Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rongpuluh - Menahan Diri

Dika mengantarkan Hani sampai kantor. Pada saat yang bersamaan sebuah mobil berhenti. Hani sangat mengenali mobil tersebut. Siapa lagi kalau bukan milik mantan kekasihnya.

Kirana keluar lebih dulu, disusul Pram dari pintu bagian kemudi. Kirana tampak rapi dengan mengenakan setelan blazer berwarna hitam, rambutnya diikat ke belakang, sedangkan Pram mengenakan jas berwarna abu-abu, sepatu serta rambutnya terlihat klimis. Pram memang sangat menjaga penampilannya. Hani sempat terpaku, tetapi segera tersadar sebab masih ada Dika.

"Hani, ketemu lagi." Kirana mengeluarkan suara lebih dulu. "Diantar sama tukang ojek?"

Hani segera melepaskan helm dan menyerahkannya ke Dika. Pura-pura tidak mendengar ocehan Kirana.

"Kamu pergi sekarang. Aku nggak apa-apa," bisik Hani tepat di telinga Dika. Dia tidak rela Dika dipermalukan oleh Kirana.

"Naik motor itu pasti nggak enak, kan? Panas, duduknya capek, kena debu lagi, muka kamu jadi kusam. Mendingan aku naik mobil. Adem, enak, dan nggak kena debu." Kirana kembali ke pekerjaan sampingan, yaitu nyinyir.

Suasana hati Hani sedang tidak baik akibat periode haidnya. Rasa ingin memukul mulut perempuan itu sampai babak belur terlintas begitu saja. Namun, Hani mencoba menahannya karena tidak mau terlihat bar-bar di depan Pram.

"Kata siapa naik mobil enak? Naik mobil, tuh, udah pasti sering kena macet karena nggak bisa nyelip. Terus, emang nyaman, ya, naik mobil bekas pacar orang?"

Hani mendelik tajam ke arah Dika. Astaga, bukannya pergi, malah meladeni Kirana tukang nyinyir. Sia-sia Hani menahan diri.

Demi emosinya tersalurkan, Hani memilih mencubit pinggang Dika yang tertutup jaket hingga si empunya mengerang kesakitan. "Udah dibilangin langsung pergi!" ucapnya dan masih dengan bisik-bisik.

Sementara itu, tentu saja Kirana tidak terima. Saat hendak menyerang Dika, Pram sudah lebih dulu mencekal tangannya.

"Sudah, ayo, masuk! Pagi-pagi, kok, sudah ribut. Kalau Ibu tahu, kamu diceramahi lagi."

Kirana langsung diam tak berkutik. Dia pasrah saat Pram menariknya masuk ke lobi. Hal itu menimbulkan pertanyaan di benak Hani. Apa yang sebenarnya terjadi? Pram terlihat tidak semangat dan tidak suka dengan tingkah Kirana. Sebenarnya Pram bahagia dengan pernikahannya apa tidak?

"Han, aku pergi dulu, ya."

Hani tidak mendengar. Dika lantas mengikuti arah pandang gadis itu, kemudian menyentuh bahu istrinya. "Hani?"

Hani terkesiap. "Kenapa, Dik?"

"Aku pergi dulu."

"Oh, iya, udah hati-hati." Hani meraih tangan Dika untuk dicium. Dika masih tidak biasa diperlakukan seperti itu, tapi dalam hati dia senang. Setidaknya masih bisa berlaku seperti suami istri yang normal.

Hani baru tiba di rumah pada pukul sembilan malam, menaiki sebuah taksi. Selang satu menit datang motor Dika dari arah berlawanan.

"Kok, kamu nggak telepon aku?" tanya Dika ketika taksi sudah pergi.

"Udah, tapi kamu nggak angkat."

Dika mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Benar ternyata, Hani sudah menghubunginya sebanyak empat kali. "Maaf, ya. Tadi aku nggak denger pas bawa penumpang."

"Nggak papa. Ya, udah, yuk, masuk!"

Hani memasukkan anak kunci ke lubangnya, lalu diputar dua kali ke arah kanan. Pintu pun terbuka. Tangan gadis itu menggapai sakelar lampu yang terletak di dekat kusen pintu.

"Udah makan, Dik?" tanya Hani.

"Udah sama Sofyan. Kamu sendiri?"

"Udah tadi sebelum pulang mampir sebentar di restoran." Hani menyodorkan sebuah kantung plastik berwarna putih. "Aku juga beliin buat kamu, tapi kamu udah makan."

"Ya udah, sini aku makan." Dika langsung meraih benda itu. Mata Hani melebar.

"Beneran mau dimakan?"

"Iya."

Dika duduk di kursi. Mengeluarkan kotak dari kresek tersebut. Dari wanginya, Dika sudah bisa menebak makanan apa yang dibelikan oleh Hani. Begitu kotak terbuka, mata Dika berbinar. Hani membelikan ayam bakar.

"Aku mandi duluan, ya."

Hanya anggukan kecil karena Dika sudah menggigit daging ayam itu. Meski perutnya masih kenyang setelah diisi makanan di rumah Sofyan, tapi Dika tetap menerima makanan dari Hani. Ia tidak mau mengecewakan perempuan itu. Apalagi yang dibeli ayam bakar, tentu saja Dika tidak akan ragu untuk menghabiskan.

Hani yang sudah selesai mandi langsung menghampiri Dika. Ia duduk di hadapan laki-laki itu.

"Kamu udah mandi, Dik?"

Dika mengangguk. "Tadi aku sempet pulang dulu, kok."

"Mau minum nggak? Aku buatin."

"Boleh, deh. Kopi."

Hani bangkit. Menghampiri meja dapur, mengambil gelas dan piring lepek, memasukkan gula dan kopi hitam, terakhir menambahkan air panas dari termos, lalu diaduk sampai larut sebelum diberikan ke Dika.

Setelah meletakkan kopi di meja, Hani duduk kembali, sedangkan Dika sudah selesai makan. Gantian Dika yang pergi untuk mencuci tangannya.  Tak lama, Dika duduk lagi.

"Gimana tadi di kantor?" tanya Dika.

"Alhamdulillah lancar. Klien seneng."

"Alhamdulillah. Sabtu sama Minggu kamu nggak ada rencana ke mana-mana, kan?"

"Nggak ada. Kenapa?"

"Ikut ke Solo mau nggak? Temenin aku datang ke nikahan Anwar."

"Oh, Anwar dapet orang Solo ternyata. Boleh, deh, mau. Kok, kamu baru bilang sekarang? Kita belum cari kado buat mereka."

"Nggak usah. Aku udah cari. Tuh."

Hani mengikuti arah pandang Dika ke sebuah kotak yang teronggok di lantai. Dari atas Hani dapat melihat dengan jelas isinya adalah telur ayam kampung. Kening Hani mengernyit.

"Telur? Buat apa?" Jelas Hani heran kenapa Dika malah beli telur. Bukan barang lain yang lebih awet penggunaannya.

Dika mencondongkan tubuhnya, lalu mengerlingkan mata. "Mau tau, ya? Mau buktiin sendiri nggak?"

Hani mengerjap. Salah tingkah. "Aku nggak ngerti."

Dika menahan senyum melihat ekspresi istrinya. "Kalau aku minum, nanti kuat, terus---"

"Oke, stop! Aku tahu kamu mau ngomong apa." Hani mengangkat tangannya, sementara pipinya mulai merah. "Kamu ada-ada aja, deh, masa ngasih telur?"

"Ya, nggak apa-apa. Kan, bermanfaat. Aku ajak buat buktiin kamu nggak mau."

Hani memukul lengan Dika. "Nanti! Kamu lupa aku lagi haid?"

Mendengar itu, mata Dika melebar. "Berarti kalau udah selesai kamu mau nyobain, kan?"

"Ya, nggak gitu, Dika!"

Dika terbahak. Hani menutup wajah menggunakan kedua tangannya. Malu sekali karena salah bicara.

"Keringin dulu, tuh, rambut kamu. Habis itu tidur," titah Dika usai tawanya reda.

"Kamu nggak tidur juga?"

"Nanti. Aku belum ngantuk."

"Oh, ya, udah aku tidur duluan."

Hani beranjak menuju kamar, sedangkan Dika menyalakan ponselnya. Membuka aplikasi Mobile Legend.

Di kamar, Hani mengeringkan rambutnya. Setelah itu mengambil posisi miring ke kiri. Tempat di sebelahnya masih kosong. Dika belum juga masuk. Hani mencoba memejamkan mata, tapi tidak bisa. Padahal di luar tadi dia sudah mengantuk.

Kondisi hening. Hani sama sekali tidak mendengar suara Dika. Apa sudah tidur? Kalau sudah, kenapa tidur di luar?

Karena penasaran, Hani akhirnya bangkit dan membuka pintu kamar. Dari tempatnya berdiri sekarang, Hani bisa menyaksikan Dika yang masih mengutak-atik ponselnya tanpa suara. Hani tanpa ragu menghampirinya.

Melihat kedatangan Hani, Dika terperanjat, lalu menurunkan ponselnya sebentar. "Lho, kok, belum tidur?"

Hani menggeleng. "Kamu nggak masuk? Aku takut."

Dika terperangah. Sebenarnya dia sengaja duduk di luar demi terhindar dari hal yang membuat Hani tidak nyaman. Obrolan tadi sedikit mengusik pikiran Dika. Menghindari Hani merupakan jalan ninja yang bisa Dika tempuh. Namun, kalau Hani memintanya tidur bersama, Dika bisa apa?

"Ya, udah, tunggu permainan ini selesai dulu, ya. Habis itu kita ke kamar."

Hani mengangguk. Setelah itu, Dika kembali fokus ke permainan.

Dua puluh menit kemudian, terdengar suara 'victory' yang menandakan permainan selesai. Dika menancapkan pengisi daya ke ponselnya, lantas mengajak Hani masuk ke kamar.

Dika menelan ludah berkali-kali sampai akhirnya merebahkan tubuhnya tanpa melihat Hani. Kini, masih ada guling yang memisahkan jarak mereka berdua. Rasanya ingin menendang guling itu agar bisa memeluk tubuh sang istri, tetapi Dika harus bersabar. Semoga saja penderitaannya segera berakhir.

Semangatin Dika, yuk, biar lulus ujian 😘

Maaf banget ya, di wattpad harus berhenti sampai di bab ini. Author note di part sebelumnya adalah AN tahun lalu yang lupa aku hapus 😭🙏 Kalau mau baca lengkap bisa beli bukunya yang akan open pre order pada tanggal 1 November 2023. Jangan lupa nabung dan nanti DM aku, ya, buat beli bukunya. Terima kasih :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro