
18. DAMN YOU!
Dengan berat hati Erika akhirnya mau menerima tawaran yang diberikan oleh Joshua. Tadi malam dia telah membereskan pakaian sekaligus berpamitan pada kedua orang tuanya. Walaupun kedua orang tuanya nampak terkejut dengan keputusan Erika yang tiba-tiba ingin kembali lagi ke New York.
Erika terpaksa harus berbohong kepada kedua orang tuanya. Dia tidak ingin membuat mereka cemas. Cukup dirinya sendiri saja yang harus menanggung masalah ini tidak perlu melibatkan kedua orang tuanya.
Biarkan saja orang akan berkata kalau dia adalah wanita yang bodoh. Wanita yang mau masuk kembali ke lubang yang sama ketika sudah mendapatkan kebebasannya.
Patrick mengantarkannya sampai bandara walaupun Erika sempat menolak namun ayahnya terus memaksa dan akhirnya Erika terpaksa menerimanya. Sebenarnya alasan dirinya menolak diantar oleh Patrick adalah Joshua, laki-laki itu telah menunggunya di bandara. Erika terpaksa menghubungi Joshua tadi malam agar menunggu di bandara saja, jangan menjemputnya di rumah karena dia tidak ingin orang tuanya bertemu dengan bajingan itu.
Mobil Patrick berhenti di depan bandara. Erika memeluk sebentar ayahnya dan mengucapkan terima kasih kemudian berjanji akan segera kembali setelah urusannya selesai. Dia sengaja menyuruh ayahnya mengantarkan sampai depan saja tidak perlu sampai ke pintu keberangkatan. Setelah itu Erika segera turun dan memastikan mobil Patrick menghilang dari pandangannya, baru dia melangkah masuk untuk mencari keberadaan Joshua. Tidak sulit menemukan Joshua, karena laki-laki itu kini telah berdiri di hadapannya dengan senyuman yang mengerikan.
"Aku pikir kau akan kabur Sayang," ucap Joshua yang telah mendekat pada Erika dan mencoba meraih pinggangnya namun ditepis oleh Erika.
"Singkirkan tanganmu Josh," ucap Erika geram.
"Oh... Sorry."
Joshua berjalan mendahului Erika dan melakukan chek in sebelum masuk ke dalam pesawat yang akan membawa mereka menuju New York. Kota yang telah membuat dunianya berbalik 180 derajat.
****
Setelah beberapa jam akhirnya mereka sampai di bandara New York. Terasa sangat menyesakkan ketika dirinya harus kembali lagi ke kota ini. Rasanya dia ingin kabur saja tapi Erika masih memikirkan tentang kedua orang tuanya. Joshua bisa saja melakukan hal yang di luar akal sehatnya hingga mencelakai kedua orang tuanya.
Dia seperti kerbau yang dicucuk hidungnya mengikuti ke mana langkah kaki Joshua. Erika tidak tahu bagaimana bisa lepas dari cengkeraman lelaki bajingan ini sekarang.
Haruskah dia menghubungi Nick?
Erika segera mengeyahkan opsi pertamanya untuk minta bantuan Nick. Laki-laki itu telah dengan jelas membebaskannya lalu apakah dia masih sudi untuk menolongnya saat ini. Erika segera menggelengkan kepala membuang pikiran untuk meminta bantuan Nick. Jelas ini bukan urusannya lagi. Terakhir sikap Nick yang tidak mau memaafkannya sudah jelas bahwa dia tidak ingin lagi ikut campur dalam masalahnya.
"Apa yang kau pikirkan Sayang?" tanya Joshua. Mereka kini telah duduk di sebuah mobil yang akan mengantarkannya entah kemana, Erika tidak tahu.
Erika mendengkus dan memilih membuang muka melihat ke luar jendela. Dia tidak ingin berbicara pada laki-laki yang berada di sampingnya.
"Jangan terlalu tegang Sayang, kau pasti akan menyukainya." Joshua terkekeh dan Erika memilih tidak menanggapinya.
Selama hampir satu jam mereka berdua berada dalam keheningan. Hingga mobil yang mengantarkan mereka di depan sebuah gedung pencakar langit. Joshua turun lebih dulu meninggalkan Erika yang masih enggan untuk menginjakkan kakinya di depan gedung tersebut.
"Turunlah, Sayang," ajak Joshua yang telah membukakan pintu untuk Erika.
Erika menatap jijik ke arah Joshua dan akhirnya memilih ikut turun. Dia pasrah. Entah apa yang telah menunggunya di dalam gedung tersebut. Pastilah bukan sesuatu yang menyenangkan.
Dengan gerakan cepat Josh memegang lengan Erika membawanya masuk ke dalam lift dan Erika melirik angka yang telah dipencet oleh Joshua. Mereka akan naik ke lantai paling atas gedung tersebut.
Akhirnya mereka sampai di lantai atas gedung tersebut. Lalu dengan gerakan cepat Joshua mencekal lengan Erika untuk keluar dan mengikuti langkah kakinya. Joshua nampak serius bahkan Erika dapat melihat ketegangan di wajah Josh.
Mereka sampai di sebuah pintu kemudian dengan tangan gemetar Joshua menekan bel pintu tersebut. Seorang laki-laki dengan setelan jas seperti pelayan membukakan pintu dan menyambut kedatangan mereka kemudian mempersilakan masuk. Erika tertegun sejenak dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ini bukanlah apartemen biasa namun sebuah penthouses. Besar dan mewah berada di lantai teratas gedung. Benar-benar mengagumkan.
Namun pandangan Erika berhenti pada satu objek yang sedang berdiri di depan jendela kaca besar. Seorang laki-laki dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Erika hanya bisa memandangi punggungnya. Dari belakang Erika dapat memperkirakan kalau laki-laki itu usianya masih muda. Mungkin seumuran dengan Josh atau Nick. Ah Nick, kenapa selalu hadir dalam pikirannya.
"Maaf kami terlambat Tuan." Kalimat Josh mampu mengalihkan perhatian Erika dan kembali menatap laki-laki yang masih berdiri di hadapan mereka.
Laki-laki itu berbalik dan membuat tubuh Erika seketika itu menegang.
"Kau!" ucap Erika menatapnya tidak percaya.
Laki-laki itu tersenyum kecil. "Apa kabar Erika?"
****
Jam sudah menunjukkan pukul duabelas malam tapi Joshua enggan beranjak dari tempatnya saat ini. Didampingi oleh dua wanita club dan tiga botol wiskhey yang dua diantaranya telah tandas. Sudah dua jam lamanya dia berada di tempat terkutuk ini dan akan berakhir di ranjang hotel bersama salah satu wanita club atau pulang ke apartemen yang sudah disewanya selama dua bulan terakhir. Begitulah aktifitasnya setiap malam. Menghabiskan uang yang diberikan Nick untuk bersenang-senang.
Namun, sepertinya malam ini dia enggan bermesraan dengan dua wanita di sampingnya dan memilih meneguk kembali wiskhey dalam gelasnya. Pikirannya sedang kalut. Uang hasil pinjaman Nick telah menipis bahkan hampir habis. Sial.
Sejak satu bulan yang lalu hidupnya berubah. Dia jadi suka minum dan bermain perempuan. Satu bulan setelah Nick memberikan pinjaman, Joshua berusaha mengatur uang tersebut. Dia terpaksa mengakuisisi perusahaannya demi merintis perusahaan yang baru. Tapi miris bukan untung yang didapat malah dia ditipu kembali oleh rekan bisnisnya. Setengah uang pinjamannya dibawa kabur.
Setelah itu dia sudah tidak berniat lagi untuk membangun kembali perusahaannya. Bahkan sedikit melupakan Erika. Dia tidak berniat untuk menemui atau memenuhi janjinya membayar kembali hutangnya agar Erika dapat bebas. Joshua tidak tahu bagaimana nasib istrinya sekarang. Sudah dua bulan dia tidak menanyakan tentang kabarnya.
Joshua kembali meneguk minumannya tapi entah kenapa dia tidak mabuk. Dia masih bisa berpikir tentang kebangkrutannya dan juga istrinya. Sial. Saat seperti ini kenapa dia ingat kembali pada Erika.
Dia melempar gelas yang dipegangnya ke lantai hingga hancur. Dua wanita yang berada di sampingnya tak urung langsung menjerit kaget dan beringsut meninggalkan Joshua sendiri.
Joshua terkekeh. Batinnya bersorak, bahkan wanita club saja meninggalkannya yang sudah jatuh miskin seperti ini.
"Kau membutuhkan gelas?" tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di depan mejanya. Walaupun samar tapi Joshua masih mampu mendengar perkataan laki-laki tersebut. Dia lalu mendongak untuk melihat siapa laki-laki yang tiba-tiba merusak suasana.
"Aku pikir kau membutuhkan gelas yang baru setelah baru saja kau melempar gelasmu hingga hancur berkeping-keping," lanjut laki-laki tersebut yang kini telah mengambil tempat duduk di hadapannya.
"Bukan urusanmu dan pergilah," usir Joshua.
"Mungkin kau sedang mabuk dan tidak mengenaliku," ujar laki-laki tersebut.
Joshua menyipitkan matanya agar bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki yang sedang berbicara padanya. Setelah menatapnya lama, rasanya Joshua sedikit mengingat wajah laki-laki yang sedang duduk di hadapannya saat ini.
"Apa kau salah satu rekan bisnisku?" tanyanya kemudian.
"Benar sekali, Mr. Hoffman."
Joshua terkekeh, "Pergilah aku tidak berniat berbisnis denganmu."
Joshua terkekeh kembali. Cukup baginya ditipu dan saat ini dia tidak ingin percaya lagi dengan orang lain termasuk laki-laki asing yang mengaku sebagai rekan bisnisnya.
"Aku tidak ingin berbisnis denganmu Mr. Hoffman karena aku tahu kau telah bangkrut dan jatuh miskin," balasnya santai.
"Kau!" Joshua geram mendengar perkataan laki-laki tersebut.
Laki-laki itu pun tertawa. "Jangan marah Mr. Hoffman, kabar tersebut bukan rahasia lagi walaupun tidak sampai dimuat di surat kabar namun di kalangan pebisnis itu merupakan berita besar."
"Kalau kau sudah mengetahuinya lalu untuk apa kau datang kemari menemuiku," cibirnya.
"Aku tidak sengaja melihatmu sedang minum di sini lalu menghampirimu, apakah itu salah?"
"Ch, hentikan omong kosongmu dan pergilah!" usir Joshua yang sudah jengah mendengar perkataan laki-laki asing yang tiba-tiba saja mengusik pikirannya.
"Kau terlalu banyak minum Mr. Hoffman, bagaimana kalau kita pergi ke suatu tempat?" ajaknya pada Joshua.
"Aku menolak." Joshua menatap malas pada laki-laki di hadapannya.
"Bagaimana dengan tawaran dua kali lipat pinjaman seperti yang diberikan oleh Nick?" ucapnya lirih namun Joshua masih bisa mendengarnya.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Joshua geram.
Laki-laki itu tersenyum licik.
****
Joshua telah berada di dalam sebuah ruangan seperti ruang kerja. Sebelumnya dia merasa penasaran dengan perkataan laki-laki tersebut bagaimana bisa dia mengetahui tentang perjanjian dan pinjamannya dengan Nick.
"Bagaimana Mr. Hoffman apakah Anda bersedia untuk bekerjasama denganku?" tanya laki-laki tersebut dan Joshua baru mengingat namanya beberapa menit yang lalu setelah sampai di apartemen mewahnya.
Dia adalah Mark Taylor seorang laki-laki yang sukses dan tidak akan segan-segan mematikan lawan bisnisnya. Terdengar kejam tapi itulah kabar yang selalu santer terdengar di kalangan pebisnis lainnya.
"Bagaimana Anda bisa mengetahuinya?" Joshua sangat penasaran.
Mark terkekeh, "Kau pernah mabuk dan tidak sengaja bercerita kepadaku."
Sial. Umpatnya. Itu hal terburuk kedua yang pernah dilakukannya setelah menggadaikan istrinya sendiri.
"Jangan bersikap seolah-olah kau menyesal Mr. Hoffman," sindirnya.
"Apa yang sebenarnya Anda inginkan Tuan? Saya tidak ingin berhubungan dengan Anda!" tegas Joshua.
"Aku hanya ingin kau bekerjasama denganku," ucapnya santai.
"Jika aku menolak!"
"Tidak apa-apa, aku tidak akan memaksa hanya saja mungkin akan sedikit membahayakan orang di sekitarmu," ucapnya santai namun mengandung makna ancaman untuk Joshua.
"Apa yang kau rencanakan Tuan?" tanya Joshua geram.
"Tanda tangani ini." Mark memberikan sebuah map berwarna cokelat untuk Joshua.
Joshua mengambil map tersebut kemudian membukanya dan membaca isinya. Tubuhnya menegang seketika membaca isi surat tersebut. Sudah cukup dia melakukan kesalahan dengan melibatkan istrinya dan itu tidak akan terjadi lagi untuk kedua kalinya. Walaupun tawaran yang diberikan cukup tinggi yaitu dua kali lipat dari pinjaman yang diberikan oleh Nick. Entah apa yang direncanakan oleh laki-laki tersebut Joshua merasa ini adalah sebuah jebakan untuknya.
"Bagaimana?" tanya Mark memastikan.
"Aku menolak!" tegas Joshua yang tidak tergiur dengan perjanjian yang diberikan Mark. Bagaimanapun juga dia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama pada istrinya. Cukup sekali dan itu telah membuatnya menyesal.
Mark terkekeh, "Kau terlalu terburu-buru mengambil keputusan Mr. Hoffman."
"Sampai kapan pun saya tidak akan menandatangani perjanjian tersebut, walaupun Anda membunuh saya," ancam Josh.
"Tenang Mr. Hoffman, aku tidak akan membunuhmu tapi aku kau bisa melihat adik kesayanganmu mati," ancamnya membuat wajah Josh merah padam menahan kemarahannya.
"Jangan sentuh dia!" Joshua marah mengepalkan tangannya.
"Jadi bagaimana Mr. Hoffman apakah Anda setuju?" tanyanya sekali lagi.
Joshua merasa sebagai laki-laki yang tidak berguna saat ini. Dia diberi dua pilihan yang sulit, antara mengorbankan istrinya atau adiknya. Adiknya yang telah menikah satu tahun yang lalu dan tengah mengandung saat ini. Dia akan menyesal seumur hidup jika terjadi sesuatu pada adiknya.
Lalu istrinya, Erika, dia telah menyesal satu bulan yang lalu ketika rekan bisnisnya menipu dan kabur begitu saja. Joshua sudah merasa itu adalah sebuah karma atas perbuatannya pada Erika dan sekarang dia harus melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Hatinya berteriak menolak, tapi apa ada pilihan lain.
"Kalaupun aku bersedia, kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan karena dia masih bersama dengan Nick," ucap Joshua yang baru ingat kalau Erika masih bersama Nick dan sedikit lega karena laki-laki itu tidak akan mendapatkan keinginannya untuk saat ini.
Mark terkekeh, "Dia sudah bebas dan berada di rumah orang tuanya."
Joshua terkejut mendengar perkataan Mark. "Apa kau bilang?"
"Ya, entah bagaimana caranya tapi Nick telah membebaskannya."
Joshua merasa lega karena laki-laki itu tidak menyakiti Erika dan malah membebaskannya tapi tunggu itu artinya laki-laki ini akan mendapatkan keinginannya. Tidak itu tidak boleh terjadi.
"Bagaimana Mr. Hoffman?" tanya Mark dengan mimik wajah serius.
"Aku tetap dengan keputusanku," tegasnya.
Mark menghembuskan napasnya. "Baiklah ternyata kau lebih memilih istrimu ketimbang adikmu."
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Joshua terlihat panik melihat Mark mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Sedikit bermain dengan adik kesayanganmu oh..., dan kabarnya dia sedang mengandung bukan? Bagaimana kalau kita buat keponakanmu lahir terlebih dahulu?" Mark tersenyum licik.
"Jangan! Kumohon jangan Tuan, jangan lakukan itu." Joshua telah berlutut di bawah kaki Mark. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana bisa keponakannya lahir dengan usia kandungan yang baru berumur tiga bulan. Tidak.
"Jadi kau akan menerima perjanjian ini?" tanyanya dingin.
Joshua ragu tapi kemudian mengangguk. "Baiklah Tuan."
"Bagus."
Joshua terisak pelan. Dia benar-benar laki-laki yang tidak berguna. Batinnya berteriak meminta maaf pada Erika, wanita yang selalu dicintainya.
Maafkan aku Erika.
Ada yang kangen Nick? Aku kasih fotonya ya, yang sekseh banget dengan roti sobeknya. Habis benerin genteng dia wkwkkwk
Aku minta vote dan komentarnya ya tapi jangan minta update cepat karena lagi sibuk menjelang akhir tahun.
Terimakasih atas pengertiannya.
Peluk cium 😘 veaaprilia
Minggu 04 November 2016
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro