Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03. Bad Day

Tuk tuk tuk lewat lorong sempit

Tuk tuk tuk Hamtaro berlari

Apa yang paling dia senangi~

***

Sebenarnya, tidak banyak yang berubah sejak Rindang memindahkan semua barangnya dari Kemuning Hills ke Jagakarsa. Kecuali fakta bahwa ia tidak lagi terbangun oleh teriakan Aru atau suara mesin las Ursa. Ia sekarnag terbangun oleh dengkur halus orang lain di sisinya, atau desis minyak di penggorengan, atau, yang lebih parah, oleh bulu-bulu halus dari dagu yang belum dicukur menyapu pundaknya, atau pipinya, membuat Rindang suka melayangkan tendangan bahkan sebelum membuka mata.

Selain semua itu, aktivitas lainnya berjalan relatif normal. Ia masih terbangun cukup pagi, hanya untuk menyelesaikan bacaan fanfiksi-nya yang ditinggal tidur tadi malam. Lalu, setelah mengumpulkan segenap nyawa, ia akan beranjak ke ke kamar mandi. Dapur berada di urutan ketiga prioritasnya. Biasanya, Samudera sering memasak sarapan, dia bilang, itu memang hobinya. Namun ada juga hari-hari dimana Rindang akan bangun lebih dulu, membuka kulkas dengan mata setengah terpejam, lalu mulai memasak apa yang bisa ia masak. Seringnya, nasi goreng, omelet, dan roti panggang. Lalu, setelah menyadari kemampuan masaknya sulit berkembang, ia lebih sering jogging ke warung terdekat demi bubur ayam siap makan.

Hari ini, karena Samudera masih bergelung di tempat tidur, dan ia terlalu mengantuk untuk sekedar berjalan dua ratus meter ke warung bubur ayam terdekat, Rindang memilih berdamai dengan isi kulkasnya. Ia mengeluarkan semua yang dapat diolah, dua butir telur, roti iris, dan ... Rindang mengerjap, berusaha untuk tidak tertidur di dalam kulkas sementara tangannya mencari di kontainer paling bawah untuk sisa-sisa sayuran.

"Kamu bisa masuk angin kelamaan jongkok depan kulkas begitu."

Kalimat itu mengagetkan. Sangat. Hingga membuat Rindang secara refleks berdiri, menyebabkan kepalanya terbentur langit-langit kulkas.

"Kamu nggak pa-pa?" Samudera meraihnya, ikut memegangi kepala Rindang yang berdenyut. Dengan pelan, jemarinya mengelus ubun-ubun Rindang, coba meredakan sakitnya. "Makanya hati-hati, kenapa, sih?"

"Yang ngagetin siapa, ya?" balas Rindang dalam omelan. Ia memejam, efek yang ditimbulkan oleh elusan Samudera di kepalanya tidak hanya menjauhkan denyut sakitnya, namun juga justru membuatnya kembali mengantuk.

Ia menguap, menutup mulutnya dengan punggung tangan.

"Iya deh, maaf. Kamu mau bikin apa, emang? Sini, biar aku aja."

Dalam usahanya coba mengusir kantuk, Rindang menggeleng, mengerjap-ngerjapkan matanya, baru mencerna apa yang Samudera katakan. Ia memperlihatkan dua telur di tangannya serta sebungkus roti, hanya itu. "Nggak tahu mau diapain? Nasi juga abis. Paling... English breakfast? Tanpa sosis, sih."

Samudera meraih semuanya, lalu memanjangkan leher coba menengok apa yang ada di belakang Rindang. "Kayaknya kemaren kotak susu masih penuh. Aku masakin French Toast aja, gimana?"

"French toast!" Nada girang dalam suara Rindang membuat Samudera tersenyum.

"You like that one, right? Dah, sana. Cuci muka dulu."

Sembari mengerutkan hidung, Rindang mengangguk. Masih dengan matanya yang kecil, yang sekarang nyaris tidak terlihat karena masih begitu lengket, Rindang mulai meraba-raba jalannya menuju kamar mandi. Namun di tengah jalan, perjalanannya harus terhalang oleh meja yang tampak.... oke, di jam seperti ini, meja makan yang keras pun tampak menggoda. Rindang menarik kursi, mendudukkan diri, lalu membenamkan wajahnya di atas kedua lengan.

Ia kembali membiarkan alam mimpi menariknya masuk.

Sementara di depan kompor, Samudera sibuk mengocok kedua buah telur, lalu menambahkan susu UHT yang ia ambil dari kulkas, bubuk cinnamon serta sedikit garam.

"Omong-omong kamu nggak lupa, kan, kita hari ini ada rapat? Desain yang aku minta sudah kamu siapin?"

Tidak ada tanggapan. Samudera meletakkan adonannya, lalu meraih bungkusan roti iris yang isinya telah berkurang hampir setengahnya. Dan sembari menunggu mentega yang baruia taruh di atas wajan leleh, ia mulai mencelupkan roti-roti berpotongan tebal ke dalam adonan tersebut satu persatu.

"Lin, kamu mau berapa rotinya? Aku paling mau ambil dua, kamu tiga cukup? Atau mau em─"

Gerakannya terhenti begitu ia menoleh, melihat Rindang mendengkur halus dengan kepala menelungkup. Samudera menggeleng. Seberapa banyak pun ia ingin membangunkan wanita itu sekarang, ada urusan yang lebih penting. Wajannya sudah panas, mentega telah cair, ia pun mulai memasukkan sepotong roti yang telah direndam dalam adonan telur ke atas wajan. Tidak menunggu lama hingga roti berwarna kecokelatan di kedua sisi. Ia mematikan kompor, memindahkannya ke piring, lalu membawanya kepada Rindang.

"Kamu bisa sakit punggung loh, tidurnya begitu," tegurnya, yang dibalas gumaman mengantuk oleh Rindang.

Namun, Rindang menolak untuk bergerak. Bahkan ketika ia merasakan jemari Samudera menyentuh lehernya, menyisir rambutnya. Pria itu, pria yang sekarang menyandang status suaminya itu mengumpulkan helai rambut yang sekarang sudah sedikit lebih panjang dari biasanya, menyentuh pangkal leher.

"Ngantuk banget?" tanya pria itu, mengikat rambut Rindang menjadi satu kunciran pendek.

"Hmm, " Rindang membalas, menolehkan kepalanya ke sisi namun masih berlum bersedia mengangkatnya. "Boleh, nggak, hari ini nggak masuk dulu?"

"Enggak boleh. Hari ini kita ada rapat, Nyonya."

"Aku setuju aja semuanya."

"Ey, rapatnya juga belum dimulai. Emang kamu tahu nanti mau bahas apa? Kalau nanti isinya peraturan untuk melarang peredaran martabak di dalam York, kamu mau apa?"

Rindang membuka mata, mengerutkan hidungnya, mendengkus, lalu kembali memejam. Bahkan ancaman sedemikian dahsyat belum berhasil menjauhkannya dari rasa kantuk. "You won't do that," gumamnya.

"Tsk. Rendang?"

Tidak ada jawaban.

"Bubble?'

Rindang mendengkur halus.

Sepertinya memang tidak ada cara lain. Jika cara halus tidak bisa, Rindang memang sesekali perlu diperlakukan kasar.

"Oke, ini kamu yang minta, ya, Lin."

Samudera menegakkan tubuhnya, berjalan kembali ke kulkas dan kembali dengan satu kotak stroberi dan satu botol madu. Tangannya cekatan memotong-motong stroberi dan menyiram French Toast-nya dengan madu. Hal yang selanjutnya ia lakukan begitu kejam, setidaknya bagi Rindang.

Ia mendekatkan piring itu ke dekat hidung Rindang, mengipas-ngipaskan tangan agar aromanya sampai ke tempat tujuan, lalu mengedarkan piring itu di sekitar wajah Rindang seperti orang yang sedang berdoa. Ini adalah cara terampuh yang ia tahu dapat membangunkan wanita itu.

Hingga Rindang mulai tergerak oleh aroma yang menari-nari di indera penciumannya.

Samudera tersenyum puas begitu wanita itu mengangkat kepalanya, mengerjap-ngerjap. "Udah bangun?"

"Aku mimpi makan French Toast barusan."

"Bukan mimpi kalau kamu mau bangun."

Sepotong French Toast lengkap dengan potongan stroberi dan madu itu berada di depannya, di depan hidungnya. Membuat Rindang secara otomatis mengulurkan tangan. Namun sebelum ia mendapatkannya, dengan senyum jahat di bibir, piring itu ditarik Samudera kembali. "Ini punyaku. Punya kamu tuh, belum dimasak, masak sendiri, ya. Ini aku mau nyiapin buat rapat dulu, soalnya."

Wait, what?

Kedua mata Rindang seketika membulat. Dengan sigap, ia menarik kemeja Samudera, mencegah pria itu meninggalkannya.

"Tapi.... Samuuuudddd." Ia merengek, memasang ancang-ancang untuk mengeluarkan jurus mata anak anjing yang biasanya, akan berguna.

Namun seolah tahu rencana busuk itu, Samudera menutup kedua mata Rindang dengan telapak tangan. "No, Bubble, No. Hari ini kamu masak sendiri, tinggal taruh di wajan, oke?"

"Ngantuuuukkk."

"Yaudah mandi dulu biar nggak ngantuk. Atau mau dimandiin?"

"Emangnya kucing!"

Tawa Samudera membahana setelahnya. Bahkan setelah sosoknya pergi meninggalkan dapur, membawa serta aroma yang berhasil menyingkirkan rasa kantuk Rindang untuk sementara.

Makhluk biadab!

***

Hold up! Aku tahu ini agak pendek, hehe.

Seharusnya part ini lebih panjang. Tapi ada mati lampu dari pagi/siang dan batre laptop udah mau abis. Daripada nggak sempat publish semua, yaudah post yang ada dua. Daripada ditunda terus. The other part menyusul, ya.

Btw enak banget kayaknya French Toast.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro