Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37 - Pilihan Akhir

"Kembalilah."

Suara yang sama terus terngiang-ngiang dikepalamu bagai hama. Kau berusaha membuka mata, menyaksikan langit-langit putih sebagai penampakan pertama. Bau bunga lavender menyeruak di hidungmu. Tenggorokanmu terasa kering, rasanya sangat menyiksa.

Kau menoleh ke kanan. Melihat cahaya yang masuk dari jendela dan gorden yang beterbangan terkena hembusan angin. Diluar sangat cerah.

Kau memutar arah kepalamu untuk melihat ke arah sebaliknya. Disana ada nakas dengan bunga lavender diatasnya dan seseorang yang kepalanya terbaring diatas ranjang yang kau tempati. Dia tertidur dengan damai. Tanganmu bergerak untuk mengelus rambut coklatnya, terasa lembut dan halus. Kau tidak bisa menebak itu siapa karena matanya tengah tertutup.

Suara rintihan kecil terdengar. Pemuda berambut coklat itu terbangun dan menguap. Setelah mengucek mata beberapa kali. Ia menoleh kepadamu yang kau balas dengan senyuman tipis. Mata keemasannya membulat, ia terpaku sejenak.

"Ka... kakak...." Air mata meluncur dari pelipisnya. Kau mengangguk kecil, "Ya ini aku, kemarilah." Kau membentangkan kedua tanganmu dihadapannya. Gempa langsung berhambur dipelukanmu dan menangis sesenggukan. Kau sesekali mengelus pelan pundaknya yang rapuh. Gempa langsung melepas pelukan itu, ia meraih handphone miliknya untuk menghubungi saudaranya yang lain lewat chat. Ia kembali menatap manik coklatmu.

"Aku khawatir. Sudah 5 hari berlalu sejak saat itu." Gempa kembali mendudukkan dirinya dikursi. Ia memainkan selimut sesekali terkekeh kecil. "Aku senang kakak baik-baik saja."

Kau ikut tersenyum, "Aku juga senang bisa menyelamatkanmu, baik itu yang lalu atau sekarang. Aku senang kalian semua baik-baik saja."

Beberapa saat kemudian, pemuda lainnya datang dan langsung menghambur ke pelukanmu. Apalagi Taufan, Blaze dan Duri yang langsung menangis sambil memeluk erat dirimu. Kau hanya membalas pelukan mereka sembari mengusap kepala mereka pelan.

"[Name]."

Suara yang berat dan familiar membuatmu menoleh. Seorang laki-laki dewasa dengan tangan di gips tersenyum kecil kearahmu. "Kau berhasil ya?"

Hembusan angin yang masuk menerbangkan gorden beserta helaian rambutmu. Kau menatap mata lelaki itu dan membalas senyumannya. "Ya, aku yang menang."

"Hee? Kakak dan ayah lagi bertanding apa? Kok tiba-tiba kakak sih yang menang?" Taufan memotong percakapan dengan rasa penasaran yang tinggi. Membuatmu tersenyum jahil, "Gak boleh kepo."

"Duri juga penasaran. Kasih tahu dong kak." Si pemuda bermata hijau zamrud itu malah mengikut-ikuti kakaknya. Dan kini, satu ruangan menatap kalian penasaran. Paman Amato malah terkekeh ketika melihat wajah datarmu. Kau memicingkan mata pada paman Amato karena tidak mau menjawab mereka semua.

"Oke akan ayah beritahu. Tapi sekarang ayah mau bertanya dulu, bagaimana [Name] menurut kalian?"

Pertanyaan sedikit tidak terduga. Kau hanya diam dan tidak terlalu peduli dengan tanggapan mereka padamu. Ujung-ujungnya mereka semua akan tahu mengenai pekerjaan baik itu dirimu atau paman Amato. Atau mengenai masalah yang selama ini mengintai mereka.

Satu ruangan mendadak sunyi karena mereka semua tampak berpikir. Orang pertama yang menghancurkan kesunyian adalah Duri. Ia mengangkat tangan kanannya dengan riang. "Bagi Duri, kakak itu adalah orang yang sangat hebat! Dia pandai berkebun dan bisa menyelesaikan masalah seperti penyihir."

Kali ini Taufan lagi yang ikut mengangkat tangan sambil melambai-lambai dengan semangat. "Dia itu tukang tidur dan hobi menyakiti diri sendiri."

Kau memicing tajam ke arah Taufan. Taufan yang menyadari kekesalanmu hanya terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Dia keren! Bisa melakukan parkour dan memasak ayam goreng dengan enak. Lalu permainan gamenya juga luar biasa." Blaze berteriak dengan semangat. Matanya seolah membara saat mengatakan itu. Kau hanya menggeleng mendengar penuturannya.

"Dia itu bodoh. Tukang cari masalah dan hobi mencari masalah." Sahutan dari pemuda bermanik kelabu. "Tapi tetap saja dia terlalu beruntung." Ia lantas memperbaiki letak kacamata jingga miliknya. Tapi kau tidak ingin salah sangka bahwa dia ketularan sifat tsundere dari kakaknya.

Pemuda bermanik aqua ikut menyahut sambil memeluk boneka paus besar pemberianmu. "Masakannya enak dan hobi menyampuri urusan orang lain. Tapi kadang-kadang bikin senang juga sih..."

"Kalau menurutku... kakak itu sangat hebat bahkan di umur belia. Dia itu panutanku sejak dulu." Manik keemasan pemuda itu melihat kebawah lantai sambil menggaruk pipinya. Senyuman kecil menghiasi wajahnya.

Mereka semua melirik ke arah kakak sulung yang belum menyatakan jawabannya atas pertanyaan ayah mereka. Pemuda beriris ruby itu melirik tajam kearahmu. "Menyebalkan, penganggu, hama."

"Hah? Apa-apaan itu?" Taufan teriak tidak terima. Dia sampai memelototi Halilintar karena perasaan kecewanya terhadap jawaban kakaknya. Namun kau tidak menanggapi. Maklum saja, sifat Halilintar pasti jadi seperti itu karena kejadian malam itu. Dimana semua terbongkar tepat didepan mata Halilintar sendiri. Kau tidak bisa menyalahkannya, semua terjadi begitu saja dan terungkap.

Melihat Taufan yang masih memelototi Halilintar. Kau lantas tersenyum lirih, membuat mereka menoleh ke arahmu.

"Tok-tok! Kami datang menjenguk." Lelaki india berbadan gempal masuk seenaknya sebelum diberi izin. Diikuti Yaya dan Ying yang tampak membawa keranjang buah serta Fang juga mengikut masuk. Namun ada satu lagi lelaki paruh baya yang membuatmu sedikit tersentak.

Dia, lelaki dengan rambut raven ungu dan mata merah delima masuk dengan tatapan datar. Tatapan kalian bertemu dan membuat jeda sementara. Membuat munculnya aura-aura kecemburuan dari para kembar.

"Lama tak jumpa, [Name]."

Kau terkekeh kecil, "Ya, Abang Kassim."

'Jtak!'

"Duh." Kau memegangi kepalamu yang terasa sakit akibat dijitak oleh manusia dihadapanmu ini. Kembar lain menatap tak suka dengan lelaki ini. Apalagi Taufan yang langsung mengelus-elus kepalamu. "Cup-cup~ sakit ya? Sini biar Upan sembuhin."

Gempa hanya melirik diiringi tatapan tak senang. Blaze yang mengepalkan tangan ingin meninju. Ais sampai menggigit boneka paus miliknya. Duri yang hendak merengek. Solar yang menatap tidak suka sekaligus sombong. Serta Halilintar yang melayangkan tatapan keras ingin menghantam manusia ini.

"Jangan panggil aku dengan nama samaran itu," dengusnya. Pria ini--Kaizo tampaknya tidak suka dengan panggilan seperti itu. Kau bahkan ingin tertawa mengingat misi hari itu. Sungguh Kassim yang luar biasa sekali. "Dan polisi yang menembakmu itu memang pemula, dia mendapat hukuman," ujarnya.

"Duh kakak itu selalu terlibat dalam bahaya ya?" Yaya memotong reuni antara dirimu dan Kaizo. Terdengar helaan nafas lega dari ketujuh kembar. "Iya wo! Baru beberapa hari kerumah sakit dah kerumah sakit lagi ma." Ying juga ikut-ikutan mengomentari betapa dirimu yang bolak-balik rumah sakit dalam waktu singkat.

"Dey, kau nih punya sembilan nyawa kah? Kayak kucing aja." Komentar dari Gopal mengundang tatapan sinis dari yang lain. "Apa? Aku salah kah?"

"Bersyukurlah kakak baik-baik saja. Dari semua hal yang telah dilewati. Aku yakin sekarang hidupmu akan aman-aman saja bersama ketujuh kembar." Fang ikut angkat suara. Namun mendengar perkataannya malah membuat Amato dan dirimu seolah tertampar kenyataan.

Mulai sekarang, kau tidak akan bisa bersama-sama mereka lagi. Kau sudah memilih untuk bebas dari awal. Maka inilah akhirnya untukmu. Semua beban dan perih ini akhirnya akan bisa kau lepas. Sebentar lagi, kau bisa menemui ayah dan ibu di alam sana. Menyusul mereka dan melepaskan semua beban dunia yang ada.

Kau melirik kearah paman Amato yang tampak sendu. Kau sama sekali tidak mengerti alasan paman Amato harus memasang tampang sedih seperti itu.

Ketujuh kembar lain hanya diam. Mereka jelas tidak tahu bahwa dirimu akan meninggalkan mereka semua.

"Ayah! Tadi kan kami sudah jawab pertanyaan ayah. Sekarang ayah kasih tahu dong soal pertandingan ayah dan kakak." Duri mendesak ayahnya. Rasa keingintahuannya yang besar membuat kembar lain ikut menatap penasaran.

Amato menarik nafas panjang dan menatap semua yang ada diruangan satu-persatu. Kelakuannya itu seperti membuat yang lain merasa cemas. Bahkan Yaya, Ying, Gopal dan Fang yang tidak ada hubungannya pun mulai merasa sesak nafas karena atmosfir yang tegang.

"Ayah membuat kesepakatan dengan [Name]. Jika [Name] berhasil menyelamatkan kalian semua maka [Name] boleh bebas. Dan kali ini dia berhasil dan itu artinya--"

"Artinya dia akan meninggalkan kita?" Potong Solar tiba-tiba. Wajahnya terlihat cemas dan takut. Amato mengangguk atas tebakan Solar yang kelewat benar. Sontak wajah mereka semua memucat dan menatap [Name] tak percaya.

"Tapi kenapa? Kita bisa tinggal sama-sama kok, kak." Suara Blaze terdengar bergetar. Tapi ia terlihat berusaha setegar mungkin.

"Ini pilihannya." Amato yang menggantikanmu menjawabnya. Dirimu hanya diam tanpa berusaha untuk menghibur mereka atau apa. Sudahlah, lagipula tugasmu sudah selesai disini. Kau tinggal pergi dari sini ke kafe tempatmu bekerja. Mendapat kehidupan yang memang selama ini kau inginkan.

"Jangan..." suara halus dan bergetar dari arah samping. Pemuda bermata aqua menarik lengan bajumu dengan raut wajah sedih. "Disini saja."

"Iya! Disini aja kak! Huwaa!" Pemuda lainnya bermata hijau zamrud ikut menangis kencang. Yang lain ikut memasang wajah sedih termasuk Yaya dan Ying. Kau hanya diam sambil memperhatikan mereka semua.

"Aku tidak menyalahkanmu. Semua keputusan ada ditanganmu." Amato tersenyum kearahmu. "Pilihlah pilihan yang tidak membuatmu menyesal."

Pilihan yang tidak membuatku menyesal?

Kau memperhatikan mereka satu-persatu. Dimulai dari paman Amato yang adalah orang pertama yang menyelamatkanmu. Dia yang mengurusmu dan membuatmu bekerja di organisasi. Paman Amato memang menyebalkan namun ia adalah orang yang berjasa untukmu. Dia memang berlebihan dalam merawat seseorang namun itu adalah tanda kepedulian. Dia adalah ayah yang baik meskipun menyebalkan.

Beralih ke Duri yang menangis terisak dan Solar yang berusaha menenangkannya. Duri adalah anak polos yang baik. Dia selalu merawat kebun apalagi merawat bunga itu hingga tumbuh indah. Benar-benar anak yang baik sekali. Sedangkan Solar si pendiam kutu buku yang cukup genius. Walaupun cukup menyebalkan namun ia hanyalah anak yang terlalu terobsesi pada lembaran kertas. Membawanya keluar telah mengubah hidupnya.

Matamu beralih menangkap sosok Ais dan Blaze yang terdiam. Blaze adalah anak pertama yang bermasalah dirumah saat itu. Kalau bukan karenamu, dia sudah dikeluarkan dari sekolah saat itu. Sedangkan Ais adalah kebalikannya, dia sangat pendiam bahkan tidak mau mengadu jika dirinya dibully. Kau berhasil membuat pembullyan itu berhenti dan hidup Ais agak nyaman sekarang.

Beralih lagi ke trio kembar pertama. Ada Halilintar, Taufan dan Gempa. Gempa, anak yang dulu kau selamatkan saat dikapal dan masih mengingatmu hingga detik ini. Anak yang bertanggung jawab atas tugas rumah meski dia adalah anak ketiga. Diculik berkali-kali mungkin sudah Gempa rasakan. Taufan sang anak kedua yang tidak bertingkah seperti kakak. Bertingkah egois saat kehilangan skateboardnya namun kau tahu itu adalah skateboard kesayangannya. Halilintar si anak sulung dengan raut wajah seperti selalu ingin memakan orang. Dia memiliki rasa tanggung jawab untuk melindungi keluarganya meski dia sendiri berada dalam bahaya.

Yang lain seperti Ying dan Yaya yang berjasa atas kasus Ais. Fang dan Gopal yang sepertinya teman mereka yang cukup unik. Kaizo, senior di organisasi yang kebanyakan tugasnya adalah menyamar dan mata-mata daripada bertindak langsung. Berbeda dengan dirimu yang memang petarung garis depan dan bertugas menghancurkan seisi pasukan musuh. Kaizo dan paman Amato adalah mata-mata kebanggaan organisasi meski mereka melawan saat organisasi hendak menyingkirkanmu.

Kau tersenyum kecil. Melihat kearah mereka yang merasa segera menginginkan jawaban darimu segera.

"Aku sudah memutuskan."

Mereka semua menatap lekat kearahmu. Kau menarik nafas dalam.

"Aku..."

.

.

.

Tbc

A/n:

Duh maaf lama banget soalnya saya lagi sibuk banget dengan tugas rl. Wip menumpuk dimana-mana dan tugas sekolah yang makin menjadi gunung.

Apalagi sebentar lagi itu saya mau ujian.

Duh, ini aja cari2 waktu biar bisa nulis cepet dan update. Maaf kalo ceritanya agak aneh soalnya ini buru-buru hiks

Chapter depan adalah epilog dan endnya jadi bersiaplah.

Untuk yang merasa masih bingung dan belum jelas akan saya jelaskan di bagian A/n epilog ya. Kalian bisa tanya2 aja disana kalo semisal nggak ngerti

Buat update epilog sih saya gak pasti. Tapi saya bakalan berusaha curi2 waktu buat nulis epilog dan update.

Nah, menurut kalian si [name] bakalan pergi atau netap nih?

Saya sih sudah tahu kalian pengennya gimana ohoho~

Maaf bet gantung. Saya juga bingung mau akhirin chapter ini tuh gimana //slap

Okeh babay~ sampai jumpa chapter depan~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro