Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SI BERUK

Bocah itu ditemukan di sudut tempat sampah sebuah komplek. Muka dan sekujur badannya babak belur. Dia ditemukan meringkuk lemah, pasrah penuh darah. Namun tak menangis. Si pemulung yang merangkap dukun, segera mengangkatnya dengan kehati-hatian tinggi. Bocah itu menjulurkan lidah, seperti anjing, air liur menetes sampai berbusa. Juga bercampur darah. Mukanya bengep. "Duh Gusti, siapa manusia jahanam yang tega menganiaya bocah sebegini rupa. Alamak." Bocah itu kemudian diletakkan di gerobaknya, setelah dibuat sedemikian rupa dengan tumpukan kardus, tempat rebah nyaman buat si bocah. Awalnya si pemulung mengira bocah itu sudah tewas. Dia terengah-engah lemah, hampir-hampir tidak kelihatan gerakan napasnya. Mata batinnya bisa melihat bocah itu masih ada nyawanya. Mungkin sedang proses pencabutan nyawa. Si pemulung mengaku pada diri sendiri bahwa ia yang mengusir malaikat pencabut nyawa. Ia mengusir dengan terlebih dahulu bernegoisasi. Bikin semacam perjanjian. Si pemulung mengambil risiko. "Aku janji, dia akan tumbuh jadi anak yang berguna."

"Jangan sesumbar dulu, lihat saja kondisinya. Tak ada yang bisa menyelamatkannya." Kata si pencabut nyawa.

Si pemulung merangkap dukun itu bernama Ki Kadrun. Ada sebab kenapa ia dipanggil demikian. Dulu waktu masih tenar sebagai dukun penyembuh penyakit, ia menggunakan hewan kadal yang ia klaim ditemukan di gurun Sahara. Ya, ia mengaku pernah ke sana. Kadalnya bentuknya aneh, dari tampangnya saja sudah membuat mulut kering karena panas terik gurun habitatnya. Kadalnya bertanduk. Suatu ketika kadalnya kabur dan dilindas sepeda bocah, lalu mati. Ia jadi tidak bisa buka praktik penyembuhan lagi. Ia lalu melakukan perjalanan batin untuk mengasah kemampuan mistisnya yang lain. Mata batin.

Melalui mata batinnya, Ki Kadrun bisa melihat bocah yang ditemukannya punya keistimewaan. Ada kekuatan besar yang menaungi bocah itu. Menanti untuk diklaim. Ki Kadrun ingin mengawal bocah itu supaya dapat menggunakan kekuatan itu dengan bijak. Kekuatan itu.... kekuatan mistis. Tapi belum ketahuan apa. Misteri adalah yang membuat Ki Kadrun bertahan di kehidupan yang memuakkan penuh manusia-manusia palsu. Ia percaya, segala sesuatu memiliki misterinya sendiri. Terutama yang tak tampak mata. Apa yang tersembunyi di balik hati? Apa yang tersembunyi di balik senyuman janda muda?

Ki Kadrun tak beristri. Sebab ia tak doyan dengan hubungan kelamin. Ia hidup tanpa kasih sayang. Tapi memperlakukan orang lain tetap dengan welas asih. Sebobroknya manusia sekitarnya, mereka tak boleh diperlakukan semena-mena. Termasuk bocah yang sudah dicap oleh si pencabut nyawa sebagai bocah setan, jangan dibiarkan mati begitu saja. "Benar-benar, cilaka orang yang mencelakainya. Kasihan sekali kau bocah. Mukamu bengkak, jadi mirip beruk kau."

Ki Kadrun tak pandai memberi nama. Ia namai bocah itu dengan Beruk. Ia bawa ke rumah dan obati pakai herbal-herbal yang bisa ia olah. Dulu ia pernah belajar penyembuhan secara herbal dicampur dengan mantra-mantra gaib. Mantra gaib yang berisi perjanjian dengan jin. Apa pun caranya, bocah itu mesti hidup. Ki Kadrun melakukan perjanjian dengan jin yang salah, tapi ia tidak tahu itu sampai nanti.

Ki Kadrun merawat Beruk sampai cukup pulih. Memar dan luka sekujur tubuhnya berangsur-angsur menghilang. Ki Kadrun menebak bocah itu baru berusia lima tahun. Bocah itu sudah bisa bergerak. Namun tak bisa bicara. Matanya masih oleng. Jalannya sempoyongan. Ki Kadrun dengan sabar menuntun bocah itu ke mana pun. Mengajarinya banyak hal. Pelan-pelan, dikenalkan ke benda-benda. "Tidak apa-apa otakmu masih sedeng sekarang, siapa tahu kelak kau jadi orang jenius. Aku percaya itu." Ki Kadrun tahu bocah itu kena amnesia. Otaknya mungkin lagi sungsang. Pelan-pelan Ki Kadrun memukul kepala bocah itu penuh sayang. Pakai ilmu ketok magik ia berharap otak bocah itu bergeser ke posisi yang benar.

Ki Kadrun tak punya penghasilan dari profesi dukunnya. Orang-orang tak lagi percaya dengan dukun. Mereka lebih percaya dengan aplikasi dan berita bohong. Ia sudah tua renta, pekerjaan yang pernah dijalaninya semasa muda dulu ia lakukan lagi saja sekarang karena paling mudah. Lagipula, mulia juga memulung itu. Kalau tak ada mereka, siapa yang akan memungut sampah plastikmu? Penghasilannya hanya cukup untuk bertahan paling lama dua hari. Ki Kadrun mengajak Beruk saat memulung. Kasian ditinggal di rumah yang cuma tempelan kardus, seng dan papan triplek pungutan bongkaran rumah.

Muka Beruk lama kelamaan makin mirip beruk sungguhan. "Hehe, pantaslah kau kujuluki Beruk. Itu sampai kau ingat nama aslimu ya. Aku yakin, suatu saat kau akan ingat kembali. Dan kalau itu terjadi, aku pengin ada di sana. Semoga umurku sampai. Jadi aku bisa tahu siapa orang yang tega melukaimu sebegitunya." Ki Kadrun sih menebak itu ulang orangtua Beruk yang tak mau mengurus anak bermuka beruk. Mungkin orangtuanya malu.

"Kau jangan bersedih. Sejelek-jeleknya muka orang, lebih jelek mereka yang berhati busuk dan mereka yang rasis. Itu sejelek-jeleknya manusia."

Beruk hanya menatap Ki Kadrun dengan mata julingnya. Tak menanggapi apa-apa. "Jangan-jangan kau juga budek ya. Hmm. Malang benar nasibmu, Ruk Beruk. Semoga derita yang kau alami, akan menimpa mereka yang melukaimu. Ratusan kali lipat lebih berat. Ah, harusnya aku tak boleh mengutuk orang. Tapi bagaimana yah, aku tak tahan dengan orang yang tega melukai anak-anak. Padahal seringnya aku mendoakan yang baik-baik."

Selama mengurus Beruk, banyak yang disadari Ki Kadrun. Salah satunya adalah indera pengecap Beruk tak berfungsi. Bocah itu tidak bisa membedakan mana yang makanan mana yang bukan. Maka Ki Kadrun selalu hati-hati memberinya makanan. Tangan Beruk tak lepas dari pantauan Ki Kadrun. Karena pernah, arang panas dikunyah Beruk seperti mengunyah brem. Kalau dicek, lidah Beruk tak bermasalah. Tapi entah, mungkin karena otaknya yang bergeser, reseptor rasa jadi tak berfungsi.

Selain makanan, minuman juga mesti diawasi oleh Ki Kadrun. Pernah Beruk meminum obat pembunuh serangga. Untunglah belum begitu banyak ditenggak, dan Beruk tidak kolaps. "Kau tangguh, Ruk Beruk. Kau harus bangga dengan itu. Kau ditakdirkan untuk bertahan."

Pada saat ini Ki Kadrun lupa sama sekali dengan perjanjiannya dengan jin.

Ia lupa kalau umurnya semakin singkat seiring Beruk pulih. Ia telah sadar dan begitu sedih di suatu hari. Badannya sudah dingin dan sudah berhari-hari ia tak memulung. Ia membiarkan Beruk memakan apa pun yang ada di rumah kumuhnya. Di hari terakhir Ki Kadrun hidup, ia mati-matian membawa Beruk ke suatu panti asuhan.

Bahkan ketika Ki Kadrun mengembuskan napas terakhirnya di depan pagar panti asuhan yang tak kunjung dibuka oleh penghuninya, Beruk tak merasakan apa-apa. Iba pun tidak. Tak ada tetes air mata sedih di matanya. Ia menatap bisu Ki Kadrun yang tergeletak tak bernyawa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro