Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. I'm Sorry

"Mark."

Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Seorang gadis yang cantik telah berjalan mendekat. Dia menyembunyikan kembali kotak beledu yang sejak tadi di genggam.

"Hai."

"Apakah sudah lama menunggu?" tanya Ellisa yang telah duduk di sebuah kursi persis di depan Mark.

"Tidak apa-apa jika harus menunggu gadis secantik dirimu," balasnya membuat pipi Ellisa merona. Mark selalu saja bisa membuatnya tersipu tapi sayang laki-laki itu tidak bisa meluluhkan hati Ellisa.

"Kelihatannya kau bahagia hari ini." Mark menilik wajah Ellisa yang terlihat lebih ceria.

"Benarkah?" Ellisa menepuk-nepuk pipinya.

"Katakan apa yang telah terjadi?" Mark tersenyum melihat tingkah unik Ellisa. Gadis itu cantik yang telah mengisi kekosongan hatinya selama dua tahun ini dan sekarang dia akan merubah status mereka. Itu pun kalau Ellisa mau menerima Mark sebagai kekasihnya.

"Nick melamarku tadi malam." Wajah Mark berubah seketika, senyum di bibirnya mendadak hilang.

"Kenapa Mark? Kau terlihat tidak senang." Ellisa menatap wajah Mark.

"Tentu saja aku senang." Mark memasang senyum palsu, mencoba menyembunyikan sakit hatinya.

"Syukurlah kalau begitu." Ellisa tersenyum bahagia.

"Oh, ya kau ingin mengatakan apa?" Ellisa ingat dengan pesan yang ditulis Mark tadi pagi bahwa dia ingin bertemu untuk mengatakan sesuatu.

"Sepertinya penting." Ellisa penasaran.

"Tidak ada, hanya ingin bertemu denganmu, sudah satu minggu bukan aku tidak melihatmu." Mark berbohong.

"Benar dan aku sangat merindukanmu, untung saja Nick selalu menemaniku jadi aku tidak merasa kesepian ketika sahabatku pergi," ucap Ellisa dengan senyuman yang tidak hilang dari bibirnya.

Sahabat. Hanya kata itu yang pantas untuknya. Selama kurang lebih dua tahun berhubungan hanya kata sahabat yang pantas untuk dirinya.

"Apakah kau bahagia?"

Bodoh. Tentu saja Ellisa bahagia, dia tentu tidak buta, hanya dengan melihat senyum yang tidak hilang dari bibir gadis itu, tentu saja dia sangat bahagia.

"Aku tidak pernah sebahagia ini Mark," ucapnya tersenyum kembali.

"Kalau begitu kita harus merayakannya," ucap Mark. Merayakan lamaran Nick pada Ellisa atau merayakan patah hatinya. Batinnya meringis.

"Baiklah kalau begitu, aku akan menghubungi Nick."

"Jangan," cegah Mark sebelum Ellisa berhasil menghubungi Nick.

"Kenapa?" tanya Ellisa bingung.

"Cukup kita berdua saja, sebagai sahabat."

Sebagai sahabat.

"Baiklah kalau begitu."

Mereka akhirnya memutuskan untuk makan malam bersama di apartemen Mark. Ellisa sangat bahagia sekali sehingga tanpa sadar mengabaikan Mark yang telah sedikit mabuk. Kemudian apa yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan Mark. Namun akal sehatnya seolah menghilang digantikan dengan nafsu dan amarah yang menguar. Gadis itu terisak setelah kehilangan satu-satunya harta yang berharga dalam hidupnya. Dan Mark laki-laki itu yang telah merenggut semuanya.

****

Sudah hampir tengah hari setelah kejadian tadi malam Erika belum juga tersadar. Efek obat yang diberikan dokter cukup besar rupanya dan membuat wanita itu tetap tertidur. Nick masih menggenggam tangan Erika sejak tadi malam. Dia tertidur di samping ranjang Erika dengan posisi duduk. Rasanya Nick benar-benar tidak ingin melepaskan Erika lagi.

Dengan gerakan pelan, mata Erika mulai terbuka. Dia mengerjapkan mata beberapa kali untuk membiasakan penglihatannya. Rasa nyeri langsung memenuhi lehernya ketika dia ingin mengatakan sesuatu. Tangannya ingin bergerak namun diurungkan setelah melihat Nick yang sedang tidur dengan posisi duduk. Ingatannya kembali pada kejadian tadi malam.

Ternyata kejadian semalam bukan mimpi. Nick benar-benar datang untuk menyelamatkannya sebelum dia pingsan akibat goresan pisau dari laki-laki asing yang mencoba membawanya pergi. Erika tersenyum kecil. Kemudian menepuk pundak Nick untuk membangunnya.
Nick terbangun setelah tepukan kedua.

"Kau sudah bangun?" tanya Nick ketika melihat Erika. Erika mengangguk.

"Aku haus," ucap Erika lirih sekali seraya menahan rasa sakit di lehernya.

Nick segera bangkit kemudian menyodorkan gelas yang telah diisi air dan membantu Erika untuk bangun. Erika mengambil gelas tersebut kemudian meminumnya sampai tandas.
Nick tersenyum kecil melihat hal tersebut lalu mengambil gelas kosong dan meletakkan kembali di atas meja.

Erika menatap Nick seolah masih tidak percaya. "Apakah aku sedang bermimpi?"

Nick tidak langsung menjawab pertanyaan Erika yang terasa aneh baginya. Dahinya berkerut bingung.

"Apakah kau baik-baik saja? Nick balik bertanya.

"Bagaimana kau bisa menemukanku?" kali ini Erika serius setelah sepenuhnya tersadar dan mengabaikan pertanyaan Nick.

"Kau lupa, mudah bagiku untuk menemukanmu."

Erika menghela napas mendengar perkataan Nick.

"Baguslah kalau kau tidak apa-apa."

Erika menyipitkan matanya, "Apakah kau sedang mengkhawatirkanku?"

Nick menghela napas kembali. "Sudah  jelas kau membuatku khawatir dengan semua kenekatanmu."

"Wow, seorang laki-laki sepertimu mengkhawatirkan lalat sepertiku," Erika terkekeh tapi langsung terdiam setelah rasa nyeri menyerang lehernya.

Nick tidak suka dengan perkataan Erika dan dia langsung menatap tajam padanya.

"Tapi aku harus tetap berterima kasih karena kau telah menyelamatkan nyawaku."

"Bisakah kau berhenti keras kepala Erika?" Nick geram karena wanita itu tetap pada ego dan harga diri yang tinggi.

Hening. Tidak ada yang berbicara lagi bahkan Erika sekarang menundukkan kepala.

"Maafkan aku." Suara Erika lirih namun Nick masih bisa mendengarnya.

"Maafkan atas sikapku selama ini, kau benar..., aku terlalu keras kepala." Erika tidak berani menatap Nick. Dia sadar bersikap buruk tidak akan merubah segalanya. Dan itu akan menambah kesan buruk pada dirinya sendiri.

Nick mendekat kemudian mengusap lembut wajah Erika. "Seharusnya aku yang minta maaf."

Erika mendongak mendengar permintaan maaf Nick. Dia bingung untuk apa laki-laki ini meminta maaf padanya. Lalu pandangan mereka bertemu. Nick seolah mengunci tatapannya pada Erika. Dan wanita itu hanya diam membeku untuk beberapa saat. Sorot mata itu terlihat berbeda, Erika merasakan ada kerinduan di dalam sana, bukan tatapan tajam seperti biasanya.

Perlahan-lahan wajah Nick mulai mendekat. Bahkan Erika dapat merasakan napas hangat Nick yang menerpa seluruh wajahnya. Hingga yang terjadi selanjutnya adalah sebuah benda kenyal dan lembut menyentuh bibir merah Erika. Nick menciumnya dengan lembut dan tanpa disadari Erika telah memejamkan mata untuk menikmati sentuhan hangat bibir laki-laki itu di bibirnya. Satu hal yang dirasakan, bahwa dia juga menginginkannya, mengecap rasa manis bibir Nick.

****

"Kau pasti sangat mencintainya."

Nick menoleh dan mendapati Erika yang telah berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Mereka telah berada di ruang kerja Nick. Sore tadi, dokter sudah memberi izin untuk Erika pulang karena luka di lehernya tidak begitu parah. Dan Erika menurut saja ketika Nick mengajak untuk pulang ke rumahnya. Rasa canggung setelah ciuman di rumah sakit masih terasa saat makan malam tadi.

Setelah itu Nick menghilang dan Erika yang gelisah mencari laki-laki itu yang ternyata berada di sebuah ruangan di mana lukisan Ellisa tergantung di sana. Dan laki-laki itu sepertinya tidak menyadari kehadiran Erika. Hingga Erika mengatakan sesuatu, Nick baru sadar ada orang lain di ruangan itu.

"Tidak." Jawaban Nick membuat Erika membeku sesaat.

Nick menatap kembali ke arah lukisan Ellisa setelah menjawab perkataan Erika.

"Mungkin dulu aku sangat mencintainya bahkan setelah tahu kalau dia tidak mencintaiku, namun semua ternyata bisa berubah setelah sekian lama. Cinta itu berubah menjadi kenangan saja yang tersimpan jauh di lubuk hatiku."

Erika tercengang dengan perkataan Nick. Laki-laki ini belum pernah berbicara sepanjang ini padanya apalagi tanpa suara keras atau nada mengintimidasi seperti biasanya. Erika berpikir Nick mempunyai kepribadian ganda.

"Jangan berpikir terlalu keras." Nick tersenyum.

Erika terpana sekali lagi, apakah laki-laki itu tengah tersenyum padanya? Bukan senyum licik atau senyum yang biasa Nick tampilkan namun senyuman tulus.

"Apa ada yang salah?" tanya Nick setelah memperhatikan Erika yang menatapnya tanpa berkedip.

"Apa baru saja kau tersenyum padaku?" tanya Erika memastikan.

Nick terkekeh kemudian mendekati Erika. "Apa aku tidak boleh tersenyum?"

Erika menghela napas. "Bukan begitu hanya saja aku merasa aneh."

"Apa ada sesuatu sehingga kau mencariku?" tanya Nick mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Tidak ada." Erika merasa gugup.

Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja mencari Nick tadi. Hanya saja Erika merasa gelisah ketika laki-laki itu tiba-tiba menghilang setelah makan malam.

"Aku merindukanmu Erika."

Erika membelalakkan mata mencoba mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Nick. Apa katanya tadi, Nick merindukannya?

"Kau sedang bercanda Mr. Mackenzie." Erika mencoba berpikir positif bahwa mungkin Nick sedang bercanda padanya.

"Apakah aku terlihat bercanda Erika?" tanya Nick dengan tatapan serius.

"Maaf Mr. Mackenzie...,"

"Panggil aku Nick," potong Nick cepat.

Erika membuka mulutnya namun tidak ada kata yang keluar. Hanya saja sikap Nick saat ini membuatnya bingung.

Nick semakin mendekat hingga mengikis jarak di antara mereka. Tangannya memegang dagu Erika, matanya seperti menyorotkan rasa rindu yang mendalam.

"Panggil aku Nick Erika," perintahnya sekali lagi.

Erika sadar memang selama ini tidak pernah bibirnya sekalipun memanggil nama Nick. Entah kenapa rasanya berat mengucapkan nama laki-laki yang sedang menatapnya saat ini.

Nick masih menunggu Erika menyebutkan namanya. Namun sepertinya Erika tidak akan menyebut namanya dengan mudah.

"Apa aku perlu memaksamu?"

"Ap...."

Belum sempat Erika menyelesaikan kalimatnya bibirnya telah dibungkam oleh bibir Nick. Dan entah kenapa Erika tidak bisa menolak atau pun berontak seperti biasanya. Dia malah menikmati sama seperti yang dilakukannya saat berada di rumah sakit. Ada gelenyar aneh memenuhi rongga hatinya. Seperti ada jutaan kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya. Sepertinya Erika telah ketagihan dengan rasa yang diberikan oleh bibir Nick. Dan Erika menyukai rasa itu.

"Sekarang panggil namaku," perintah Nick sekali lagi setelah melepaskan ciuman mereka dan mengatur napasnya.

"Nick."

Tanpa harus menunggu lagi Nick memagut bibir Erika kembali dan kali ini lebih lama dari sebelumnya. Mereka berdua terhanyut dalam kenikmatan seolah menyalurkan segala kerinduan dan rasa haus akan sebuah hubungan untuk saling memiliki. Nick berjanji setelah ini tidak akan lagi melepaskan Erika, bahkan jika wanita itu menolak dirinya setelah ini. Dia tetap tidak akan mau melepaskannya. Nick berjanji dalam hatinya.

****



Gimana? Gimana? Ada yang baper gak, kalau gak ada juga gapapa..., Wkwkwk aku mah gak suka maksa kayak Nick.

Btw aku mau konfirmasi saja bahwa tanggal 25 Desember 2016 bakal ada Give AWAY yang sudah aku janjikan dulu dan siap-siap saja dengan rulesnya, semoga tidak mengecewakan ya 😍😍

Thanks 😍
Vea Aprilia
Jumat 23 Desember 2016

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro