Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bujur Bumi 22 : Hari yang Sibuk

Jangankan suami dan anaknya. Dirinya saja kurang ia perhatikan hari ini. Sejak pulang mengajar hingga sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Achala benar-benar sibuk dengan kertas-kertas dan laptopnya. Mengetik dan menyusun segala laporan mengajarnya.

Beruntung, setelah menyiapkan makan malam untuk Affandra, suaminya itu tak banyak menuntut. Pria itu justru membantu meringankan pekerjaan Achala. Misalnya, tidak menganggu wanita itu ataupun memancing keributan dari putranya. Achala bersyukur punya suami seperti Affandra. Walaupun, terkadang sedikit menyebalkan. Namun, untuk hari yang sibuk ini suaminya itu sangat bisa diandalkan.

"Masih belum selesai?"

"Astaga!" Achala terperanjat.

Saking fokusnya wanita itu pada layar laptop, ia tidak menyadari jika sang suami sudah berada di belakang kursinya. Achala memegang dadanya sejenak, kemudian memukul lengan Affandra.

"Kok, dipukul? Wah ... udah main tangan begini, bisa dilaporkan ini. KDRT." Affandra menjatuhkan bobotnya di sofa tunggal, hanya berjarak setengah meter dari keberadaan istrinya.

"Habisnya Mas ngagetin, sih. Orang lagi fokus gini." Bibir Achala mencebik, tetapi pandangannya tetap pada layar laptop. Jemari lentik itu bergerak lincah di atas keyboard.

"Emangnya kamu ngerjain apa, Sayang? Sibuk banget dari tadi."

Achala menoleh, menarik senyum tipis. Ibu satu anak itu berujar, "Mas mau pake laptopnya, ya? Maaf, ya. Aku jadi ganggu kerja kamu. Aku lupa banget bawa laptop pulang ngajar tadi."

Pria itu tertawa ringan. "Mas kan cuma tanya, kamu ngerjain apa, Sayang? Bukan mau ngambil laptopnya. Pakai aja sesuka kamu."

Achala mengangkat tangan kanannya, mempertemukan telunjuk dan ibu jarinya hingga membentuk lingkaran, tiga jari lainnya berdiri. Mengucapkan kata "oke" tanpa suara.

Tiga menit berlalu, Achala kembali pada pekerjaannya. Affandra pun sama, jarinya sibuk menari di atas ponsel pintarnya. Wanita itu memutar kursinya menghadap sang suami. Sekarang ia baru teringat akan sesuatu.

"Mas, anaknya udah tidur?" tanya Achala seraya melemparkan pandangan ke pintu.

Affandra mendongak, mengalihkan atensi ke wajah sang istri dengan ekspresi yang berbeda. Wanita itu menaikkan alisnya, bingung akan ekspresi yang pria itu tunjukkan, ia masih menunggu sang suami bersuara menjawab pertanyaannya tadi.

Pria itu menarik senyum miring, tubuhnya sedikit condong ke depan dengan lengan bertumpu di kedua pahanya. Affandra berkata, "Kalau udah tidur ... emangnya kita mau ngapain?"

"Mas!" sergah Achala mengerti maksud senyum miring dan tatapan sang suami.

"Udah, Sayang. Tadi mas yang antar dia tidur. Makanya mas tadi tanya, kamu ngerjain apa? Hari ini kayaknya sibuk banget. Anaknya sampe nanyain, loh, tadi."

"I need cuddle," imbuh wanita itu merentangkan tangan.

"Sini, mau lebih dari cuddle juga, hayuk," balasnya mengerling nakal.

Pria itu membuka lengannya lebih lebar agar sang wanita segera masuk ke pelukan. Derit roda dari kursi yang Achala duduki terdengar, tempat duduk yang menopang tubuhnya selama beberapa jam tadi ia abaikan begitu saja. Ada tempat yang lebih nyaman dari kursi tersebut, yaitu pangkuan sang suami.

"Capek banget hari ini, Mas." Wanita itu mengadu seraya melingkarkan lengan di leher Affandra.

Lengan posesif pria itu memeluk pinggang ramping istrinya. Mengusap punggung wanita kecintaannya, mungkin bisa meringankan rasa lelah yang mendera wanita itu.

"Emangnya lagi ngerjain apa? Pertanyaan ini nggak dijawab-jawab."

"Di sekolah mau ganti kurikulum baru, Mas. Jadi, ya semua perangkat-perangkat mengajar berubah. Kelengkapan aku baru sekitar 45%. Masih kurang prota, prosem, silabus juga baru separuh."

Affandra mendengarkan dengan saksama, jangan tanyakan ia mengerti atau tidak apa yang disebutkan oleh Achala. Tentu saja pria itu tidak mengerti perihal masalah perangkat mengajar. Tugasnya hanya mendengarkan keluh kesah sang istri malam ini.

"Beda kurikulum yang lama sama kurikulum yang baru apa? Harus banget ganti semua kayak gini?"

"Ya, beda, Mas. Dari nama aja udah beda. Kalau yang lama itu kurikulum K13. Nah, sekarang mau pakai kurikulum merdeka, tapi kalo aku lihat-lihat sistematisnya nggak beda jauh, kok."

"Oh, gitu. Mas nggak paham, Sayang. Emang pernah dengar di yayasan mau ganti kurikulum, tapi belum mas pahami."

"Ya, makanya ini dijelasin bapak ketua yayasan." Achala beranjak dari posisinya.

Sementara itu, Affandra tergelak mendengar perkataan istrinya. Pria yang berstatus suami dari Achala Annandhita itu beranjak dari sofa, meninggalkan istrinya seraya berpesan agar tidak terlalu memforsir diri mengerjakan itu semua.

Merenggangkan otot-ototnya, titah sang suami ada benarnya juga. Sudah terlalu lama ia berkutat dengan laptop dan lembaran kertas yang ia print, bahkan sang putra saja ia abaikan. Juang ia larang mendekat masuk ke ruang kerja Affandra, tempat di mana ia mengerjakan ini semua. Achala takut, jika bocah itu mendekat, melihat kertas-kertas yang ada di sekitar sang mama, bukan tidak mungkin putranya yang aktif itu membuat pesawat terbang dari kertas pekerjaannya.

Achala menumpukkan kertas itu jadi satu, menyimpan pekerjaannya yang ada di laptop Affandra. Kemudian, ia beranjak membawa satu bundel kertas, langkahnya terayun ke ruang paling pribadi dirinya dan suami. Netranya langsung tertuju pada tempat tidur, pria dewasa yang masih sibuk dengan ponselnya ada di sana.

Menyimpan bundel pekerjaan di tas kerjanya, Achala merangkak ke tempat tidur. Merapatkan tubuhnya ke sang suami, ia melirik layar ponsel Affandra, ibu jari pria itu bergerak turun naik memeriksa email pada ponselnya. Wanita itu menarik lengan piama suaminya, mencari perhatian sejenak.

"Mas, tadi abang pakai ponsel kamu. Kamu yang kasih izin? Aku hapusin semua foto video yang ada di ponsel kamu."

Affandra menoleh, ada salah apa foto dan video pada galeri ponselnya. Kenapa tiba-tiba Achala berinisiatif menghapus itu semua. Ia saja bahkan malas untuk melihatnya apalagi menghapusnya.

"Iya, emang mas yang pinjemin."

"Kamu, tuh, Mas. Yo, mbok hati-hati minjemin anaknya ponsel. Tadi aku lihat di galeri kamu. Masa kamu simpen foto dan video nggak berfaedah banget."

Pria itu mengernyit dalam. Seingatnya, ia tidak pernah sengaja menyimpan foto tidak berfaedah pada ponselnya. Semua yang ia simpan, kalau bukan foto soal pekerjaan, ya potret keluarganya. Atau lebih tepatnya, galeri ponsel Affandra didominasi oleh foto Juang yang anak itu ambil sendiri.

"Foto yang mana, Sayang? Mas cuma foto yang penting-penting aja. Selebihnya foto kalian di ponsel mas."

"Foto cewek pake baju kurang dasar!"

"Hah?!" Affandra menutup tampilan email pada layar ponselnya. Tergesah jarinya beralih ke menu galeri foto.

"Oh, ini?" Affandra menunjukkan satu foto yang Achala maksud.

"Loh? Kan udah aku hapus tadi, Mas. Kok, masih ada lagi? Kamu unduh lagi?" Achala seketika bangkit dari posisinya memeluk suaminya. Ia duduk di samping Affandra yang rebah bersandar di headboard.

"Kurang kerjaan banget mas download beginian, ngapain? Masih seksi istri mas juga." Affandra mengerling.

"Hapus, Mas. Ngapain, sih, simpan yang kayak gitu. Udah tahu anaknya suka mainin ponsel," cerocos Achala melipat tangan di depan dada, tatapan tajam ia layangkan pada suaminya.

"Iya, nanti mas hapus."

"Hapus sekarang atau Mas tidur di garasi!" Achala mengancam.

"Perkara foto, nih, masa tega suaminya tidur di garasi. Lagian ini bukan sengaja juga. Kemarin ada ketemu temen kampus ngajakin reuni, terus mereka bikin grup. Foto-fotonya otomatis tersimpan ke galeri," jelas Affandra meraih lengan Achala. Ia benar-benar tidak sengaja.

"Mas, mau reunian, ya? Ketemu sama ...." Achala menggantungkan kalimatnya.

"Mantan kamu?" tebak Affandra tanpa basa-basi.

Tanjung Enim, 9 Oktober 2022
Republish, 29 Maret 2023
Rinbee 🐝

Mas Affa mau reunian ketemu mantannya juga, kan?
Kan mantan Mas Affa banyak juga.

Bagaimana puasanya?
Ini udah puasa yang ke berapa, sih?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro