17. He Come Back, Remember me?
"Aku merindukanmu, Sayang."
Kalimat itu mampu membuat darah Erika seketika mendidih. Bagaimana bisa laki-laki ini berada di rumah orangtuanya saat ini dan darimana dia mengetahui dirinya ada disini?
"Kenapa kau diam saja Sayang, apa kau tidak merindukan suamimu ini?" seringainya.
Erika menatap tajam wajah laki-laki yang sedang menyeringai di hadapannya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya. Laki-laki yang telah menghancurkan cinta juga pernikahan mereka. Siapa lagi kalau bukan Joshua.
"Jangan bilang kau telah melupakanku Erika, aku masih suamimu," seringainya lagi.
"Apa yang kau lakukan disini Josh?" Suara Erika terdengar marah.
"Wow... Wow... Calm down baby," ucap Joshua kembali menyeringai.
"Pergi dari sini atau aku akan membunuhmu!" tegas Erika menatap garang wajah Joshua.
"Tenang Sayang, aku hanya ingin menemui istriku," ucapnya tersenyum licik.
"Bagaimana kau tahu aku sedang berada disini Josh?" tanya Erika geram sekaligus penasaran.
Joshua terkekeh, "Aku bukan laki-laki bodoh Erika dan aku tidak akan melepaskanmu begitu saja."
Erika semakin terlihat marah. Wajahnya kini sudah merah padam menahan kemarahannya.
"Oh... Atau kau lupa bahwa kau masih menjadi istriku," bisiknya tepat di samping telinga Erika.
"Pergi Josh!" teriak Erika.
"Wow... tenang Sayang, aku hanya ingin memberikan sebuah tawaran untukmu," ucap Joshua.
"Aku tidak ingin berurusan lagi denganmu Josh," balas Erika.
"Sayang sekali padahal ini adalah sebuah tawaran yang menguntungkan untuk kita berdua," Joshua berkata dengan nada yang kecewa yang dibuat-buat.
"Aku tidak tertarik!" tegas Erika.
"Benarkah?" tanya Joshua terkekeh.
Erika hanya membalas dengan tatapan tajam. Dia akan benar-benar membunuh Joshua jika tidak segera pergi dari rumahnya.
"Oh ya, aku hampir lupa bagaimana bisa laki-laki itu melepaskanmu begitu saja?"
Erika tahu yang dimaksud Joshua adalah Nick.
"Itu bukan urusanmu Josh dan pergilah," usir Erika sekali lagi.
"Bagaimana kalau kita selesaikan urusan kita di dalam, kau tidak mau bukan orang lain mendengar pembicaraan kita," ucap Joshua mencoba melunakkan hati Erika.
"Persetan dengan orang lain dan pergilah," ucap Erika semakin geram.
Joshua terkekeh melihat reaksi Erika. "Kau berubah Erika."
Erika mendengus kesal, rasanya pembicaraan ini tidak ada gunanya.
"Pergilah Josh atau aku akan menelepon polisi untuk menyeretmu dari rumah ini," ancam Erika.
Joshua tergelak mendengar ancaman Erika seolah tidak takut dengan ancaman tersebut.
"Baiklah kalau begitu aku akan pergi," ucap Joshua membalikkan badannya.
"Kita akan bertemu kembali di pengadilan Josh," ucap Erika tegas.
Joshua berbalik kembali dan menyipitkan matanya. "Pengadilan?"
"Aku sudah mengurus perceraian kita dan kita akan segera bertemu di pengadilan," ujar Erika sedikit berbohong karena dia belum mengajukan gugatan perceraian sama sekali. Tapi dia telah memiliki rencana mencari seorang pengacara untuk membantu dalam proses perceraiannya.
Joshua terkekeh. "Kau bercanda, bukan?"
"Aku tidak bercanda Josh dan jangan pernah kau menginjakkan kakimu di rumah ini."
"Baiklah kalau begitu." Joshua mulai berbalik tapi dia menghentikan gerakannya.
"Oh ya, aku hampir lupa bagaimana kabar ayah dan ibumu, apakah mereka baik-baik saja?" tanyanya kemudian.
"Mereka baik-baik saja dan kau tidak perlu peduli," jawab Erika malas. Erika beruntung kedua orang tuanya sedang tidak berada di rumah jadi mereka tidak bisa bertemu dengan Joshua.
Joshua kembali terkekeh, "Aku peduli karena mereka masih menjadi mertuaku."
"Apakah mereka tahu yang terjadi?" selidik Joshua.
"Apa maksudmu?" tanya Erika semakin geram.
"Maksudku adalah apa mereka tahu kau menjadi wanita simpanan."
"Tutup mulutmu Josh!" teriak Erika marah.
Joshua semakin terkekeh. "Jadi mereka belum tahu yang sebenarnya terjadi."
Erika semakin marah. "Kau laki-laki bajingan Josh, bagaimana bisa kau menjual rumah dan perusahaan setelah kau mendapatkan uang pinjaman."
Joshua sedikit terkejut namun kemudian tersenyum. "Kau mengetahuinya?"
"Aku bukan wanita bodoh, Josh."
Joshua menghela napas. "Jadi kau sudah tahu semuanya, bagaimana perasaanmu Sayang?" tanyanya sambil terkekeh.
"Kau benar-benar bajingan," umpat Erika.
"Baiklah aku akan kembali besok untuk bertemu ayah dan ibumu."
"Sudah ku katakan jangan pernah menginjakkan kakimu lagi di rumah ini Josh," jelas Erika merasa diabaikan.
"Aku tidak akan datang lagi jika kau mau bekerjasama denganku," ucapnya sedikit bernegoisasi dengan Erika.
"Jangan mimpi Josh," ujar Erika geram.
"Baiklah aku akan kembali besok kalau begitu." Joshua melangkahkan kakinya tapi kemudian berbalik kembali. "Sampai jumpa besok Sayang," ucapnya kemudian menghilang bersama dengan mobilnya.
Erika masih mematung di tempatnya.
Apa-apaan ini kenapa laki-laki itu seenaknya saja datang dan pergi dalam kehidupannya dan apa yang dikatakannya tadi, dia menawarkan sebuah kerjasama. Apa yang sebenarnya direncanakan oleh laki-laki itu?
Firasatnya mengatakan apapun yang direncanakan oleh Josh bukanlah sesuatu yang baik dan pasti tidak akan menguntungkan baginya. Laki-laki itu terlalu licik akhir-akhir ini dan Erika tidak mau terjatuh pada lubang sama untuk yang kedua kalinya. Dia berharap Joshua tidak akan kembali besok untuk bertemu dengan orang tuanya.
****
Matahari sudah menampakkan diri beberapa jam yang lalu. Erika melirik jam kayu yang tergantung di dinding ruang makannya. Jam sembilan pagi. Namun hatinya resah karena tidak biasanya Aline— ibunya tidak pergi ke peternakan bersama ayahnya dan malah sibuk membuat sesuatu di dapur. Erika segera menghabiskan sarapannya dengan perasaan cemas.
Dia khawatir jika Joshua akan benar-benar kembali saat ibunya masih berada di rumah. Sungguh dia tidak ingin Joshua menemui orang tuanya. Tidak sekarang pikirnya. Dia belum siap jika kedua orang tuanya mengetahui kejadian yang sebenarnya. Meskipun nanti orang tuanya tidak akan menyalahkannya karena semua itu adalah perbuatan Josh namun, dia tahu menceritakan semuanya saat ini akan dapat melukai mereka. Ada saatnya Erika akan menceritakan semuanya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Aline tiba-tiba pada Erika.
Erika tersentak kemudian tersenyum aneh. "I'm okay."
"Benarkah?" tanya ibunya memastikan.
Erika mengangguk.
"Kau sedari tadi melamun Erika dan aku baru menyadari saat kau tidak merespon ucapanku."
"Hah? Ibu bilang sesuatu padaku?" tanya Erika sedikit bingung.
Aline tersenyum kecil. "Apapun masalahmu aku tidak ingin bertanya saat ini karena aku harus segera pergi ke peternakan, Patrick pasti sudah menungguku," ucap Aline dan Erika hanya ber 'oh' ria menanggapi perkataan ibunya.
"Jaga dirimu baik-baik, jangan melamun lagi dan aku akan segera kembali," ucap Aline kemudian mengusap rambut Erika sayang.
Erika menatap ibunya yang telah menenteng sebuah bungkusan dan mungkin itu makanan yang sejak pagi dimasak olehnya, Erika tidak tahu karena dirinya sibuk dengan pikirannya sendiri. Kemudian dia merasa lega karena ibunya telah pergi dan jika Joshua datang Aline tidak perlu repot-repot bertemu dengan bajingan itu. Setidaknya untuk saat ini dirinya belum siap.
Erika membereskan piringnya yang telah kosong dan segera mencucinya. Tepat setelah Erika selesai mencuci piring bel rumahnya berbunyi. Seketika itu jantungnya berdetak lebih cepat. Dia berharap itu bukan Joshua. Namun harapannya musnah ketika laki-laki yang paling dibencinya itu muncul dengan wajah yang nampak tidak berdosa di hadapannya. Laki-laki terakhir yang tidak ingin ditemuinya sampai kapanpun.
"Selamat pagi, sweetheart." sapa Joshua.
Erika merasa jijik dengan panggilan Joshua. Dulu mungkin dia akan berbunga-bunga tapi sekarang dia merasa mual mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut seorang bajingan.
"Apa yang kau lakukan disini Josh?" tanya Erika walaupun dia tahu apa tujuan Joshua datang kembali ke rumahnya.
"Menemui istriku oh— dan juga mertuaku." Joshua menekankan kata mertua pada Erika.
"Brengsek, pergi dari rumah ini," ucap Erika marah.
"Jangan marah-marah di pagi hari Sayang, itu tidak baik untuk kesehatanmu," ucap Joshua mencoba menenangkan Erika.
"Aku akan benar-benar menemui orang tuamu jika kau terus menerus berlaku kasar padaku," ancamnya.
"Apa yang kau inginkan Josh?" tanya Erika sedikit meredam amarahnya.
"Aku ingin kau bekerjasama denganku dan bolehkah aku masuk? Tidak baik kalau sampai orang lain tahu tentang pembicaraan kita," ucap Joshua tersenyum licik.
Dengan berat hati akhirnya Erika menggeser tubuhnya hingga Joshua bisa masuk ke dalam rumahnya dan langsung saja duduk di sofa ruang tamu tanpa dipersilahkan oleh Erika.
"Cepat katakan aku tidak mempunyai banyak waktu," ucap Erika malas.
"Jangan terburu-buru Sayang, seharusnya kau membuatkan aku secangkir kopi, sudah lama aku tidak meminum kopi buatanmu," seringainya.
"Itu tidak akan pernah terjadi lagi Josh," balas Erika kesal merasa dipermainkan.
"Baiklah kalau begitu," ucap Joshua seraya mengamati seluruh ruang tamu rumah Erika.
"Cepat katakan sebelum aku berubah pikiran dan mengusirmu," ancam Erika.
"Baiklah Sayang, kau terlalu bersemangat rupanya."
Erika mendengus kesal.
"Aku tidak tahu apa alasan seorang Nick Gibson Mackenzie membebaskanmu dengan mudah tapi tidak apa-apa dan aku tidak peduli, malah sangat menguntungkan bagiku saat ini."
"Langsung saja Josh." Erika sudah muak dengan basa-basi yang dilakukan oleh Joshua.
"Oh, baiklah! Aku mendapatkan tawaran yang sangat menguntungkan dan kau harus bersedia bekerjasama denganku," ucapnya kali ini sedikit serius.
Erika mengernyitkan dahi sedikit tidak mengerti untuk apa dirinya harus terlibat dalam kerjasama Joshua.
"Ada seorang laki-laki kaya yang bersedia memberikanku dua kali lipat pinjaman dari yang telah diberikan oleh Nick dan dengan senang hati aku menerimanya,"
Otak Erika langsung berpikir dan astaga jangan sampai itu terjadi lagi. Semoga pikirannya salah.
"Dan laki-laki itu memintamu sebagai jaminannya." Joshua mengakhiri kalimatnya dan tubuh Erika menegang seketika itu juga.
Dirinya dijual. Lagi.
"Brengsek kau Josh, kau benar-benar laki-laki bajingan!" umpat Erika marah dan mengepalkan tangannya.
"Wow... Wow... Tenang Sayang! Bukankah kau yang tadi begitu bersemangat."
"Sampai kapanpun aku tidak akan sudi menerima tawaranmu dan bekerjasama denganmu Josh," ucap Erika tajam.
"Oh, benarkah, sayang sekali kau menolak padahal ini akan sangat menguntungkan bagi kita berdua," ucap Joshua yang kemudian berdiri kemudian mendekati Erika.
"Bajingan!" teriak Erika yang sudah mengayunkan tangannya untuk menampar Joshua namun dengan mudah ditangkap oleh Joshua dan menguncinya di belakang panggungnya.
"Jangan macam-macam Erika," ancam Josh berbisik di samping telinga Erika.
"Lepaskan aku Josh!" teriak Erika sambil berusaha melepaskan cekalan tangannya namun sia-sia karena Joshua menggenggamnya dengan sangat kuat.
"Berteriaklah hingga semua orang datang termasuk orang tuamu," ucapnya dingin.
"Kau benar-benar sakit Josh." Erika merasa tidak mengenal Joshua, sosok laki-laki yang pernah menjadi suaminya itu berubah menjadi seorang psikopat.
Joshua terkekeh. "Aku sakit karena semua yang kumiliki telah hilang termasuk dirimu Erika," balasnya dingin.
"Lepaskan aku Josh!" ucap Erika sekali lagi. Kali ini suaranya lebih kecil.
"Aku akan melepaskanmu jika kau mau menuruti permintaanku untuk bekerjasama," tawarnya.
"Itu tidak akan pernah terjadi lagi Josh," balas Erika dingin.
"Benarkah?" Suara Joshua lirih tapi terdengar menyeramkan.
"Kau tidak akan mendapatkan apa-apa sampai aku mati sekalipun," ancam Erika.
Joshua terkekeh. "Aku tidak akan membiarkanmu mati begitu saja Erika,"
Joshua memberi jeda pada kalimatnya. "tapi bagaimana jika mereka yang mati?" Joshua menunjuk sebuah figura berisikan foto kedua orang tuanya yang terpajang indah di dinding ruang tamu rumahnya.
Erika terkejut mengikuti arah telunjuk Joshua. "Jangan macam-macam Josh."
Erika sudah semakin geram. Laki-laki ini benar-benar sudah gila.
"Aku tidak akan macam-macam jika kau mau sedikit bekerjasama," ucapnya sambil melepaskan cekalannya dan membuat tubuh Erika sedikit limbung.
"Jangan bermimpi Josh," tolak Erika sekali lagi.
"Baiklah kalau begitu kau akan menyesal jika terjadi sesuatu pada kedua orang tuamu nantinya," ancamnya seraya mengusap pipi Erika.
"Jangan macam-macam Josh." Erika semakin geram.
"Sudah kubilang aku tidak akan macam-macam jika kau mau bekerjasama denganku," ucapnya dingin.
"Dan aku tidak main-main dengan ucapanku Erika," ancamnya sekali lagi.
Demi Tuhan kenapa dia harus bertemu dengan laki-laki bajingan seperti Joshua. Laki-laki yang dulu mencintai dan dicintainya. Yang dinikahinya tiga tahun yang lalu. Tapi di hadapannya sekarang adalah seorang psikopat, laki-laki pesakitan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya. Sungguh Erika tidak menyangka Joshua akan berubah sekejam ini.
"Ngomong-ngomong apakah kau setuju dengan tawaranku, Sayang?" tanya Joshua yang melihat Erika melamun.
"Kapan aku bisa pergi?" tanya Erika tanpa basa-basi lagi.
"Wow... Aku suka istriku saat bersemangat seperti ini." Joshua tersenyum penuh kemenangan.
"Hentikan omong kosongmu sebelum aku berubah pikiran," gertak Erika.
"Wow... Kau tidak sabaran sekali sayang," ujar Joshua tersenyum licik.
Erika mendengus kesal. Cukup dirinya saja menjadi korban dan tidak perlu melibatkan orang tuanya apalagi sampai membuat mereka menderita.
"Aku akan menjemputmu besok pagi, bersiaplah sayang kau pasti menyukainya." Joshua terkekeh kemudian keluar dari rumah Erika dengan perasaan senang. Ternyata sangat mudah membujuk istrinya dan dia akan segera mendapatkan uang yang lebih banyak dari sebelumnya. Ternyata istrinya itu berguna juga.
Sedangkan Erika masih berdiri mematung di tempatnya. Matanya memancarkan kemarahan, tangannya mengepal.
"Tunggu pembalasanku Josh!"
******
Ada yang nungguin Nick update, sorry agak lama karena dua hari ini aku drop jadi aku nulisnya nyicil karena nggak kuat. Dan maaf juga dua part nggak ada babang Nick. Sorry babang Nick aku pinjem dulu buat benerin genteng yang bocor nanti kalau udah selesai aku balikin kok. Hehehehe
Dan untuk tebakan kemarin pada pinter-pinter ya jawabannya 99% benar semua.
Si Joshua yang dateng hehehe...
Mau main tebakan lagi... Kira-kira siapa yang ngasih uang ke Joshua?
Happy reading Vea Aprilia 😍
1 Desember 2016
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro