dia tersenyum dan menggeleng. "Kesempatan mungkin ada, tapi aku gak mau, masih ngerasa gak pantes untuk mas Yoongi, apalagi sekarang mas udah punya anak, aku takut Cila nanti malah gak keurus karena aku terlalu sibuk."
"Itu gak masalah, aku bisa bayar pembantu, yang penting kita bisa sama-sama lagi Day." Yoongi meraih tangan Dahyun, menggenggamnya membuatnya percaya kalau mereka pasti bisa melalui semua ini bersama-sama.
"Makasih tapi... Aku masih butuh waktu untuk mencintai diri aku sendiri." Dahyun tersenyum setelah mengatakan keputusan yang telah ia pikirkan matang-matang itu.
"Kita harus mencintai diri sendiri dulu kan baru mencintai orang lain?" Sial, lagi-lagi Dahyun menangis. Yoongi langsung memeluknya.
"You're worth it Day, very very worth it, tolong jangan rendahkan diri terus karena kamu sesempurna itu, kamu harus lihat diri kamu dengan cara yang sama dengan aku lihat kamu Day." Dahyun tersenyum.
"Makasi banyak mas, word affirmationnya masi sama ternyata, tenang aja aku akan belajar untuk mulai melakukan hal-hal yang mas suruh tadi, wish me luck!" Dahyun mengurai pelukan mereka dan menatap Yoongi dengan tatapan meyakinkannya yang seakan-akan menghipnotis Yoongi untuk melepaskannya, lagi.
Dan Yoongi tidak tahu, kalau malam itu, ia memang harus melepas Dahyun untuk selama-lamanya.
Seminggu kemudian Yoongi mendapat kabar kalau Dahyun meninggal karena kanker hati yang sudah cukup lama ia derita. Meski menderita kanker, tapi semangat Dahyun untuk mengabdikan diri sebagai tenaga kesehatan patut diacungi jempol. Sebenarnya, sepertinya sejauh ini Dahyun hanya bertahan untuk bertemu Yoongi saja. Setelah berhasil berjumpa dengannya, Dahyun merasa tugasnya di dunia sudah selesai, melihat sang pujaan hati yang sudah memiliki anak dan berpamitan dengannya. Ini pula yang menjadi alasan tersembunyi mengapa Dahyun menolak Yoongi saat itu, ia tak ingin Yoongi merasakan kehilangan saat sedang sayang-sayangnya, karena Dahyun tahu betul, umurnya tak akan lama lagi.
Yoongi masih tak menyangka, bahwa ia akan menyimpan air matanya untuk menangis di hari ini, hari pemakaman Dahyun. Ia kembali menyesal, harusnya ia tak melepas Dahyun begitu saja untuk kedua kalinya, setidaknya ia bisa menemani dahulu Dahyun di hari-hari terakhirnya. Padahal kalaupun Yoongi tahu akhirnya Dahyun akan meninggalkannya, Yoongi siap. Tetapi semuanya sudah terlambat, Yoongi hanya bisa menangisi apa yang sudah terjadi.
"Ya, mungkin rasa sakit ini memang harus dirasakan," ucap Yoongi lirih, sampai akhirnya ada secarik kertas yang disodorkan oleh seorang perawat untuk Yoongi.
Tulisan di atas kertas itu, kontan membuat Yoongi menyeka air matanya kembali.
'Save your tears for another day, my love..."
Holaaa! Long time euy gak nulis di WP, kangen btw, apakah ada yang kangen aku juga?
Gimana nih ceritanya? Semoga ngefeel yah 😭 aku buat ini karena akhir-akhir ini lagi suka banget denger lagu Save Your Tears nya Ariana dan The Weeknd. Soalnya kayak cerita gitu liriknyaa bagus 😔🙏
Terus ini juga bisa dijadiin pelajaran buat diri aku sendiri sih, biar kalau insecure tuh bukannya mundur dan lari menjauh, tp hadapi dan terus berusaha untuk memperbaiki diri dan menerima semuanya 🥺 semoga pesannya nyampe juga ya ke kalian yang baca ✨
Akhirnya aku liburan ges, maybe untuk mengisi kegabutan, aku bakal banyak up AU di Twitter, so stay tune aja! Oh iya dan yang belum follow, bisa follow Twitter nya @sianaklab yaaa, makaciw semuaa
Ini 2100 word loh, keren bgt yang bisa baca sampe sini! Makasi banyak 😭🤍
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro