Ketika Cita-Citamu Tak Sesuai Takdirmu (Ep 3)
Apa artinya sebuah nama?
Nama adalah mantra pengikat. Begitu siapapun saling berkenalan, maka mereka akan mengikat satu sama lain. Mengikat menjadi teman, sahabat, kekasih, musuh, orang yang paling dicinta, maupun yang paling dibenci. Begitu kamu menamaiku. Takdirmu akan terhubung denganku. Nama adalah pengikat untuk mengikat takdir antara satu sama lain. Nama adalah benang yang tak terlihat yang mengikat antara hati dan hati. Nama adalah jampi dan pengasih untuk menyatukan cinta dan kenangan. Nama adalah simbol dari sesuatu. Nama adalah pengikat antara dirimu dan masa depanmu. Nama adalah doa. Nama adalah caramu untuk mengingat dan menerjemahkan sesuatu yang tersimpan dalam kalbu. Tanpa nama, sama dengan kesirnaan dan ketiadaan.
Itulah harga yang aku tukar dengan kemampuanku. Aku hanya datang dalam hidupmu dalam dua waktu. Di saat paling sedih dan paling bahagia dalam hidupmu. Setelah itu, aku akan hilang dalam hidupmu. Ketika dua waktu itu telah tunai. Maka nama yang kamu berikan padaku akan hilang dari ingatanku. Takdirmu dan takdirku akan terputus. Kenanganmu terhadapku akan menghilang dari memorimu dan kananganku terhadapmu akan sirna di otakku. Karena aku tak bernama, maka aku tak akan terikat cinta pada siapapun. Tak akan punya perasaan pada siapapun. Ketika takdir kita terputus, maka aku kembali menjadi bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa.
(Makna Spiritual dari Sebuah Nama)
***
"Bagaimana kamu mengenaliku? Aku tidak dalam wujud capung." Kataku.
"Emmm. Entahlah. Aku hanya tau kalau itu kamu." Ujarmu polos.
"Ok aku paham. Karena kamu menamaiku jadi kita terikat. Nama adalah mantra pengikat. Ok ok... Ini adalah pertemuan ke dua kita. Berarti ini adalah masa paling bahagia dalam hidupmu?" Tanyaku antusias.
Kamu hanya mengangguk penuh senyum. Aku senang. Wajahmu kini juga lebih berirama dan teduh. Aku rasa inilah kamu yang sesungguhnya. Jiwamu kembali bercahaya.
"Karena ini pertemuan ke dua antara aku dan dirimu. Bisakah kamu menceritakan kisah hidupmu? Apa yang terjadi setelah kepergianku itu?"
"Tentu saja. Aku sudah lama menunggumu. Aku berhutang ucapan terimakasih padamu." Ucapmu dengan tulus.
Kamu bercerita. Sejak tarakhir kali kita bertemu dulu, delapan tahun lalu. Ketika aku pergi setelah memberikan sudut pandangku padamu. Kamu mencoba melakukan saranku. Kamu ikut CPNS di tahun itu. Sungguh kamu tidak percaya. Semua luar biasa. Alhamdulillah. Siapa sangka kamu gagal dalam test CPNS. Hhhhjjjh
Tapi kamu tak sedih, sebab kamu sudah percaya. Jika itu takdirmu, maka takdir itu tidak akan melewati dirimu dan kamu tidak akan melewati takdir itu. Sederhana tapi dalam. (Semoga menginspirasi pembaca). Kamu memang gagal di test cpns. Tapi di sana, di tempatmu test CPNS, kamu bertemu dengan teman semasa SMA. Namanya Afrizal. Kalian pernah sekelas pada kelas sebelas. Dulu Afrizal adalah laki-laki yang kamu anggap kurang sedap dipandang. Tapi pada pertemuan itu, dia nampak berbeda jauh. Dia lebih bersih dan tampan. Sedangkan dirimu? Masih dalam mode buruk rupa.
Kalian bertukar nomer wattsup. Lalu saling bertukar pesan. Kalian menjadi akrab dan dia menjadi tempatmu berbagi keluh kesah. Darinya pula kamu mendapat pekerjaan menjadi guru seni di yayasan tempatnya mengajar. Semua berjalan tidak seperti yang kamu inginkan. Tapi menurutmu tidak masalah. Hidup masih menyenangkan.
Hari-harimu menyenangkan menjadi seorang guru. Masih bisa tertawa dan bernyanyi bersama murid-murid. Tidak pernah merasa sesak meski cita-citamu belum tergapai. Meski di hatimu mendamba menjadi penyanyi termasyur. Tapi kamu lebih ihlas menjadi apa yang ada.
Kita tidak pernah tau akan jadi apa di masa depan. Seorang anak kecil ditanya cita-cita mereka. Ada yang ingin jadi, dokter, supermen, atau pun astronot. Tapi lihat perjalanan ketika mereka tumbuh dan berkembang. Cita-cita mereka berubah seiring perkembangan mereka. intinya tidak berdosa memiliki cita-cita yang hebat. Tapi Allah yang maha kuasa mempunyai alur yang lebih indah.
Suatu pagi, di hari ahad. Hari liburmu tak mengajar. Setelah mandi pagi, kamu rebahkan dirimu di depan televisi. Lalu menekan tombol power pada remote yang kini di genggamanmu. Pagi itu banyak acara berita pagi. Tapi semuanya tentang politik. Kamu jenggah dengan berita itu. Jengah dengar kabar tentang Jokowi, Prabowo, dan Sandi. Lantas jemarimu menari pada tombol remote. Menganti, menganti, dan mengganti saluran televisi. Tidak ada yang menarik. Sampai kamu kaget dengan sebuah tayangan yang menurutmu itu adalah ilham dari Ilahi.
Bagaimana tidak. Kamu terdampar pada saluran CNN yang membahas sesuatu yang sedang viral. Terkejutnya dirimu menyaksikan satu video yang menujukkan gambaran dirimu sedang bernyanyi. Tapi anehnya kamu tak merasa pernah megunggah video apapun.
Usut punya usut. Itu pekerjaan jahil salah satu anak didikmu. Saat dirimu mempraktikan mengkover lagu dari Nike Ardila, berjudul Mama Aku Ingin Pulang. Kamu tak sadar direkam oleh salah satu siswi. Lalu diunggah ke media sosial. Tidak disangka mendapat tanggapan bagus dan viral dari netizen.
Kamu menjadi banyak dikenal dan memutuskan mundur dari pekerjaanmu sebagai guru seni. Kamu lebih memilih jadi penyanyi. Semuanya kini nampak begitu mudah diraih. Kurang dari setahun kamu sudah berjaya. Tidak sedikit penghargaan kamu raih. Bergaul dengan banyak artis yang mengagumi karya dan pencapaianmu. Fisikmu pun berubah drastis. Menjadi lebih cantik. Semuanya sudah kamu raih. Lihat kan bagaimana takdir tak pernah bisa diduga. Kamu sudah sukses. Lalu apa lagi? Apa yang ingin kamu lakukan setelah ini?
Sudah kamu dapati bahwa hidup tak selalu sedih. Tapi tak juga terus bahagia. Siklus selalu berputar. Kesedihan adalah ujian. Kebahagian juga ujian. Kemudian datanglah ujian yang membuatmu bimbang.
Afrizal, temanmu yang setia. Mengajakmu bertemu di sebuah caffe. Kamu kini duduk manis di kursi dekat pintu keluar. Di sampingmu dinding kaca yang transparan yang menunjukkan pemandangan jalanan. Sudah lima menit kamu di sana. Tetapi Afrizal belum datang juga.
"Assalamualaikum Nyonya. Apa aku terlambat?" Ucap Afrizal dengan tersengal karena berlari menemuimu. Kamu pun tau dia berlari tadi. Sebab kamu lihat keringat di pelipisnya.
"Iya. Terlambat lima menit. Harusnya kamu tau Afrizal. Aku sekarang ini artis. Waktuku berharga dari apapun sekarang." Ucapmu serius sambil menekankan intonasimu.
Afrizal terdiam karena merasa bersalah. Lalu kamu tertawa karena berhasil menggodanya. Dia pun sadar telah digoda. Kalian tertawa bersama.
Hari bersama sahabat selalu indah. Lebih berharga dari sekadar tumpukkan uang.
"Sekarang minumlah dulu! Lalu atur napasmu!" Pintamu pada Afrizal. Sebelumnya kamu sudah memesankan minuman untuk Afrizal. Kamu paham betul selera Afrizal. Kamu tau Afrizal suka ke warung kopi tapi tak pernah memesan kopi. Kalau tidak marimas, ya es susu. Kamu paham kalau dia sensitif tehadap caffein. Jadi kamu berinisiatif memesankan Marimas rasa jeruk dicampur susu. Aku tau kamu perempuan miring. Tapi tak aku sangka separah ini.
Kamu memandang Afrizal dengan lucu. Ia seperti sangat haus. Hingga minuman yang kamu pesan tinggal es batu saja di gelasnya. Kamu merasa bangga bahwa bahwa inisaitif tentang Marimas dan susu itu perpaduan yang nikmat.
"Sekarang aku tanya. Apa yang ingin kamu sampaikan padaku? Kamu tidak akan mengutarakan cinta padaku kan?" Ucapmu pada Afrizal.
"Ah (Afrizal terkejut). Jangan GR. Sampai mati pun kau tidak akan jadi pacarku. Amit-amit." Kata Afrizal dengan bergidik jijik.
Entah mengapa ucapannya membuatmu sakit hati. Dalam hatimu mengatakan kalau terkadang bacot Afrizal ini perlu dijahit dengan tusuk gigi.
"Oh gitu." Katamu singkat. "Ya sudah katakan. Aku tidak punya banyak waktu." Katamu kesal.
"Emm. (Afrizal ragu). Jadi yang aku katakan tidak sepenuhnya bohong. Aku tidak ada niat menjadikanmu pacarku. Tapi aku ingin kamu jadi Istriku. Aku ingin mengkhitbahmu. Sebenarnya aku sudah menemui orang tuamu. Tapi kata mereka semua terserah kamu?"
"Apa?" Ucapmu kaget laksana drama india. Seharusnya wajahmu di close up dan diringi latar musik "jeng....jeng...."
Kamu tidak menjawab pernyataan Afrizal. Mulutmu terkatub. Tapi kamu berasa sedang berada di taman bunga. Semua serba indah dan dirimu berasa istimewah. Selama ini semua berjalan begitu wajar. Hanya bersahabat. Menjalani hubungan dengan biasa saja. Tidak ada yang istimewah. Tidak ada kata-kata indah dan pujian. Rayuan pun tak pernah terucap. Tapi semua begitu saja melanda. Sedangkan kamu, memang sudah lama suka. Hanya saja tak berani mengambil langkah. Tapi hari itu berbeda. Afrizal ternyata menyimpan rasa.
"Kamu membuatku takut karena tidak menjawab. Kalau di dalam pikiranmu sejak kapan aku suka padamu. Tepatnya aku tidak tau kapan. Apa aku tidak pantas menjadi imammu?"
Bukannya tidak pantas. Hanya saja kamu terlalu terkejut dengan semua ini.
"Ini semua terlalu mendadak bagiku Afrizal." Katamu pada Afrizal.
"Ah. Benarkah?"
Kamu hanya diam. Membiarkan Afrizal dalam kekhawatiran. Menurutmu di saat seperti ini, Afrizal tak segesit sifatnya yang biasanya. Sekian lama kamu diam membuat Afrizal berkeringat. Ketika kamu hendak mengatakan "bersedia.". Terlebih dahulu Afrizal mengatakan sesuatu hal yang membuatmu bimbang.
"Putri.....Telah aku sampaikan niat suciku untuk mempersuntingmu. Lalu kamu menguji dan membiarkanku dalam kediamanmu." Kata-kata Afrizal cukup memacu jantungmu naik turun.
"Aku paham kita adalah sahabat. Menurutku tidak salah rasaku. Aku menyimpan ini sudah lama. Berharap akan sirna tapi tak aku sangka bertahan lebih kukuh dari karang. Apa kau tau? Tak terhitung bagiku berusaha menyatakan ini padamu. Hanya saja belum mampu mentalku. Hanya untuk mengatakan ini aku harus berlatih berhari-hari." Kata Afrizal begitu dalam. Sampai saat ini dirimu mengigit bibir menahan gejolak yang indah dari lubuk hatimu.
"Karena niatku adalah menjadi imam bagi dirimu. Aku akan katakan semua yang aku inginkan lebih jujur. Biar terang tetap terang. Aku tak ingin ada kegelapan di antara kita." Kali ini tatapan dan ucapan Afrizal begitu serius. Sedangkan dirimu tak sepenuhnya mengerti maksud Afrizal.
"Aku tidak tau apa kamu akan mengatakan bersedia atau tidak. Tapi begini (Afrizal menarik napas). Jika kamu bersedia menjadi istriku. Aku ingin kamu berhenti menjadi artis. Cukuplah kamu menjadi istriku. Layani aku dan besarkan calon anak-anakku. Bisakah kamu melupakan ambisimu? Aku tak suka kamu disorot banyak mata. Bernyanyi untuk banyak orang. Dilihat banyak orang yang bukan mahrommu."
Riak wajahmu seketika padam. Rona merah menjadi hitam. Bunga yang berkembang seketika meranggas. Ucapan Afrizal benar-benar tak masuk akal bagimu.
"Maksudmu apa Afrizal? Kamu kan tau. Ini hidupku. Ini cita-cita yang aku bangun. Egois sekali kamu. Baru belum genap dua tahun aku mengapai impianku. Kini kamu memintaku menghapus semua jejak perjuanganku." Katamu dengan emosi panas.
"Maaf. Aku paham. Tapi jika yang kamu khawatirkan adalah harta. Aku bisa berjuang lebih keras. Aku rasa cukup pendapatanku sebagai PNS. Aku akan lebih giat. Meskipun kini penghasilanmu lebih banyak ratusan kali lipat dariku. Tapi aku akan berjuang. Aku harap kamu bersedia." Ucap Afrizal membujuk.
Kamu sungguh tak menyangka Afrizal mengatakan hal semacam itu. Kamu berpikir bahwa apa yang kamu raih bagi Afrizal adalah soal materi.
"Waw Afrizal. Jadi menurutmu ini hanya soal harta? Ini cita-cita. Aku tegaskan ini CITA-CITA." Katamu sambil mengetuk meja dengan jari telunjukmu. Memberi penekanan pada kata-katamu.
Afrizal menundukkan pandangan. Lalu dengan suara putus asa dan rasa bersalah dia mengatakan "Iya. Aku paham. Maafkan atas kelancanganku. Aku anggap pernyataanmu adalah penolakkan bagiku. Maaf. Sebaiknya aku pergi. Aku tak kuasa lebih lama lagi menanggung malu karena penolakkanmu. Assalamualaikum. Permisi."
"Waalaikum salam." Jawabmu sinis.
Afrizal berlalu pergi. Sedangkan dirimu hanya mendesah bersendakap perih. Wajahmu kamu hadapkan ke samping dinding kaca. Melihat ke arah jalanan yang menunjukkan punggung Afrizal yang semakin lama semakin hilang di tengah keramaian kota. Rasanya perih dan tak terasa air mata menjatuhi pipi.
BERSAMBUNG.........
Assalamualaikum.
Sebenarnya ini juga masih intro pengantar. Cerita ini sebenarnya bukan tentang kisah Afrizal dan Putri. Mereka bukan tokoh utama. Ini masih memperkenalkan secara abstrak si Tanpa Nama itu. Pokoknya nanti lebih fantasi dan lebih drama dari yang dibayangin. Intinya cerita ini gabungan dari jendre fantasi, spirtual, fiksi dan drama yang dikemas sedikit absurt....Jadi mohon dukungan ya.. divote. Syukur-syukur difollow. Ngarep.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro