Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Supersoul!

Demonstrasi anti pemerintah kembali lagi, ini sudah hari ke-enam, rombongan kami yang dipimpin oleh Dewi melewati sebuah jembatan penyebrangan jalan, di jembatan penyebrangan jalan itu terpampang baliho iklan pembersih lantai, "Super Soul! Super Soul!" Teriak para mahasiswa sambil menirukan gaya sedang mengepel lantai. "Super soul!"

Super Soul yang diteriakan Mahasiswa adalah nama merek cairan pembersih lantai yang ada di baliho itu.

Kami mulai bergerumbun disebuah jalan yang dijaga oleh beberapa polisi lalu lintas, ada sebuah pangung orasi yang didirikan sebuah partai, terdengar mereka berorasi dan meneriakan selogan anti pemerintah, mereka berteriak seperti penjual sayur di pasar, "Sayuur! sayuur! Bapak Ibu sayuur!" dengan suara has nyaring dan cempereng, itu sebuah momen berharga tentang mempelajari seni promosi.

Para politisi dan elite partai hanya memperalat kami para mahasiswa dan rakyat miskin untuk ambisi, mau pro atau kontra mereka sama saja. Kami ragu, apakah mereka memiliki idiologi, kami rasa ini hanyalah masalah kepentingan siapa ikut siapa, dan jadi apa nantinya bila semua orang sudah naik dan dapat bagian. Sedangkan kami hanya mahasiswa yang bukan siapa-siapa, bagaimanapun hasilnya, nama kami tidak akan disebut, ada sebuah lagu yang entah mengapa sangat mewakili perasaan kami.

Kami para demonstran mahasiswa,

Halaman buku-buku terbuka ditiup angin,

Dalam perjuangan jalanan ini,

Kami melihat matahari tenggelam.

Jadi mengapa kami masih ikut? Intinya karena kami kecewa, jadi aksi demo bukan karena ingin dikenal atau ikut-ikutan, melainkan rasa marah, sangat sederhana bukan.

Terlihat sebuah mobil dan ada juga motor gosong bekas dibakar masa dipinggir jalan, pemerintah mulai bergerak, para mahasiswa berbisik-bisik mungkin setelah ini militer akan turun atau antek-antek asing akan bergentayangan, mungkin juga akan ada gerakan yang lebih kuat entah kubu kanan atau kubu kiri, namun yang paling kami khawatirkan adalah kemunculan petrus.

Seorang politisi tidak tahu malu berorasi disekitar wilayah Senayan, "Ini Indonesia, sudah mendarah daging disini," katanya sok nasionalis, padahal itu kata-kata terakhir seorang mahasiswa empat hari yang lalu.

Empat hari yang lalu polisi semakin banyak, mereka maju dengan pentungan dan perisai, mereka mengejar kami para mahasiswa yang sudah kocar-kacir berlarian menyelamatkan diri, tapi beberapa mahasiswa nekat menghadang polisi, itu mereka lakukan untuk menghambat gerakan para polisi yang berusaha menangkapi kami. Seorang mahasiswa maju setelah melepaskan jas almameternya dan mengibarkan bendera merah putih, mahasiswa itu menganghadang polisi dan berteriak, "Ini Indonesia bung! Sudah mendarah daging disini!" kata sang mahasiswa sambil menunjuk kearah dadanya, waktu itu aku dan Husain sudah mundur cukup jauh, terdengar suara tembakan di arah depan. Husain berbisik kepadaku, "Petrus bergerak," esok harinya sang mahasiswa dikabarkan tewas, pihak media mengumumkan si mahasiswa tewas karena lemparan batu sesama mahasiswa.

Kembali ke demo Mahasiswa siang ini, aku menghentikan langkahku di sebuah warung kecil, disana aku membeli coklat payung dan waper coklat, aku juga beli es fanta, saat sedang bayar muncul Bela dengan sebuah kursi roda yang didorong oleh seorang Mahasiswa, aku melihat ke arah Bela dan menyapanya, "Hai bela," namun Bela tidak menghiraukanku, dia asik bercanda dan tertawa dengan mahasiswa itu, padahal waktu itu kami bersebelahan dan jarak kami sangat dekat, apa kaulupa denganku kawan? Aku tidak mungkin salah orang.

Aku memberikan es fanta pada Dewi, "Gila hari ini panas," kata Dewi sambil menyapu keringat di pipinya.

"Iya," jawabku sambil melihat kebelakang, aku penasaran yang tadi bertemu denganku pasti Bela.

Aku terkejut saat Dewi menyengol bahuku, dia berbisik, "Katanya Amel menembakmu, apa sudah diterima," aku hanya mengeleng sambil melihat kebelakang, aku benar-benar penasaran, itu benar-benar Bela, "Bagus," kata Dewi sambil tertawa.

Aku terus melihat kebelakang dan melihat langsung sosok perempuan yang berada di kursi roda itu, dia benar-benar Bela, benarkan, aku tidak mungkin salah orang, aku lambaikan tanganku kearahnya, "Hai kawan, masih ingat denganku," aku berkata di pikiranku saat melambaikan tangan, tapi dia melihat, namun begitulah, Bela kelihatanya pura-pura tidak melihat, pasti ada alasanya, tapi yang penting dia sehat-sehat saja.

Kami mulai berjalan dan entah siapa yang memulai, tiba-tiba rombongan kami berjalan sambil menyanyikan lagu 'Rasa Sayange.' Hari ini terlalu banyak lagu, dan terlalu banyak emosi, hari ini serasa semua hal yang terjadi sangat lah emosional.

Di kelas Bahasa Inggris Tarapan, dosen kami menanyakan tentang kata yang tepat untuk demonstrasi mahasiswa yang kami lihat.

Aku melihat Amel memejamkan mata, mungkin dia sedang membayangkan sesuatu. Aku mencoba memejamkan mata, mungkin dengan hal ini aku dapat memilih kata yang tepat untuk aksi demonstran mahasiswa, namun aku tidak mendapatkan apa-apa. Saat aku membuka mata, sang dosen sudah berdiri di sampingku dan menepuk bahuku.

"Apa sudah mendapatkan kata yang tepat?" kata sang dosen.

"Gelap gulita," saat aku memejamkan mata, hanya suasana gelap aku rasakan.

"Drakness (kegelapan). Bapa kira, kamu akan memilih kata frenship (persahabatan), atau solidarity (solidaritas). Seperti Husain, dia memilih kata refrom (pembaharuan). Mengapa harus Drakness?" Disaat dosen kami berbicara, Julius melihat kearahku sambil tersenyum licik. "Julius, kata apa yang kamu dapat?"

"Fool (goblok)," katan Julius sambil melihatku. Kurang ajar! kau yang goblok!

Di minggu yang lalu dikelas ini, dosen kami mengajarkan beberapa kata romantis di dalam bahasa Inggris, yang paling aku ingat adalah kata eternity (kekekalan). Apakah drakness termasuk kata romantis? Apakah gelap gulita adalah kata teromantis dalam bahasa Indonesia? Tentu bukan.

Gelap gulita adalah gambaran ketakutan yang menghantuiku dari dalam diri. Aku hanya orang kampung udik, yang tidak terlalu hal-hal sosial bahkan mungkin tidak tahu, seperti pisikologi atau para pengamat sosial di masyarakat. Melihat langsung beberapa kali bentrokan, membuatku teroma, rasa teroma itu ada di kepalaku, seperti kawat kail pancing yang menyangkut di tengorokan ikan, rasa teroma itu menyangkut di otak dan menjadi penyakit pikiran. Kadang saat menghadapi dan merasakan bentrokan, aku sangat ketakutan, ingin rasanya segera lari menyelamatkan diri seperti tikus, tapi aku terlalu takut untuk lari. Sulit untuk melarikan diri saat kita sadar, bahwa kita tidak punya harapan dan tempat untuk lari.

Kau tidak diijinkan lari atau mengibarkan bendera putih, selama bos terakhir belum di kalahkan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro