Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EPILOG

Hari dimulai dengan ayam yang berkokok dipagi hari. Orang-orang mulai bangun dan memulai pekerjaannya masing-masing. Begitupun dengan ketujuh kembar yang berada didalam rumah ini. Mereka melakukan aktivitasnya seperti biasa.

"Cepat sarapannya." Pemuda bermanik ruby itu menyajikan sarapan diatas meja. Dibantu oleh saudara kembarnya yang bermanik keemasannya. Pemuda lain bermanik biru mengambil sarapan tersebut dan mulai makan dengan riang. Sembari terkekeh jahil dan menganggu sang kakak tertua.

"Kenapa terburu-buru? Sekarang kan weekend." Pemuda lain beriris aqua bertanya dengan tenang sembari memakan sarapannya. Pemuda disebelahnya yang beriris merah sontak mengangguk setuju. "Yeah! Weekend!" Sembari mengangkat-angkat ayam gorengnya dengan bangga.

"Solar nggak makan?" Pemuda bermanik hijau zamrud memperhatikan kembarannya yang sibuk membaca buku. Pemuda itu sontak menutup bukunya dan menatap kembali kakaknya dengan manik kelabu miliknya. "Iya ini baru mau makan."

"Wah! Anak-anak ayah udah berkumpul aja nih." Terdengar sosok lain yang turun dari lantai atas. Tentu saja Amato yang turun mendengar kegaduhan dilantai bawah.

"Ayah aja yang bangun telat." Terdengar cibiran kecil dari mulut si bungsu. Amato terkekeh mendengarnya dan ikut nimbrung bersama ketujuh anak kembarnya.

"Bunda mana?" Duri yang sedari tadi melihat kiri kanan akhirnya bertanya pada ayahnya. Ayahnya yang hendak menyuap sesendok nasi pun berhenti sejenak. "Bunda sudah berangkat shubuh tadi. Katanya ada urusan."

Mendengar itu, yang lain hanya mengangguk dengan jawaban ayahnya.

"Urusan apa sehingga harus berangkat subuh? Apalagi ini weekend." Sang kakak tertua yang sudah melepas apron kini duduk disebelah Taufan dan ayahnya.

Bukannya menjawab. Ayahnya memasang tampang minta ditabok.

"Ada deh. Kok kalian kepo sih?"

Halilintar menggeram kesal. Ia ingin menabok sebelum ingat bahwa ini adalah ayahnya. Dosa nanti.

Blaze selesai duluan dan langsung beranjak dari duduknya. "Bang upan! Duri! Main yuk."

"Ayo!" Baru saja Duri dan Taufan juga ikutan hendak beranjak. Solar langsung menahan Duri begitupun Halilintar yang menahan lengan Taufan.

"Kalian udah gede. Masih juga mau bermain-main?" Halilintar tak kunjung melepaskan pegangannya pada lengan Taufan. Sehingga Taufan pun mulai berkeringat dingin karena pegangan Halilintar seperti hendak mematahkan tulang.

"Bener. Mending bang Taufan sama bang Blaze belajar gih. Ntar gak lulus-lulus." Solar memasang tampang mengejek. Membuat Blaze hendak melempar wajah adik bungsunya itu dengan tulang ayam. Tapi Ais jelas lebih dulu menyingkirkan piringnya jauh agar tidak terjadi hal lainnya.

"Duh Hali. Lepasin itu cengkramanmu. Lihat adikmu keringat dingin begitu." Amato menunjuk-nunjuk Taufan yang sedari tadi hanya terdiam. Halilintar ikut melihat kesamping dan mendapati Taufan tengah berkeringat dingin. "Oh."

Setelah itu ia melepaskan pegangannya.

Taufan langsung menghela nafas setelahnya. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri televisi. Blaze sendiri langsung mengejar Taufan dan ikut duduk disebelahnya. Begitu juga dengan Duri sembari bersenandung riang.

Yang lain hanya menggeleng kecil memperhatikan kelakuan saudara mereka yang tingkah kekanakannya belum berubah juga. Sedangkan Amato yang selaku ayah hanya terkekeh kecil.

Beginilah kehidupan mereka sehari-hari. Tidak ada yang berubah. Meskipun sebuah hal kecil telah menghilang sejak dua tahun yang lalu.

"Dia tidak ada kabar ya?"

Setelah selesai acara sarapan dan para saudara mulai berpencar dimasing-masing tempat. Tersisa hanya Halilintar didapur yang sedang mencuci piring dan Amato yang sedang meminum kopi sembari membaca koran miliknya.

Pertanyaan Halilintar barusan membuat Amato menoleh padanya.

Jelas sekali alasan Halilintar sengaja mengambil alih cucian piring yang seharusnya dicuci oleh Taufan. Itu karena dia ingin menyinggung sesuatu didepan ayahnya. Tapi tidak ingin saudara yang lain mendengarnya.

Karena bagi mereka. Nama itu bahkan sudah tabu untuk diucapkan.

Amato mengambil waktu untuk menyeruput kopi sebelum akhirnya menjawab pertanyaan si sulung. "Tidak ada, setelah hari dia pergi, keberadaannya sama sekali tidak ditemukan."

Halilintar yang selesai mencuci piring langsung mengambil tempat agak jauh dari ayahnya. Ia memperhatikan ayahnya yang mulai menaruh koran.

"Apa dia benar-benar sudah mati? Apa dia bunuh diri?"

"Ayah tidak tahu."

Halilintar menghela nafas panjang. Sesekali memicit dahinya yang terasa pusing.

"Sepertinya cuma kau sendiri yang mengetahui tujuannya ya?"

Halilintar tersenyum pahit. "Ya."

Amato berdiri dari duduknya dan menepuk-nepuk pundak Halilintar pelan. "Jangan terlalu bersedih. Ingat, besok hari ulang tahun kalian bukan?"

"Ya, aku tahu."

"Baiklah kalau begitu. Ayah dan bunda juga sudah mempersiapkan hadiah untuk kalian."

"Ya."

"Eh? Hadiah? Untuk apa?"

Sontak Halilintar dan Amato terlonjak kaget saat muncul pemuda lain didapur. Mata birunya menatap mereka berdua penasaran.

"Sejak kapan kau disana?" Halilintar bertanya dengan was-was. Takut jika Taufan mendengar perbincangan mereka mengenai [Name]. Karena memang Taufan adalah orang yang paling sedih atas kepergian [Name] kala itu. Sampai-sampai kondisinya drop dan terpaksa Halilintar menjaganya hingga seminggu penuh. Kejadian itu takkan bisa dilupakan oleh seluruh anggota keluarga.

"Barusan. Hei katakan padaku, hadiah untuk apa?"

Halilintar menghela nafas. Amato terkekeh kecil, "Kau lupa Taufan? Besok hari ulang tahun kalian semua."

Sontak mata biru itu berbinar. "Oh iya ya. Berarti Upan bakalan dapat hadiah? Yeeeyy!" Taufan bersorak gembira. Ia lalu pergi dari sana dan menghampiri kedua kembar lainnya. Memberitahu tentang ulang tahun mereka yang bahkan mereka lupa tentangnya.

"Bagaimana keadaan Taufan?" Amato sedikit berbisik. Berbicara tanpa menoleh ke arah Halilintar yang memperhatikannya. "Dia sudah baik-baik saja. Hanya saja lebih baik jangan menyinggung nama itu didepannya."

"Soal skateboardnya yang hilang itu?"

"Aku yang membuangnya."

Amato sedikit tertegun. Halilintar bertindak sejauh itu untuk menyingkirkan sejauh mungkin kenangan tentang [Name] agar saudaranya tidak drop ketika mengingat tentang [Name]. Padahal Amato tahu jelas bahwa itu adalah skateboard kesayangan Taufan.

"Begitu." Amato mengusap wajahnya. "Lalu bagaimana dengan Blaze dan Duri?"

"Blaze masih lebih mudah ditenangkan apalagi dia bersama Ais. Kalau Duri juga baik-baik saja, aku sudah bertanya pada Solar." Halilintar berdiri dari duduknya. "Tenang saja, aku akan mengawasi Taufan." Setelah itu ia pergi meninggalkan Amato sendiri didapur.

Amato menghela nafas lelah. Jelas sekali, awalnya mereka adalah keluarga yang sama sekali tidak akur karena Amato yang sering bepergian dan jarang pulang. Tapi semenjak [Name] datang dan membantunya. Anak-anak mulai terbuka pada dirinya dan kini mereka memulai sebagai keluarga yang seharusnya.

Dia sungguh sangat berterima kasih pada [Name].

Tapi [Name] sendiri memutuskan untuk pergi. Taufan, Blaze dan Duri berteriak tidak terima dan meminta agar [Name] tetap bersama mereka. Namun akhirnya tetap saja [Name] memaksa pergi.

Taufan yang paling drop kala itu karena tidak sengaja mendengar percakapan Halilintar dan dirinya. Mengenai [Name] yang aslinya memang ingin bunuh diri begitu masalah ini selesai. Sampai Taufan kalap mencari [Name] hingga drop kondisinya sehingga Halilintar menjaganya selama seminggu penuh.

Blaze dan Duri tentu sama sekali tidak mengetahui hal itu. Hanya saja mereka menjadi sedih karena Taufan mendadak jadi seperti itu hanya karena [Name] pergi.

Dan sejak saat itu, [Name] tidak pernah memberi kabar apapun. [Name] juga tidak datang sama sekali ke organisasi. Kembarannya saja juga tidak mengetahui kemana adiknya itu. Jejaknya sama sekali tidak bisa ditemukan meski ada beberapa orang dari organisasi yang mencoba membantu.

Jelas sekali bahwa [Name] sangat terlatih.

Tapi mereka sendiri tidak yakin apakah [Name] masih hidup atau tidak. Semua keputusan ada ditangan [Name] sendiri. Bunuh diri atau tidak, itu adalah urusannya.

Setelah dua tahun lamanya. Akhirnya Taufan mulai melupakan [Name] dan tidak ada satupun yang mau menyebutkan namanya. Mereka takut bahwa salah satu dari mereka akan menderita lagi meski hanya mengingatnya.

Itu karena pengorbanan [Name] terlalu banyak untuk mereka lupakan. Dan kadang itu menjadi pedang tajam yang menghunus ketika mereka sendiri tidak bisa menyelamatkan [Name]. Tidak seperti bagaimana mereka semua diselamatkan oleh [Name].

.

.

.

"Uhuk! Uhuk!"

Suara batuk membangunkan Halilintar dari tidurnya. Ia menoleh kesamping dan mendapati Taufan tengah terbatuk. Tapi sudah ada Gempa disana yang membawakan air untuk Taufan.

"Terima kasih Gempa."

"Iya kak. Obatnya sekalian."

Taufan mengangguk dan segera meneguk obat dan airnya sampai habis. Ia tersenyum ke arah Gempa yang dibalas Gempa dengan helaan nafas lega.

Halilintar hanya memperhatikan dari tempat tidurnya. Hingga Taufan menyadarinya. "Eh kebangun ya? Maaf ya," sontak ia terkekeh kecil.

Halilintar mengubah posisinya menjadi duduk. "Ada apa? Kau sakit?"

"Enggak kok. Nggak tahu tiba-tiba tenggorokanku sakit gini."

"Begitu. jam berap--"

Baru hendak bersuara. Ucapan Halilintar dipotong oleh bunyi alarm yang berisik dari arah luar. Halilintar yang kesal langsung saja keluar kamar dan mendapati jam weker tengah berdering di ruang tamu. Diikuti oleh Taufan dan Gempa, mereka memperhatikan Halilintar yang mematikan jam weker dan mengambil sebuah surat.

"Apa itu? Apa itu? Upan mau lihat!"

Halilintar membuka suratnya. Gempa langsung menghidupkan lampu ruang tamu. Kemudian ia membacanya.

______________________________

Selamat ulang tahun anak-anakku!

Tepat di jam pergantian hari ini. Ayah mau memberikan kalian hadiah. Tapi sebelum itu, kita akan sedikit bermain hehe.

Ayah akan memberikan clue untuk menemukan hadiah kalian masing-masing.

Sebelum itu. Kalian harus dipecah menjadi 2 kelompok.

Kalau sudah. Masing-masing dari kalian ambillah origami diatas meja itu sesuai dengan warna kalian.

Halilintar : kuning
Taufan : biru
Gempa : coklat
Blaze : merah
Ais : aqua
Duri : hijau
Solar : putih

Kalau sudah. Silahkan berpecah masing-masing kelompok dan carilah hadiah sesuai petunjuk barusan.

Jika kalian selesai menemukan hadiah masing-masing. Silahkan langsung menuju bangunan kosong yang ada ditepi hutan.

Disana telah disiapkan hadiah utama untuk kalian semua.

Selamat berjuang

______________________________

Halilintar selesai membaca surat tersebut dan melihat ke masing-masing origami disana. Tanpa ia sadari, saudaranya yang lain ternyata sudah berkumpul disana.

"Kalau dibagi dua kelompok berarti ada satu kelompok berjumlah tiga orang bukan? Kalau begitu aku, Duri dan Bla--"

"Tidak bisa. Kalian hanya akan mengacau." Halilintar menolak dengan tegas perkataan Taufan. Sontak ia termanyun dan dan menatap tidak suka terhadap kakak pertamanya itu. Ia lantas mengambil origami biru miliknya.

"Dibagi dua kelompok. Berarti harus dibagi aku dan Gempa." Halilintar melirik ke arah Gempa. Gempa membalas dengan anggukan tanda ia setuju.

"Taufan dan Ais denganku. Gempa tolong urus sisanya."

Gempa mengangguk mengerti. Dan mereka semua segera berpencar untuk mencari hadiah masing-masing.

.

.

.

"Disini!" Taufan berteriak heboh begitu menemukan kado berwarna aqua untuk Ais. Ais segera mengambilnya dan tersisa hadiah untuk Taufan. Hadiah Halilintar sudah ditemukan pertama kali. Taufan tampak bersemangat.

Ia membuka kertas origami miliknya. "Gudang lapangan skateboard? Baik ayo." Taufan melangkahkan kakinya penuh semangat. Halilintar dan Ais hanya mengikuti dari belakang. Melihat jarak antara mereka dan Taufan yang cukup jauh. Ais sedikit mendekat pada kakak sulungnya dan berbisik sesuatu.

"Bang. Bukankah ini aneh?"

Lantas dahi Halilintar berkerut mendengarnya. "Maksudmu?"

Ais menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya. "Tempat-tempat hadiah kita. Bukankah ini adalah tempat-tempat ketika [Name] menyelesaikan masalah kita?"

Halilintar langsung sadar. Lantas ia dengan payah meneguk ludah. Setelah dipikir-pikir berulang kali ternyata benar. Tempat hadiah Ais dan Halilintar adalah tempat dimana kejadian saat masalah terjadi. Seperti hadiah milik Halilintar yang ada tepat didalam rumah diruang tamu. Dan milik Ais barusan ada dibelakang sekolah tempat dimana Ais dibully. Dan mendengar perkataan Taufan barusan, itu adalah tempat dimana skateboard milik Taufan ditemukan oleh [Name].

Kenapa ayahnya sampai melakukan hal seperti ini? Apa rencananya?

"Taufan dalam bahaya." Halilintar segera berlari cepat menyusul diikuti oleh Ais dibelakangnya. Taufan sudah menghilang dari mereka sedari tadi karena mengobrol. Halilintar takut jika Taufan justru akan drop kondisinya melihat tempat itu.

"Tauf--"

"Nah, disini hadiahnya?" Tampak Taufan berada diantara bekas-bekas reruntuhan yang telah menjadi abu. Taufan tampak biasa saja dan mengambil hadiahnya dengan santai. Kemudian menghampiri dua saudaranya. Halilintar dan Ais hanya saling diam lalu bertatapan. Sesekali menghela nafas lega karena Taufan baik-baik saja.

"Wuih! Skateboard baru." Dia memeluk hadiahnya yang telah dibungkusi kertas kado berwarna biru. Sesekali terkekeh senang karena memang skateboard lamanya hilang entah kemana. Padahal sang pelaku ada disampingnya tengah meneguk ludah.

Mereka memutuskan untuk ke bangunan kosong seperti yang dikatakan oleh ayahnya didalam surat. Sudah ada Gempa dan yang lainnya disana. Mereka berdiam diri sejenak sebelum memutuskan untuk masuk.

Bangunan kosong ini belum pernah mereka lihat sebelumnya karena memang agak jauh dari rumah mereka. Apalagi lebih seperti gedung bertingkat daripada sebuah rumah.

Halilintar sontak bergidik ngeri melihat bangunan kosong didepannya ini. Tanpa sadar ia menggenggam erat baju belakang milik Gempa.

"Yaudah ayo~ menuju hadiah utama!" Taufan yang bersemangat akhirnya maju lebih dulu. Blaze dan Duri langsung mengikuti.

"Hei! Jangan bergerak sendirian!" Teriakan Gempa terlambat karena mereka sendiri sudah tidak terlihat begitu memasuki bangunan tersebut. Tanpa menunggu berlama-lama lagi, mereka segera menyusul agar tidak kehilangan jejak ketiga saudaranya.

Namun begitu masuk dan sudah berjalan jauh. Mereka sama sekali tidak berjumpa dengan ketiga pembuat masalah itu. Gempa langsung panik, Halilintar mendengus kesal, Ais diam dan Solar hanya menghela nafas. Mereka semua terus melanjutkan perjalanan meski tidak ada tanda-tanda hadiah ataupun saudara mereka.

'Wush!'

"A-apa itu!?"

Halilintar bergerak was-was. Ia bisa ingat dengan jelas bahwa tadinya seperti ada yang lewat.

"Ada apa bang?" Sahut Gempa.

"Tadi ada yang lewat!" Halilintar masih tetap mencengkram lengan Gempa. Membuat pemuda bermanik keemasan itu sedikit kesakitan karena tenaga cengkraman kakak sulungnya itu tidak normal.

"Jangan pedulikan. Lanjut saja." Solar dengan tampang mengejek lalu berjalan maju. Halilintar hendak memukul kepala adik bungsunya itu namun Gempa menghadang.

"WAAAA!!"

Teriakan saudara mereka membuat mereka terkejut. Mereka tidak tahu pasti itu suara siapa namun mereka yakin itu suara salah satu dari ketiga pembuat masalah itu. Sontak Halilintar berlari duluan sambil berdecih kecil. Yang lain menyusul walau larinya tak secepat Halilintar.

Akhirnya mereka menemukannya. Blaze dan Duri tengah berjongkok sambil memegangi kertas tanpa keberadaan Taufan disana.

"Dimana Taufan?" Keringat menetes dari wajah Halilintar. Yang ditanya meneguk ludah dan terlihat ragu.

"Dimana Taufan?" Halilintar kembali mengulangi pertanyaannya. Kali ini nadanya naik satu oktaf. Membuat dua saudaranya ini tampak sedikit tersentak.

"I-itu... saat kami kesini dia sudah menghilang." Blaze terdengar ragu mengucapkannya dan sedikit berbisik dibagian 'menghilang'.

"Tapi kami menemukan ini." Duri menyodorkan sebuah kertas yang daritadi mereka pegang. "Katanya cari hadiah berpita merah muda dibangunan ini."

Kerutan muncul didahi Solar. "Apa maksudnya?"

"Sudahlah, ayo cari saja disemua tempat dibangunan ini." Halilintar berteriak tidak sabaran. Mata rubynya sibuk memperhatikan disana sini.

"Kau bodoh atau bagaimana? Bangunan ini terlalu besar untuk dibuka satu persatu!" Solar menginterupsi, membalas perkataan kakaknya dengan nada lebih tinggi. Halilintar menggeram, lantas memandangi adiknya itu dengan tatapan bengis. "Lalu?"

Solar lalu memasang pose berpikir. Memperhatikan origami miliknya lalu berpindah melihat kertas ditangan Duri.

"Yang hilang adalah origami berwarna biru karena mereka mengambil Taufan." Solar bersuara. Gempa dan yang lain terlihat bingung. "Maksudmu?"

Solar menunjuk satu-persatu pintu disana dengan jari telunjuknya. "Ini memang malam dan gelap tapi kalian lihat bukan? Masing-masing pintu disini berwarna. Ini seperti bangunan bekas sekolah tk atau semacamnya."

"Jadi maksudmu. Taufan diambil hanya karena hal itu?" Blaze menyahut. Solar mengangguk menanggapi.

"Ini mudah, aku pernah bermain ini dulu bersama--" ucapan Solar digantungnya. Tanpa perlu dilanjutkan, mereka semua sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh Solar.

"Ya sudah. Kita jadi bang Taufan." Gempa bergegas. Mereka semua mengikuti dalam diam sembari memperhatikan dengan jelas warna-warna dipintu.

Kemudian mereka berhenti tepat di pintu berwarna biru. Bergambar awan namun tampak kusam. Gempa memutuskan untuk memutar kenop pintu itu dan membuka pintunya. Namun saat mereka membuka pintunya. Mereka terdiam mematung melihat apa yang ada didalam sana.

"...hadiah berpita merah muda."

Seorang pemuda yang diketahui adalah Taufan tampak berdiri dengan lutut. Tangannya melingkar dipinggang seseorang dengan kepala yang dibaringkan dipaha orang tersebut. Matanya tertutup, sembab seperti habis menangis. Kepalanya dielus pelan oleh orang tersebut.

Satunya lagi adalah orang yang dipeluk oleh Taufan. Seorang perempuan dengan pita merah muda disisi kanan rambutnya. Tampak tersenyum begitu mereka melihatnya.

"[Name]!" Blaze dan Duri masuk lebih dulu. Menerjang dengan pelukan, membuat perempuan bernama [Name] itu terkekeh kecil. Ia mengelus kepala mereka berdua.

"Sudah lama ya?"

Blaze dan Duri menangis. Blaze sampai berteriak-teriak dan tidak melepaskan pelukannya. Diikuti Duri yang menangis bak anak kecil dan ikutan memeluk tanpa ada niatan melepas.

Diikuti masuk oleh saudara yang lain. Ais berjalan pelan dan memeluk [Name] dari belakang dalam diam. Membenamkan wajahnya pada bahu [Name]. [Name] langsung ganti untuk mengelus pelan kepala Ais.

Gempa mendekat dan hanya tersenyum kecil. Kemudian memeluk [Name] sebentar dan kembali melepasnya. Solar hanya memegangi tangan [Name] dan mengelusnya pelan. Halilintar memperhatikan mereka. Mata rubynya beralih pada Taufan. "Taufan dia--"

"Dia baik-baik saja." [Name] dengan cepat memotong dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya. "Kau sudah bekerja dengan sangat keras melindungi adikmu."

Halilintar tersenyum tipis. "Ya."

"Tidak rindu padaku?" [Name] bertanya dengan nada menggoda. Membuat wajah Halilintar memerah. Lalu bergerak maju untuk memeluk [Name]. "Tentu saja bodoh!"

[Name] mengelus pelan kepala Halilintar.

"Aku sudah berjanji akan kembali bukan? Waktu itu."

"Aku... akan kembali."

"Ya, kau menepati janjimu. Terima kasih."

"Kalau begitu. Aku pulang."

Mereka semua tersenyum. Lalu membalas.

"Selamat datang kembali, [Name]."

.

.

.

Seperti enigma kehidupan

Setiap pertemuan pasti juga akan ada perpisahan

Seperti dirimu yang memilih untuk pergi dan kami yang menunggumu pulang

Meski pertemuan itu sendiri kadang disesali

Kami bersyukur bertemu denganmu

Meski itu nantinya hanya akan menjadi memori yang terkenang

Tapi kami yakin bahwa suatu hari nanti

Kau akan pulang bersama kami

Hidup bersama kami

Meniti ulang keseharian seperti keluarga

Maka dari itu kami percaya

Bahwa kau akan kembali pada kami

Sampai kehidupan itu sendiri yang memisahkanmu dari kami

Kami menyayangimu

.

.

.

The end

A/n:

Akhirnya cerita ini tamat juga setelah menempuh sebanyak 37 chapter muehehe

Gimana? Chapter epilog kali ini dibikin panjang banget loh. Nembus 2500+ kata beuh jariku sakit euy.

Udah puas kan? :3

Iya puas-puasin ajalah. Cerita ini gak bakalan ada sequelnya lagi karena bener-bener gini emang tamatnya.

Dibikin aesthetic ehehe *ditabok*

Ngena gak sih epilognya? Aku mau bikin yang bisa bikin terharu tapi aku ga berbakat dibidang begituan hik-

And then endingnya mereka bertemu kembali. Gimana? Happy ending bukan? Sesuai keinginan kalian

Iya hadiah utamanya itu kalian. Sengaja endingnya gini biar ngena tapi kayaknya gak berhasil deh.

Yaudahlah yang penting udah tamat.

Dan~ silahkan yang mau bertanya balas dibawah ini ya.

QnA Save them

Iya balas disitu. Tanya aja apapun. Mau tentang cerita ini ataupun saya juga boleh. Atau terinspirasi darimana ataupun pertanyaan aneh-aneh sekalipun silahkan.

Kalo banyak yang bertanya maka saya bakalan buat chapter khusus QnA ditambah bonus. Iya kalian gak salah dengar kok. Aku mau kasih cerita bonus kalo misal yang nanya banyak.

Yah tapi kalo yang nanya cuma dikit, ya gajadi dong *tertawa tanpa dosa*

Cerita bonus singkat tentang kehidupan setelah [Name] akhirnya memilih tinggal dengan si tujuh kembar.

Tapi ingat. Bonusnya cuma berlaku selama yang nanya banyak karena saya pasti kelimpungan kalo jawab komen satu2.

Heemm... saya mencium aroma-aroma bahwa bakalan banyak yang nanya ini biar dapat bonus *plak*

Oke dan saya mau kasih tahu hal lain selain yang diatas.

Iyep. Kalian sudah lihat sendiri kan bagi para followers. Saya update dua cerita baru.

Pertama cerita 'little sister and seven brothers'

Iyep ini adalah fanfict baru yang aku bilang dikomen waktu itu. Ceritanya disini kita bangun-bangun udah jadi adiknya si tujuh kembar elemental. Yang pasti banya terselip misteri juga lah.

Ini descnya

[Boboiboy x Readers]

Terbangun dalam keadaan bingung. Aku mendapati diriku terbangun dalam sosok lain. Seorang gadis kecil dengan rambut hitam sebahu dan helaian putih.

Bukan hanya itu. Aku juga mengetahui bahwa gadis ini memiliki tujuh kakak laki-laki kembar yang bermacam-macam sifat.

Dan aku menyadari bahwa aku berada dalam sebuah fanfiction yang aku baca malam itu sebelum tertidur.

Nah gimana? Tertarik mau baca?

Nah ada cerita satu lagi nih. Tapi bukan fanfict boboiboy tapi cerita murni dari saya.

Judulnya 'sirius hope'

Dan yah ini cerita romance. Baru belajar sih bikin cerita romance jadi semoga suka~

Oh ya ini descnya

"Kenapa kamu menyebutku sirius?"

Gadis berambut coklat itu bertanya dengan tampang bingung terhadap pemuda di hadapannya. Lantas pemuda berambut hitam itu menjawab sembari tersenyum tipis

"Karena kau adalah bintang paling terang sejagat raya."

Awal pertemuan antara si gadis pindahan yang populer dan pemuda misterius berhobi aneh. Ini kisah mereka dalam merajut pertemanan hingga kisah cinta. Membuat kisah mereka yang berbeda dari cerita lain.

"Aku sirius, berharap."

Nah tertarik membaca?

Okeh segitu saja. Sampai jumpa~

Salam penuh cinta,
SLEEPY POLARIE

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro