11 - Pelaku yang Tidak Diduga
Keesokannya kau bersiap lebih dulu bersama dengan Blaze tepat pukul 7 pagi. Kau tidak ingin terlambat diperesmian tokonya. Kau juga sudah membawa kartu kredit milik paman Amato ditanganmu. Kau sudah mengecek isinya waktu itu, dan yah isinya bisa dibilang sangat banyak.
Dengan setelan jas dan celana jeans, kau tidak ingin terlalu menor jika hanya untuk membeli game. Blaze ikut denganmu karena kau memintanya dan berjanji akan memberikan game itu karena Blaze akan membantumu.
Blaze dengan jaket merah bergaris oranye dan topi sedikit terangkat keatas melambai didekat pagar saat kau keluar dari rumah. Dan kau bahkan bisa melihat ketiaknya yang mulus saat dia mengangkat tangannya.
Kau menghampirinya dan membuat dia tersenyum sangat lebar, "aku tidak sabar." Kau mengangguk mengerti dan kemudian menutup pagar dengan pelan.
"Kalian yang dirumah tolong jaga Duri ya. Kalau sampai Duri kenapa-napa, akan kubakar kepala kalian satu-persatu." Kau pamit dengan memberikan tugas, belum lagi ancaman yang membuat orang yang mendengarnya bergidik ngeri. Blaze hanya terkikik disampingmu, berpikir betapa malangnya mereka semua.
Kau dan Blaze segera beranjak dari sana, tidak ingin terlambat dalam peresmian toko.
Tokonya tidak terlalu jauh. Dengan berjalan kaki sekitar 15 menit dan kau mendapati toko itu bahkan sudah ramai. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak sekolah sd, smp bahkan sma. Perebutan game kali ini pasti akan jadi sulit.
"Duh kak, gimana nih?" Blaze terlihat khawatir. Bagaimanapun, game itu hanya ada sekitar 50 buah di toko ini. Dengan orang sebanyak ini apalagi kau berada dibelakang maka mendapatkan game itu akan jadi sangat mustahil.
Kau berpikir sejenak. "Hmm, tidak ada cara lain lagi. Tenang Blaze, aku bisa mengatasinya tapi kau harus membantuku."
Bertatapan denganmu selama beberapa menit. Blaze mengangguk setuju untuk membantumu.
Kau mengeluarkan teropong kecil dari dalam tasmu dan memakainya untuk melihat kearah dalam toko. Disana, tepat beberapa meter setelah pintu. Kau dapat melihat game itu dijejerkan dengan rapi.
Kau melepas teropong itu dan kembali memasukkannya dalam tas. "Dengar Blaze. Saat pintu dibuka, kau harus segera masuk dengan menyelinap, tubuhmu pasti bisa."
"Tapi kak, bukankah dengan menyelinap sekalipun tak akan bisa? Apalagi kita berada jauh dibelakang seperti ini." Blaze mengutarakan kekhawatirannya.
"Tidak, hanya kau yang menyelinap masuk. Pokoknya kau harus berlari sekencang mungkin dan menyelinaplah. Tepat saat kau melihat orang-orang sudah mulai mengambil game itu, kau harus menunduk dan tahan jangan sampai jatuh." Kau menjelaskan dengan cepat sebelum akhirnya toko diresmikan dan pintu dibuka.
Orang-orang berbondong-bondong segera masuk dan kau juga dengan cepat mendorong Blaze untuk segera maju. Disana Blaze berlari dengan sangat cepat dan berhasil masuk kedalam toko.
Kau juga ikutan lari semampumu karena semuanya sudah sangat terdesak. Hingga akhirnya Blaze terjepit dan melihat game sudah mulai diambil. Dia segera menunduk dan menunggu apa yang akan kau lakukan.
Kau yang melihat itu dari belakang segera berlari dengan cepat dan meloncat. Kau meloncat dengan menggunakan punggung Blaze sebagai batu loncatan. Kau kembali meloncat dan dengan menyeimbangkan dirimu, kau berhasil merebut satu game sebelum akhirnya terpental gara-gara banyak orang yang berebut game.
Disana Blaze melihatmu dan berusaha untuk menghampirimu tapi ia terjepit kerumunan. "Kak!!" Teriaknya di ujung kerumunan tapi dirimu merasakan sakit dikakimu. Sepertinya terluka saat kau berusaha menahan saat terpental tadi.
Lama-lama kerumunan itu berkurang dan Blaze sudah berdiri didepanmu dengan wajah khawatir. "Kak, ada yang sakit?" Ia membantumu berdiri dan kau menyadari betapa nyerinya luka itu.
"Ah kakak luka."
"Tidak apa-apa Blaze. Ini hanya luka kecil." Kau berusaha berdiri dengan normal dan memegang game itu tanganmu sambil menunjukkannya dengan bangga, "Aku mendapatkannya loh."
Blaze tersenyum lebih lebar, "kakak hebat. Meloncat seperti itu lalu--wush! Kakak sampai diujung sana dengan berhasil mengambil game itu. Hebat sekali!" Blaze berteriak dengan bangga. Kau hanya mengangguk-angguk kecil.
"Mari bayar ini."
***
Kalian berdua selesai dengan pembayaran dan kakimu sudah dibalut perban. Sedikit sakit tapi sudah lebih mendingan daripada yang tadi. Blaze yang memaksa tadi untuk memerban kakimu.
Kau dan Blaze duduk disamping toko dan minum es yang dibeli Blaze tadi. Terasa segar karena perjuangan membeli game cukup melelahkan.
Kau membuka handphone dan mengecek rekaman kamera pengawas di kebun kaca. Meski begini, kau tetap tidak boleh lengah dengan pelaku tersebut. Tapi suatu hal yang mengejutkan membuat dirimu terdiam sesaat saat melihat pelaku didalam rekaman tersebut.
Ya, pelaku itu sedang menghancurkan kebun sekarang.
"Blaze, kau segera pulang kerumah dan aku akan meneleponmu. Beritahu aku siapa saja yang ada dirumah saat itu." Blaze terkejut karena kau tiba-tiba menyuruh sesuatu. "Eh, kenapa?"
"Sudah, kita nggak punya banyak waktu."
Kau menyodorkan game itu ke Blaze dan menyuruhnya segera pergi. Tanpa banyak basa-basi lagi, kau segera berlari meskipun tadi sempat merasa sakit karena luka itu.
Blaze juga tidak diam saja, dia mengikutimu untuk pulang kerumah dan melaksakan apa yang kau suruh tadi.
Kau berlari dengan cepat menuju sekolah. Tepat disana di kebun kaca tapi kau dihadang oleh Taufan yang membuatmu menabraknya.
"Akh! Jangan menghalangi, kenapa kau tidak minggir." Kau merengut kesal, Taufan segera berdiri begitu membersihkan pakaiannya. "Mau apa disini dengan terburu-buru? Apa yang kau rencanakan?" Taufan terlihat curiga padamu tapi kau tidak terlalu peduli.
"Minggir, ini bukan urusanmu."
Kau berkata begitu tapi tetap saja Taufan menghalangi. "Beritahu aku juga."
Kau memasang wajah kesal dan ingin meninjunya tapi harus ditahan jika tidak ingin ada masalah.
"Baik, kau ikut aku dan diam saja. Jangan menyesal saat kau melihatnya nanti." Kau mengeram marah dan menarik pergelangan tangannya untuk ikut denganmu ke kebun kaca.
Disana kau menariknya untuk sembunyi disemak-semak dekat kebun kaca agar kalian bisa mengintip kedalam kebun kaca tersebut.
Kau mengeluarkan handphonemu dan membuka rekaman.
"Apa yang sebenarnya ingin kau amati? Disini tidak ada siapa-siapa." Taufan terasa berisik sekali. Kau menutup mulut Taufan dengan jari telunjuk agar dia diam.
"Diamlah, kau akan melihatnya sebentar lagi."
Didalam kebun kaca yang luas itu, dengan banyaknya tumbuhan yang menutupi sisi-sisi kebun. Muncul seseorang dari sisi tumbuhan dan menendang salah satu pot tanaman sampai hancur.
Taufan terperangah antara bingung dan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dia melihat kearahmu dengan tatapan tidak percaya.
"Itu... Duri?"
Kau mengendikkan kedua bahumu dengan wajah biasa saja.
"Sudah kubilang kau akan menyesal, bukan?"
To be continued...
A/n:
Lalala~
Apa?
Salam,
Ruru
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro