Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Sarah menatap penampilannya di cermin. Ghamis dan hijab berwarna hitam telah membalut tubuhnya, tak lupa agar terlihat layaknya seorang sekretaris profesional, Sarah pun menggunakan blazer semi formal berwarna peach senada dengan warna high heels yang akan dia gunakan hari ini.

Setelah memperhatikan apa yang telah melekat di tubuhnya, kini pandangan Sarah beralih ke arah wajahnya. Make up yang dia gunakan telah berhasil menyamarkan jerawat-jerawat yang tumbuh subur di wajahnya. Cantik, Ya hari ini Sarah terlihat cantik. Namun tidak tahu kenapa Sarah merasa kalau apa yang telah dia lakukan salah.

Bukankah kecantikan seorang wanita hanya diperuntukkan untuk suaminya? Sedangkan hari ini Sarah bersolek bukan untuk suaminya karena memang Sarah belum menikah tapi Sarah bersolek untuk menunjang profesinya sebagai seorang sekretaris.

"Sarah sudah mau jam delapan. Bukannya kamu harus tiba di kantor jam sembilan?" tanya Ari yang sudah berdiri di ambang pintu.

Ari memperhatikan penampilan adiknya yang hari ini terlihat anggun sekaligus cantik, "Udah dandannya? Kamu udah kelihatan cantik kok."

Sarah membalikkan tubuhnya, hingga kini posisinya dengan Kakaknya saling berhadapan, "Aku ngerasa ragu, Bang?"

"Ragu?"

Sarah mengangguk, "Aku ragu buat kerja jadi sekretaris."

"Kenapa emang?"

"Sebagai seorang sekretaris aku pasti dituntut untuk selalu tampil anggun dan cantik, sedangkan dalam Islam bukannya kecantikan hanya bertujuan untuk menyenangkan hati suami. Terus sebagai seorang sekretaris juga pasti nanti aku diberi tugas untuk menemani atasan menemui klien baik itu di dalam kantor, maupun diluar kantor, bahkan bisa juga sampai keluar kota dan luar negeri. Dan nggak menutup kemungkinan disaat dinas luar aku cuma akan pergi bersama atasanku yang tentunya bukan mahram aku," terang Sarah, kebingungan tergambar jelas di wajahnya yang tidak tahu kenapa pagi ini terlihat begitu jelita, "Demi pekerjaan yang akan aku geluti aku harus memakai parfum...Apa Abang bisa mencium wangi parfumku?"

Ari mengangguk, dia tidak ingin berdusta. Parfum yang digunakan oleh Sarah dapat dia cium dengan jelas, walaupun wanginya tidak menyengat di hidung tapi tetap saja tercium.

"Hal itu juga yang aku takutan, bukannya wanita yang memakai parfum kemudian melewati majelis (sekumpulan) laki-laki maka ia bisa membangkitkan syahwat laki-laki dan mendorong mereka untuk melihat kepadanya. Setiap yang melihat kepadanya maka matanya telah berzina. Dan wanita tersebut akan mendapatkan dosa karena memancing pandangan lelaki tertuju padanya dan membuat hati laki-laki merasa tidak tenang. Jadi, ia adalah penyebab zina mata terjadi dan ia pun termasuk pezina," terang Sarah, sesuai dengan apa yang pernah dia dengar dari ceramah seorang ustadz.

Ari tersenyum, "Allah maha tahu apa yang tersimpan di dalam hati kamu. Kamu berdandan dan memakai parfum bukan untuk menarik perhatian lelaki tapi untuk menunjang pekerjaan kamu, InsyaAllah nggak apa-apa. Begitupun juga disaat kamu harus bersama atasan kamu dikarenakan urusan pekerjaan, yang terpenting kamu harus dapat menjaga sikap serta kehormatan kamu sebagai wanita muslimah."

Sarah menggeleng, "Aku takut...aku takut kalau itu tetap nggak baik di mata Allah."

Ari kembali tersenyum. Dia berjalan mendekati Sarah, dia sentuh kedua pipi adiknya dengan lembut, "Kalau kamu merasa takut Allah tidak akan menyukai apa yang akan kamu kerjakan maka tinggalkanlah. InsyaAllah itu akan membuat hati kamu tenang."

"Berarti aku jadi pengguran lagi dong, Bang?"

"Nggak apa-apa. Kamu meninggalkan itu karena takut pada Allah, insyaAllah Allah pasti akan langsung menggantinya dengan yang lebih baik lagi."

"Aamiin," Sarah mengamini doa Kakaknya.

Keputusannya sudah bulat, dia tidak mau mengambil pekerjaan itu karena dia takut akan banyak batasan-batasan yang dia langgar.

🍒🍒🍒

Selama menunggu panggilan kerja yang belum kunjung datang, walaupun Sarah sudah mengirim lamaran pekerjaan via email kelima perusahaan, dan mengirim lamaran pekerjaan via kantor pos kedua perusahaan namun lamaran-lamaran itu belum membuahkan hasil.

Untuk mengisi waktu luangnya yang tentunya banyak sekali dikarenakan menganggur, Sarah memutuskan untuk rajin mengikuti kajian. Dimanapun kajian diadakan selama dia tahu alamatnya dan masih berada dikawasan kota tempat tinggalnya, pasti akan dia datangi. Baik itu bersama Deska ataupun sendiri, bahkan sesekali dia pun ikut kajian bersama Ari dan Petang.

Semangat untuk mengikuti majlis ta'lim tak lepas dari sebuah hadis yang terpatri dengan sangat kuat di dalam ingatan Sarah, sebuah hadis yang berisi tentang janji Allah untuk para penuntut ilmu. Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”

Hari ini Sarah mengikuti kajian yang diadakan di Masjid Nurul Huda bersama Ari dan Petang yang kebetulan sedang off. Tema kajiannya tentang ikhlas.

"Ikhlas ialah meniatkan ketaatan hanya untuk Allah semata. Dengan ketaatannya itulah dia hanya berharap bisa mendekat diri kepada Allah Ta'ala, bukan mengharapkan hal lain dari respon makhluk, seperti pujian dari orang. Karena ikhlas ialah memurnikan segala perbuatan dari segala perhatian makhluk. Ada tiga tanda ikhlas, yaitu memposisikan pujian sebagai celaan, tidak mengingat-ingat amal baik yang dikerjakan, dan mengharapkan amal-amalan tersebut di akhirat."

Sarah mendengarkan apa yang diucapkan oleh ustadz yang kini tengah berceramah dengan penuh perhatian, setiap ada poin penting atau ada kata-kata indah yang sarat makna Sarah akan menulisnya di atas buku yang memang dia khususkan untuk kajian.

Sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mati-matian untuk mengikis riya dari dalam hatiku tetapi riya tersebut muncul dalam warna yang lain.

Kata-kata indah itu Sarah tulis dengan tinta warna biru, tak lupa dia pun menulis nama Yusuf bin al-Husain ar-Razi rahimahullah, di bawah kalimat tersebut karena kalimat indah itu terucap dari bibir beliau.

Sarah pernah membaca kisah tentang kehidupan spiritual Yusuf bin al-Husain ar-Razi, dan kini dia berniat untuk menceritakan kisah itu pada Ari dan Petang saat mereka dalam perjalanan pulang dari kajian.

"Abang sama Petang mau nggak dengerin kisah Yusuf bin al-Husain ar-Razi?" tanya Sarah, dia harus meminta ijin dulu sebelum memulai ceritanya pada Petang dan Ari, jangan sampai dia cerita panjang lebar tapi tahunya tidak ada yang mendengarkan, itu akan sangat menyedihkan.

"Cerita aja, Dek. Abang sama Petang siap menjadi pendengar yang baik. Iya kan, Tang?" ucap Ari yang duduk di samping Petang, Petang sendiri duduk di bangku kemudi.

Petang hanya mengangguk. Semenjak memutuskan untuk hijrah sikap Petang mulai berubah, dia benar-benar berusaha untuk menjaga sikapnya pada Sarah, tidak meledek walaupun pada kenyataannya dia sangat ingin meledek Sarah, tidak menjahili padahal dia ingin sekali menjahili Sarah, dan yang terakhir yaitu tidak memandang ke arah Sarah, padahal dia ingin sekali mendengarkan Sarah bercerita sambil memperhatikan wajah Sarah. Dari dulu kegiatan itulah yang sangat dia sukai, walaupun terkadang bosan juga. Sarah itu sangat suka membaca dan bagi orang yang suka membaca tentunya mereka akan mencari teman yang bisa mendengarkan cerita dari apa yang sudah mereka baca. Dan teman bercerita tentang apa yang telah Sarah baca adalah Petang. Sarah memiliki ekspresi wajah yang menarik saat kembali menceritakan sebuah cerita yang telah dia baca. Oleh karena itu ingin rasanya Petang menatap wajah Sarah sambil mendengarkan apa yang akan Sarah ceritakan tapi tentu hal itu tidak bisa dia lakukan. Hingga akhirnya yang bisa Petang lakukan hanyalah menatap lurus ke depan sambil mendengarkan kisah yang mulai Sarah ceritakan.

"Kisahnya bermula saat Yusuf bin al-Husain ar-Razi melakukan perjalanan bersama sahabat-sahabatnya di negara Arab. Ketika sampai ke suatu daerah kekuasaan suatu suku, seorang puteri kepala suku itu melihatnya, lantas tergila-gila kepada Yusuf bin al-Husain ar-Razi yang memang berwajah tampan. Setelah menanti saat-saat yang tepat, akhirnya si gadis dapat menghadang Yusuf bin al-Husain ar-Razi. Dengan tubuh gemetar Yusuf bin al-Husain ar-Razi meninggalkan si gadis dan berangkat menuju perkampungan yang lebih jauh letaknya--

Suatu malam, ketika Yusuf bin al-Husain ar-Razi tertidur dengan menyandarkan kepala ke lututnya, ia bermimpi sedang berada di suatu tempat yang belum dikenalnya. Seseorang sedang duduk di atas sebuah tahta dengan segala kebesaran sebagaimana layaknya seorang raja, di sekelilingnya berdiri pengawal-pengawal berjubah hijau. Karena rasa ingin tahu siapa mereka, Yusuf bin al-Husain ar-Razi menghampiri mereka. Semua memberi jalan kepada Yusuf bin al-Husain ar-Razi dan bersikap hormat kepadanya."

"Siapakah kalian?" Tanya Yusuf bin al-Husain ar-Razi.

"Kami adalah malaikat-malaikat, dan yang duduk di atas tahta itu adalah Yusuf as. Ia datang berkunjung kepada Yusuf bin al-Husain ar-Razi."

Yusuf bin al-Husain ar-Razi tak dapat menahan air matanya dan berseru, "Siapakah aku ini sehingga Nabi Allah sendiri telah datang untuk mengunjungiku?"

Yusuf as. Turun dari tahtanya dan merangkul beliau. Kemudian Nabi Yusuf as. mendudukan beliau ke atas tahta nya.

"Wahai Nabi Allah, siapakah aku sehingga engkau sedemikian baiknya kepadaku?"

Yusuf as. Menjawab, "Ketika gadis jelita itu menghadangmu tetapi engkau menyerahkan diri kepada Allah dan minta perlindungan-Nya, Allah menunjukan dirimu kepadaku dan para malaikat ini. Dan Allah berkata kepadaku, “Lihatlah wahai Yusuf! Engkau adalah Yusuf yang berahi terhadap Zulaiha dan menolaknya. Tetapi dia ini Yusuf yang tak berahi terhadap puteri seorang raja Arab dan melarikan dirinya." Allah sendiri mengutusku beserta malaikat-malaikat ini untuk mengujungimu. Dia sampaikan kabar gembira padamu bahwa engkau adalah salah seorang di antara manusia-manuisa kesayangan-Nya. Di dalam setiap zaman ada seorang penunjuk jalan. Penunjuk jalan pada zaman ini adalah Dzun Nun al-Mishri. Dia telah mengetahui yang terbesar di antara nama-nama Allah. Pergilan kepadanya."

Ari dan Petang yang tanpa sadar menahan napas selama mendengarkan kisah Yusuf bin al-Husain ar-Razi yang diceritakan oleh Sarah, menghembuskan napas secara perlahan saat Sarah menghentikan ceritanya padahal cerita itu belum sampai klimaksnya.

"Kenapa udahan. Gue yakin ceritanya belum sampai ke puncaknya?" tanya Petang.

"Nanti kalian baca sendiri saja. Ceritanya panjang banget. Intinya buat kalian jagalah pandangan kalian dan nafsu kalian sebagai laki-laki agar kalian menjadi hamba yang dicintai Allah," jawab Sarah tanpa mengalihkan matanya dari seorang kakek tua yang sedang berjualan Al Qur'an, "Petang berhenti sebentar ada yang mau gue beli."

"Beli apa Dek?" tanya Ari.

Petang menghentikan laju mobilnya, menepikannya di samping jalan.

"Beli Al Qur'an," jawab Sarah sambil turun dari mobil.

"Beli Al Qur'an?" Ari mengerutkan keningnya, "Di rumahkan dia udah punya. Buat apa beli lagi?"

Karena Sarah sudah pergi menuju Kakek tua penjual Al Qur'an jadi Petanglah yang menjawab, sambil memperhatikan Sarah yang tengah berbicara dengan penjual Al Qur'an melalui kaca spion, "Mungkin buat seseorang, Bang."

"Siapa?"

Petang hanya mengangkat bahunya.

Tak lama Sarah telah kembali ke mobil dengan membawa dua Al Qur'an berukuran sedang.

"Buat apa Dek kamu beli itu? Di rumahkan udah ada?"

"Belum tahu?" jawab Sarah.

Ari dan Petang langsung menatap Sarah dengan tatapan aneh.

"Terus kenapa kamu beli?" tanya Ari, raut kebingungan terlihat jelas di wajahnya.

"Aku beli Al Qur'an ini karena kasihan lihat Kakeknya. Kakek itu udah tua banget. Jalannya aja udah bungkuk, tapi dia masih harus berjuang untuk cari uang. Sedangkan aku yang masih muda, sehat jasmani malah ongkang-ongkang kaki. Makan tinggal makan, mau jajan tinggal minta Abang. Aku malu banget sama Kakek itu."

"Kenapa harus malu? Lo kan nganggur bukan karena lo nggak mau kerja tapi karena emang lo belum dapet kerjaan yang cocok," ucap Petang.

Sarah tersenyum, "Tetep aja. Kayanya selama ini aku terlalu pilih-pilih."

Aku???? Sarah sudah mulai menggunakan aku saat berbicara dengan Petang dan hal itu membuat Petang aneh mendengarnya, padahal tadi masih pake gue kenapa tiba-tiba berubah jadi aku, namun Petang membiarkannya.

"Tawaran jadi guru dari Mama Fio aku tolak, tawaran jadi admin di butik temennya Kak Ari Aku tolak, tawaran dari Papa Hendra buat kerja di kantornya aku tolak, tawaran Mama buat kerja di kantornya Om Wisnu aku tolak, tawaran Kak Satria pun aku tolak," ucap Sarah, menyebutkan satu persatu uluran bantuan dari orang-orang terdekatnya yang dia tolak dengan alasan karena dia ingin mandiri.

"Satria?" Petang menyebut nama Satria yang baru pertama ini dia denger terucap dari bibir Sarah, "Siapa Satria?"

Sarah yang tengah menatap ke arah jendela mengabaikan pertanyaan Petang, hingga akhirnya dijawab oleh Ari, "Calon suaminya Sarah."

Mata Petang langsung membulat sempurna, kaki kirinya reflek menekan pedal rem dalam-dalam. Sampai-sampai Sarah yang sedang melamun sambil menatap ke luar jendela terperanjat dan kepalanya membentur belakang jok yang diduduki oleh Kakaknya.

"Ih sakit," gerutu Sarah sambil memegangi keningnya yang berdenyut.

🍒🍒🍒


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro