Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

Sarah meringis melihat dapurnya yang seperti baru saja dijatuhi bom. Hampir setiap sudutnya berantakan. Bahan-bahan makanan dan peralatan masaknya berada disemua tempat di dapur itu. meski begitu gadis itu tetap melakukan kegiatannya dengan santai. Dia akan membersihkannya setelah selesai nanti, atau menyuruh pelayan membersihkannya.

Sarah tengah mencoba resep barunya. Kue rasberi dengan taburan keju. Rasanya manis-asam dan ada sedikit aroma teh di dalamnya. Ia menyukai aroma teh, dan penasaran bagaimana jika dipadukan didalam kue. Perasaan lemon yang juga ia tambahkan membuat rasa kue itu berbeda dari kue-kue yang sebelumnya diantar.

Sarah mengeluarkan kue dari panggangan, mengambil potongan kecil dengan sendok kemudian memasukkannya ke mulut. Sarah membiarkan dirinya menikmati rasa kue itu beberapa detik. Terlalu manis untuk seleranya, tapi tekstur dan aroma teh yang ada di kue itu sudah seperti yang diinginkan Sarah. Di adonan yang lain Sarah harus mengurangi takaran gulanya.

Sarah tidak biasanya memasak dengan dapur berantakan. Dapur adalah tempat yang biasa dikunjungi Sarah, karena gadis itu memang suka memasak. Entah kenapa pagi ini berbeda. Kepala pelayan pun bingung dibuatnya dan agak ngeri dengan pemandangan dapur yang biasanya rapi kini dipenuhi barang-barang yang berserakan.

"Kau tidak bermaksud menghancurkan dapur ini kan?" ujar wanita paruh baya itu, sedikit menggeleng dengan kondisi dapur. Si kepala pelayan mengambil sebotol air dingin di kulkas lalu pergi. Sarah mengabaikannya, terlalu asyik dengan kue-kuenya. Sarah berencana mengantar untuk Daniel sebagian, tapi setelah kuenya benar-benar sesuai seperti seleranya. Adonan keempat ini harusnya berhasil, karena itu Sarah harus fokus pada setiap takaran bahan-bahannya. Daniel pasti menyukainya.

Sarah menolak memikirkan Jonathan, calon suaminya itu. Sudah seminggu ia tidak melihat pria itu bahkan mendengar suaranya pun tidak. Dititik ini Sarah ragu kalau pernikahannya akan tetap terjadi. Jonathan tidak menghubunginya, begitupun Sarah. Jika Sarah penting untuk Jonathan, pria itu pasti ingin tahu kabarnya. Tapi pria itu tidak.

Yang tidak Sarah sadar, jika pemikiran itu benar bukankah harusnya Sarah lebih dulu menghubungi Jonathan?

Sarah takut bukan Jonathan yang menjawab teleponnya, tapi perempuan lain.

Saat ini dapur itu berbau roti dan buah. Ada beberapa buah yang iapakai. Sarah menyukai aroma dapurnya sekarang, meski berantakan. Sarah menyeringai melihat kuenya masak dengan sempurna, berwarna coklat keemasan. Gadis tersebut mematikan panggangan, membawa kue terakhirnya ke meja. Sarah melepas sarung tangan tebalnya, menarik napas agar dapat menikmati aroma kue yang baru masak ini. Ia mencicipinya, menyukai apa yang lidahnya rasakan.

Sempurna.

Setelah selesai dengan kue. Sarah membuat selai. Selai dengan kombinasi stroberi dan lemon. Lagi-lagi lemon. kali ini ia banyak menggunakan lemon. Untuk mengurangi rasa asam pada buah tersebut, Sarah memberi susu dan mentega. Mencampurnya menjadi satu.

Gadis muda itu bergerak santai kesana-kemari. Kelihatan sekali dia sudah biasa berada di sana. Sarah menggulung rambutnya, memakai celana pendek sepaha dan kemeja longgar berwarna sage. Bertelanjang kaki, dan tampak nyaman dengan pekerjaannya, Sarah membuat Jonathan yang sudah berada disana memperhatikannya beberapa menit tersenyum.

Jonathan tidak memberitahu kedatangannya. Setibanya di Jakarta, yang pertama kali dilakukannya adalah melihat calon istrinya. Sarah tampak cantik dan lezat. Mungkin lebih lezat dari kue-kue itu. Pria itu berada di balik pintu, beberapa meter jaraknya dari Sarah. Mungkin Sarah terlalu menikmati membuat selai sehingga tidak merasakan kehadiran Jonathan.

Jonathan sedikit merasa bersalah tidak menghubungi Sarah selama seminggu ini. Pekerjaannya mengharuskannya kerja lembur dan hanya memiliki sedikit waktu untuk istirahat. Sarah pasti bisa mengerti. Seperti yang dilihatnya sekarang, wajah gadis itu dipenuhi senyuman. Sangat cantik. Sarah gadis yang ceria.

Ada lebih dari sepuluh toples berisi kue. Bentuk kue tersebut sama. Untuk apa Sarah memasang begitu banyak kue.

Jonathan tidak tahu kalau Sarah sedang mencoba resep barunya. Beberapa loyang belum sempurna menurutnya, sehingga ia membuat adonan baru sampai berkali-kali.

Sarah memiliki bentuk tubuh dengan porsi pas, untuk seleranya. Dimulai dari ukuran dada yang sempurna, pinggang ramping, dan pinggul yang menggoda. Ketika tubuh itu bergerak, Jonathan ingin mengurungnya untuk diri sendiri.

Dorongan untuk memeluk gadis tersebut hampir tidak tertahan. Seminggu tidak melihat dan mendengar suara Sarah rasanya seperti seumur hidup. Sekarang ketika Sarah berada tepat didepannya, cantik dan tampak lezat, Jonathan ingin segera melumat bibir yang tengah tersenyum itu. Dan saat Sarah menghisap jari yang terkena selai, pikiran Jonathan semakin tak menentu. Ia membayangkan jemari itu berada di mulutnya.

Ada pelayan yang ingin masuk ke dapurtapi Jonathan menyuruhnya pergi. Pelayan tersebut terkejut dan hampir menubruk Jonathan. Setelah rasa terkejutnya hilang, pelayan itu mengangguk pada apa yang dikatakan pria itu. Jonathan meminta waktu berdua bersama Sarah, dengan begitu si pelayan akan memberitahu temannya yang lain untuk menjauh dari dapur beberapa saat. Jonathan telah diperkenalkan sebagai calon suami Sarah, karena itu si pelayan segera menuruti permintaannya. Begitu pelayan pergi, Jonathan melangkah semakin masuk ke dapur, menutup pintu dengan perlahan. Lagi-lagi Sarah tidak menyadari bahwa Jonathan berada disana. Punggung gadis itu menghadap pintu, Jonathan melangkah dengan pelan. Sangat pelan.

Mangkok selai yang dipegang Sarah hampir jatuh ke lantai saat Jonathan melingkarkan tangan di pinggangnya tiba-tiba. Sarah dengan cepat meletakkan apa yang dipegangnya lantas berbalik. Pelukan Jonathan menahannya tetap didekat pria itu meski sekarang mereka saling berhadapan.

"Ini aku," bisik Jonathan di lehernya, pria itu mengendus seperti membutuhkan udara di sana.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Sarah meletakkan tangannya di tempat tangan Jonathan berada, setengah hati menarik tangan pria menjauh. "Siapapun bisa melihat kita." Pelayan mungkin saja masuk dan mendapat sesuatu untuk digosipkan." Bukan berarti sekarang gosip itu belum ada, dengan Jonathan meminta waktu berdua saja dengan Sarah di dapur sudah menimbulkan gosip. Jonathan mana peduli.

"Aku menutup pintu," pria itu memberitahu, menyukai aroma gadis itu. Perpaduan antara kue dan mawar. Sebenarnya Sarah beraroma manis. "Mereka takkan mengganggu kita."

"Ini dapur, Jo,'' kata Sarah. Masih kesal pada Jonathan karena mengabaikannya. "Aku kotor."

"Kau masih cantik."

"Terimakasih, tapi aku harus menyelesaikan selaiku."

"Bagaimana rasanya?" Sekilas, Jonathan melirik kue dan selai yang dibuat Sarah. ''aku boleh mencobanya?"

"Lepaskan aku dan akan kuambilkan untukmu."

"Tunggu sebentar," tanpa menunggu lama pria itu mencium bibir Sarah, membelai bibir bawahnya dengan cara yang diasuka. Ia merindukan ini. Rasa ini. Bibir ini. Sarah memejamkan mata, hal tersebut membuat Jonathan semakin berani. Ia memasukkan lidahnya. Reaksi Sarah membuatnya mengerang. Gadis itu menyambutnya, walau dengan cara yang sangat polos, Jonathan mendapati dirinya bergairah. Ketika terdengar desahan kecil lolos dari bibir Sarah, pria itu semakin dalam menciumnya. Ia memiringkan kepala gadis itu kesatu sisi, menghisap bergantian antara bibir bawah dan bibir atas gadis itu.

Sarah menegang tatkala merasakan bukti gairah pria itu di perutnya. Jonathan belum berhenti, dan tampaknya belum akan berhenti.

Ruangan itu berkabut. Tatapan berkabut.

Entah kapan persisnya Jonathan mengangkatnya, Sarah telah berada di atas meja. Lumayan Jonathan hanya berhenti beberapa detik demi mengambil udara. Sarah terengah, kedua tangannya melingkar di leher Jonathan.

Jonathan berdiri diantara kaki gadis itu, berkeringat dan penuh gairah.

"Jo," bisik Sarah, belum sanggup bicara banyak. Gulungan rambut gadis itu terlepas sebagian, dan bibirnya bengkak.

"Aku belum selesai denganmu," ujar pria itu tenang, jakunnya naik turun. Bagian primitif di diri Jonathan keluar, ia menginginkan Sarah dan tak tahu cara berhenti. Kulit seputih susu milik Sarah menuntut untuk dibelai.

Sarah belum menyadari tiga kancing kemejanya terbuka. Gadis itu terkesiap merasakan lidah Jonathan di ceruk lehernya dan tangan pria itu meremas payudaranya.

Desahan itu lagi, Sarah tak sanggup menahannya. Bukti gairah pria itu semakin kentara.

"Seseorang bisa melihat kita, Jo." Sarah mengingatkan. Walau bibirnya ingin menyuruh Jonathan berhenti, namun tubuhnya ingin lebih. Rangsangan itu begitu kuat. Getaran nikmat merasukinya hingga ke setiap lapis kulitnya. Sentuhan Jonathan membuatnya resah. Resah akan pertahanan dirinya yang kian menipis.

"Tidak akan,'' geram pria itu.

Sarah seperti telanjang. Akal sehatnya berkeras Jonathan harus berhenti, tapi Sarah tidak menyuarakan penolakan sedikitpun saat tangan besar pria itu mengeluarkan payudaranya dari bra lantas mengulum puncaknya. Sarah menjerit kecil, memejamkan mata, pasrah pada gairah Jonathan dan gairahnya sendiri.

Jonathan mencium, menjilat, mengulum dan meremasnya. Jika Jonathan bercinta dengannya Sarah takkan mampu menolak, hasrat dan gairah memenuhinya. Tapi pria itu tidak melakukannya. Pria itu berhenti di saat Sarah sudah akan memberikan apapun yang pria itu mau.

"Aku menginginkanmu," seru Jonathan, terengah di leher gadis itu. "Tapi aku tidak bisa melakukannya disini. Jika aku memilikimu itu tidak mungkin berlangsung cepat. Ya Tuhan aku benar-benar menginginkanmu.''

Pipi Sarah berwarna merah muda. Gadis itu mengancing kemejanya, berusaha tidak menatap mata Jonathan. Apa yang telah dilakukanna? Ia seperti perempuan binal yang haus belaian.

Cumbuan Jonathan membuatnya kehilangan akal sehat. Gadis itu menyentuh bibir yang baru saja dicium Jonathan, terasa panas di sana, dan dibeberapa tempat yang disentuh Jonathan.

"Rambutku berantakan." Dari semua kalimat yang bisa diucapkan Sarah, ia memilih kata-kata itu yang terucap setelah cumbuan panas tadi.

Jonathan tertawa, tawa serak yang terdengar seksi ditelinga Sarah. Pria itu membantunya merapikan pakaian, kemudian menurunkannya dari meja.

"Aku menginginkan kuemu?"

Jonathan membiarkan Sarah membawa setoples berisi kue, gadis itu juga menyertakan selai di wadah yang lebih kecil. Pipi gadis itu masih memerah.

"Kue apa ini?" tanya Jonathan, membuka mulut saat gadis itu memberinya sepotong kue. "Kau mencampur teh?" Sarah mengangguk, sedikit cemas pada penilaian pria itu. "Ada rasa apalagi di dalamnya?"

"Rasberi dan lemon. Kau suka?" Jonathan menjawab dengan mengambil sepotong lagi. ''kau mau merasakan selai ini juga?" Sarah tampak bersemangat, ia mengambil sendok, mengambil sedikit selai itu.

"Tentu saja,'' jawab Jonathan. ''aku ingin selai itu diambil dengan jarimu," tambahnya jahil. Sedikit tidak yakin Sarah mau melakukannya. Ketika kening gadis itu berkerut, senyuman Jonathan bertambah lebar.

"Kau pasti bercanda."

"Dengan jarimu, please." Tatapan Jonathan benar-benar memohon, tapi Sarah tahu yang sebenarnya. Pria itu memainkan permainannya dengan baik. Harusnya Sarah menolak, Jonathan memiliki teman perempuan lain di belakangnya. Mengingat hal itu Sarah sempat berpikir meninggalkan Jonathan di sana dengan tatapan bodohnya itu.

Tapi Sarah tidak melakukannya, alih-alih gadis tersebut menghela napas. "Baiklah." Apakah Jonathan selalu mendapatkan apa yang dia mau dari seorang perempuan?

Jonathan mengedipkan sebelah mata, tatapan bodohnya tadi telah menghilang. Pria itu menyambut jemari Sarah yang manis karena selai. Pria itu tidak yakin mana yang lebih disukainya. Selai atau jari telunjuk Sarah. Mungkin keduanya.  Jonathan berlama-lama pada telunjuk Sarah yang berada di mulutnya. Mengulumnya dengan cara tidak sopan. Sarah mendelik, berpikir Jonathan memang sengaja melakukannya.

Menggigit bibir, Sarah menahan suara bodoh yang berusaha keluar dari mulutnya. Bahkan lebih bodoh dari tatapan Jonathan tadi. "Bagaimana rasanya?" Sarah seakan kehilangan suara, begitu suara itu keluar, nada suara Sarah berupa bisikan, kakinya bergetar lagi.

"Lezat," sahut Jonathan serak. "Kurasa aku bisa hidup hanya dengan selai dan kue-kuemu."

Sarah menarik telunjuknya yang sudah bersih dari selai, gadis itu mencuci tangan lalu mulai merapikan meja. "Kau bisa mengambil beberapa toples. Aku memasak banyak."

"Tiga toples itu," Jonathan menunjuk toples yang terpisah dari toples lain. ''aku bisa mengambil yang itu?"

Sarah mengikuti arah pandangan Jonathan. "Oh," ujar gadis itu. "Aku bermaksud memberikannya pada Daniel, tapi kau boleh mengambilnya jika mau. Masih ada toples lain." Suasana hati Jonathan berubah. Sarah tidak menyadarinya. "Mau kubungkuskan selai untukmu?" tambah gadis itu, yang tidak mendapat jawaban.

Kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, senyum yang sedari tadi berada di bibir pria itu tak terlihat lagi. "Aku berencana menikah bulan depan?" Seru Jonathan. "Kurasa aku harus bicara dengan ayahmu. Ayahmu meminta pernikahan kita dilaksanakan dua bulan lagi, tapi aku ingin lebih cepat."

Sarah berhenti mencuci piring, gadis itu berbalik memandang Jonathan. "Kenapa kau berubah pikiran tiba-tiba?" Sarah tidak diberitahu kapan persisnya tanggal pernikahannya, namun sebulan lagi adalah waktu yang sangat cepat. ''kau bilang kita perlu berkenalan dulu."

"Kurasa proses perkenalan kita sudah cukup," katanya. "Selebihnya kita lanjutkan setelah menikah. Menurutku tidak ada gunanya menunda-nunda sesuatu yang pasti terjadi."

Meski Sarah berusaha menolak, sayangnya Jonathan benar. Sampai kapan ditunda? Pada akhirnya Jonathan akan jadi suaminya.

******

Malam berikutnya Sarah dibawa ke rumah Jonathan. Ia bertemu Imelda, Nenek Jonathan.

"Selamat malam, sayang." Sambutan Imelda begitu hangat. "Senang bertemu denganmu. Kuharap cucuku tidak membuat masalah yang tidak bisa diperbaiki.

Apakah cumbuan tempo hari termasuk di dalamnya? Sarah tidak tahu. Saat menikah Jonathan akan melakukan yang lebih dari sekedar mencumbu. Ada gelenyar hangat di dalam dirinya hanya dengan membayangkan Jonathan menyentuhnya.

Malam ini Jonathan sangat tampan--mirip dengan waktu-waktu lain--- dengan kemeja navy dan jeans biru pudar. Jonathan pasti sering membuat patah hati perempuan. Biasanya pria tampan melakukannya.

Sarah membalas senyum ramah wanita itu, langsung menyukainya dan yakin bisa menganggapnya nenek juga.

"Aku berusaha menjadi pria baik, nenek." Sahut Jonathan dari balik bahu Sarah. "Kau tampak sehat malam ini," pria itu mengecup pipi sang nenek.

Perasaan Sarah menghangat melihat interaksi kedua orang itu. Sarah sudah tidak punya nenek, kakek pun tidak. Jonathan menyayangi sang nenek, Sarah merasakannya.

"Aku tidak sabar bertemu dengan Sarah. Dia secantik yang kau ceritakan."

Sontak Sarah melirik Jonathan, tidak tahu kalau pria itu menceritakan dirinya pada sang nenek. Jonathan membuang muka. Sarah mengembalikan pandangan ke Imelda. "Aku membawakan nenek kue rasberi dengan campuran melon dan aroma teh," ujar Sarah, memberikan toples berisi kue pada Imelda. "Aku membuatnya sendiri. Kuharap kau menyukainya." Kemarin Jonathan menolak kue yang dia tawarkan namun tidak melarang Sarah memberikannya pada Imelda.

"Kau baik sekali, sayang. Aku pasti menyukainya. Apalagi kau membuatnya sendiri, aku merasa tersanjung."

Beberapa saat kemudian mereka makan malam bersama. Percakapan di meja makan itu didominasi suara Imelda yang menceritakan tentang Jonathan. Pria itu menolak menjadi topik pembicaraan, namun Imelda seolah tidak mendengar cucunya itu. Imelda terus bercerita, beberapa kali Sarah mendapati pipi Jonathan memerah. Itu lucu, Jonathan dengan pipi meronanya.

Dari cerita Imelda, Sarah mengetahui banyak tentang Jonathan. Pria itu anak berprestasi di sekolah. Dimulai dari sekolah dasar hingga kuliah, Jonathan selalu mendapat nilai bagus. Tiga puluh dua tahun usia Jonathan, hanya dua
gadis yang pernah dibawa pulang ke rumah bertemu Imelda. Sarah adalah yang kedua.

Sarah tertarik menanyakan apa yang terjadi pada perempuan tersebut, namun menahan lidahnya.

Jonathan tidak pandai memasak. Tak masalah, Sarah tidak keberatan memasak untuknya. Jonathan menyukai anjing tapi tidak senang memeliharanya.
Jonathan pernah dikeluarkan dari sekolah karena memukul temannya sampai masuk rumah sakit.

''kau serius?" Pria itu duduk disamping Sarah dan ia mendapat tatapan tidak percaya dari gadis itu.

"Mereka mengolok-olok statusku sebagai anak yatim piatu," pria itu mengangkat bahu. "Aku tidak menyesal sedikitpun. Jika waktu diulang, aku akan melakukan hal yang sama."

Oh. Sarah tidak mengira seorang Jonathan juga mendapat ejekan waktu kecil.

"Kakeknya tidak memanjakannya. dia tumbuh jadi anak yang mandiri," ujar Imelda, ada rasa bangga pada nada suaranya.

Beberapa fakta dibeberkan begitu saja oleh Imelda. Sarah mendengarkan dan berusaha mengingat semua yang dikatakan wanita itu. Pada dasarnya Jonathan adalah laki-laki rapuh dibalik tameng tidak pedulinya. Pria itu seperti anak yang menginginkan perhatian, walau pria itu kadang terlihat seperti tak tersentuh.

Pukul sepuluh malam Jonathan mengantar Sarah pulang. Dalam perjalanan keduanya lebih banyak diam. Imelda seperti menelanjangi Jonathan di meja makan tadi, dengan bercerita semua tentangnya pada Sarah. Sekarang gadis itu tahu hampir semua tentang Jonathan sedangkan sangat sedikit yang pria itu tahu tentang calon istrinya.

Jonathan tidak keberatan membayar mahal untuk tahu apa yang sedang dipikirkan Sarah saat ini. Apakah gadis itu tengah menyusun kata-kata yang tepat untuk membatalkan pernikahan mereka?

Malam ini Sarah mengenakan gaun sederhana bermotif bunga. Di diri gadis itu semua pakaian terlihat cantik. Begitupun malam ini.

"Kau baik-baik saja?" mau tidak mau Jonathan menjadi orang pertama yang memecahkan kesunyian. Pria itu tidak melihat tanda-tanda Sarah akan membuka suara.

"Hhmm?" Tatapan Sarah yang sedari tadi mengarah ke jalan disampingnya, kini berpindah ke Jonathan yang sedang memegang kemudi. "Aku baik. Kenapa kau berpikir sebaliknya?"

"Sejak masuk ke mobil kau diam."

''aku memikirkan pernikahan kita."

"Semua akan baik-baik saja," ujar Jonathan meyakinkan Sarah, juga dirinya sendiri.

"Tapi kita tidak saling mencintai."

"Aku menyukaimu, kita memang perlu menyesuaikan diri satu sama lain tapi kita pasti bisa mengatasinya."

"Jika aku jadi istrimu, kau tidak akan mengekang ku kan, Jo?" Sarah takut Jonathan seperti ayahnya, yang tidak memberikan kebebasan pada dirinya. "Aku ingin bekerja. Aku tahu kau punya banyak uang, kau pasti bertanggung jawab atasku tapi aku butuh bekerja."

Jonathan tidak begitu saja membuat keputusan. Bila Sarah menikah dengannya, ada beberapa hal yang harus mereka diskusikan. Tapi satu hal yang bisa ia janjikan pada gadis itu. ''aku tidak akan membatasimu, Sarah, jika kau berjanji yang kau lakukan tidak berakibat buruk pada pernikahan kita ataupun nama baik keluarga. Kau bisa bekerja, tapi kau tidak boleh lupa pada kewajiban mu sebagai seorang istri."

*****

Hari-hari berlalu sangat cepat bagi Sarah. Sarah bertemu dengan Daniel beberapakali, sahabatnya itu mendukungnya dan memberinya semangat. Beberapa persiapan pernikahannya menuntut perhatiannya. Jonathan menyerahkan sepenuhnya pada Sarah yang berkaitan dengan dekorasi dan gaun pengantin gadis itu. Sarah senang, itu membuatnya memiliki sesuatu untuk dikerjakan. Disela-sela persiapan pernikahan mereka, Jonathan tetap harus keluar kota karena bisnisnya. Sarah tidak mungkin melarang, dia akan terlihat kekanakan jika melakukannya. Sarah harus mempercayai Jonathan. Jika ada wanita lain selain dirinya, mengapa pria itu harus menikah dengannya. Jadi tidak mungkin Jonathan berselingkuh.

Lima hari sebelum hari pernikahan, Jonathan menyematkan cincin berlian ke jari manis Sarah. Gadis itu tertegun, matanya berkaca-kaca. Lelahnya sedikit berkurang.

"Aku belum memberimu cincin pertunangan," kata Jonathan. "Aku memesannya dari seorang teman. Berlian itu cocok berada di jarimu."

Masih dengan pandangan berkaca-kaca Sarah berujar. "Kupikir yang kau pedulikan hanya pekerjaanmu saja. Kau sangat cuek dengan persiapan pernikahan kita. Aku hampir tidak beristirahat karena kau melimpahkan semuanya padaku. Bukan berarti aku tidak suka, aku hanya ingin kau ikut serta. Pernikahan ini bukan milikku saja, tapi kau juga."

"Oh, sayang," pria itu menarik Sarah ke pelukan. ''maafkan aku, aku tidak mengira kau selelah itu. Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?"

"Kau sama sekali tidak peka." Lebih dari sekali Sarah menunjukan kejengkelannya pada pria itu, namun Jonathan seperti tidak merasakannya.

"Beberapa pria memang tidak peka, sayang. Lain kali kau harus bicara padaku."

"Kali ini kau dimaafkan.''

"Terimakasih."

Semua telah diputuskan. Hotel tempat pernikahan itu berlangsung. Gaun dan jas pengantin telah selesai dijahit dengan sempurna. Dekorasi yang Sarah pilih sangat mewah, Jonathan tidak memedulikan harga, yang penting Sarah suka. Undangan juga sudah disebar. Semua persiapan hampir selesai.

Pernikahan mereka hanya tinggal menghitung hari, dan Jonathan semakin sering menyentuh Sarah. Dibagian manapun yang pria itu inginkan. Apalagi saat Sarah berada di apartemennya, mereka hanya berdua, Jonathan tidak sanggup menahannya tangan dan gairahnya. Pria itu menahan diri, ia ingin bercinta dengan Sarah setelah gadis itu resmi jadi istrinya. Tapi demi Tuhan, semakin lama dirinya semakin tidak sanggup menahan hasrat ingin memiliki Sarah.

Dua hari sebelum hari pernikahan, Jonathan ke Semarang lagi. Tapi tidak menginap.

"Nanti malam aku sudah sampai Jakarta lagi," katanya memberitahu Sarah. ''ada sedikit masalah, harus aku yang menyelesaikannya sendiri. Sarah tampak keberatan tapi tidak bisa melakukan apa-apa. Gadis itu mengangguk, membiarkan Jonathan mengecup keningnya lalu pergi.





******
***************




Disela-sela menjahit dan menjaga anak, aku sempatkan ngetik ini buat kalian. Semoga kalian suka..
Salam sayang🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro