
Sempai Jumpa Lagi Sayang
Sudah jam 12 siang di hari terakhirku di Jakarta, aku duduk diruang tamu menunggu waktu juhur, terdengar suara jarum jam berdetak seperti detak bunyi timer pada bom waktu, suara angin bertiup, suara daun bergesek dan berjatuhan, suara cicak yang sedang merayap di dinding, suara kelakson mobil yang terus-menerus dibunyikan salah satu warga di perkomplekan ini, itu karena ada seekor bebek duduk manis ditengah jalan, si pengedara mobil sangat berani mengambil tindakan untuk menghadapi masalah karena tidak bisa lewat, ada bebek ditengah jalan, tapi beginilah mereka, begitu awam menyelesaikan masalah dengan cara mudah, dia seharusnya turun dari mobil dan memberi tanda dia ingin lewat dengan si bebek, cukup dekati saja, si bebek pasti akan pergi, tapi kelakson itu terus dipencet.
Aku mulai memikirkan Neji-kun, "Ya Tuhan, aku mencintainya," kata itu muncul dipikiranku, ada perasaan panas dan dingin yang muncul di dalam diriku, aku merasa ada sesuatu yang memaksaku pergi menemui Neji-kun, ada sesuatu di otakku yang menjerit, "Kauharus menemuinya sekarang!" suara jeritan itu. Aku tidak punya pilihan, aku tidak bisa membantah, aku mengakuinya, aku jatuh cinta kepada seorang wanita yang tidak pernah aku lirik dan aku perhitungakan, Neji-kun aku benar-benar ingin memilikimu selamanya.
Saat aku berdiri untuk pergi ke asrama putri Neji-kun muncul di depan pintu asarama, matanya bengkak dan rambutnya yang pendek beberapa jatuh di dekat matanya, aku melihat bibirnya bergetar, dia berdiri sambil memegang jaket coklat pemberianku. Aku langsung mendekatinya, "Ambil," katanya sambil menyibak rambutnya yang jatu menutupi matanya. "Aku tidak bisa menerimanya, jaket ini akan membuatku terus mengingatmu, apa kauingin menyiksaku?"
"Tapi ini untukmu," aku berusaha meyakinkannya.
"Tidak!" Dia membentak dan pergi meningalakanku.
Aku mengejarnya dan menangkap tangan Neji-kun, "Dengarkan aku dulu, ada yang ingin aku jelaskan."
"Aku ada urusan!" katanya sambil menghentakan kaki seperti anak-anak yang ngambek,
"Aku akan melamarmu," kataku malu-malu, "Tapi setelah kamu menyelesaikan kuliah."
"Hah!? Kau sudah gila ya."
"Aku akan melamarmu setelah kuliahmu selesai, jadi sementara kaumenyelesaikan kuliah, aku bisa mencari kerja dulu sambil menunggumu," kataku padanya yang tidak percaya aku melakukan itu, dia melihatku dengan mulut menganga dan matanya yang bengkak itu melotot, "Kalau kaumau aku minta alamat rumahmu dan nomor telpone, tapi bila kau menolakk, aku tidak akan marah. Keliahtanya aku sudah jatuh cinta padamu, maafkan aku."
"Untuk apa minta maaf?" Katanya sambil mengigit bibir, "Banyak wanita yang pantas untumu, mengapa kaumemilihku? Apa tidak salah? Pernikahan itu untuk selamanya, apa kau tidak menyesal?"
"Tapi kaukan sahabat baikku, sahabat yang aku cintai."
Dia terdiam cukup lama sambil melihat kebawah, aku merasa dia masih ragu, lalu dia melihatku dari ujung kaki sampai kepala, "Ya Tuhan, jadi ini kah yang nantinya akan menjadi suamiku? apa aku sedang bermimpi?" katanya sambil menangkap pandangan mataku, "Sebenarnya aku ingin meninjumu, memukulimu sampai mati," dia melihatku dengan tatapan tajam yang licik, "Kauini memang playboy, playboy sepertimu mau melamarku? Kaumimpi ya?"
Sekarang aku mengerti, Neji-kun hanya mengangapku teman, tidak lebih dari teman, tapi aku terlalu jauh berpikir dan salah paham. Aku melihat telapak tanganku, ada garis-garis disana, ada yang tipis dan yang tebal, ada yang panjang dan ada yang pendek, aku merasakan denyutan di garis-garis itu, sesuatu yang memberi tahu bahwa cinta dan takdir sudah menghempas kehormatanku, aku marah pada diriku sendiri, "Apa kau sudah puas wahai dirirku?! Sudah sangat sering kau mepermalukanku! Enyahlah! Aku tidak mau lagi bicara denganmu!"
Aku menghelan nafas dalam-dalam dan mencoba tersenyum, mataku mulai bengkak, tapi aku sudah biasa menahan air mataku agar tidak jatuh, aku sudah terbiasa menahan kesedihan, aku sudah terbiasa menerima dan menyembunyikan semua kepahitan ini, aku sudah terbiasa menahan kemarahan dan kesedihan secara bersamaan. Aku tahu ini sulit, jadi aku tersenyum pada Neji-kun, sebuah senyuman untuknya tanpa memperlihatkan gigiku, karena ini adalah senyum perpisahan, selamat tinggal wanita sekaligus sahabat yang membuatku jatuh cinta, selamat tinggal untuk selamanya.
Aku mengambil jaket coklat itu yang diletakan Neji-kun dilantai, aku berjongkok dihadapanya. Pergilah kemana cinta membawamu, lagi pula semua sudah berakhir di Jakarta, cinta dan revolusi sudah mati!
"Kaumarah padaku? Apa kau menyalahkanku?"
"Tidak, tidak apa-apa, tenang saja kawan," kataku menujukan wajah yang ramah padanya, "It's oke."
"Terimakasih sudah mengambilkan jaket kesayanganku," kata Neji-kun yang mengambil jaket coklat itu dari tanganku, dia mengengamkan tangan kanannya dan memukulkanya dengan pelan kedahinya, "Tahu tidak... Aku juga jatuh cinta padamu," katanya dengan gampang sekali, tapi insting non-blokku merasa di sedang bohong, dia hanya ingin menghiburku.
"Terimakasih."
"Tapi sebaiknya kau harus tahu keadaanku dan siapa aku sebenarnya," kata Neji-kun dengan wajah serius membuatku hampir menjerit. Keadaan yang sebenaranya dan tentang siapa dia, mungkinkah Neji-kun sudah ganti kelamin menjadi laki-laki, ya Tuhan ampunilah aku.
Dia memiringkan tubuhnya seperti sedang bingung, "Kau playboy kurang ajar! Apa yang sedang kau pikirkan? Apa tentang hal yang mesum-mesum? Asal kautahu ya, aku ini masih perawan, dan kau satu-satunya playboy bodoh yang pernah menyentuhku, sumpah demi Tuhan kau yang pertama!"
"Aku kira... Anu... Kausudah ganti kelamin," kataku cengengesan sambil mengaruk kepala.
"Dasar bodo! Aku bersyukur jadi cewek," katanya dengan marah, kemudian dia memainkan jari-jari tangan di dagunya, "Sebaiknya kau harus tahu siapa aku, tunggu sebentar. Kaupergi jam tiga kan, tunggu ya." Aku hanya diam dan bingung sementara Neji-kun segera pergi berlari kearah asaramanya, apa yang ingin dia beritahu kepadaku, mungkinkah? Mungkinkah dia pernah bercumbu dengan sesama wanita? Kyaaah! Neji-kun! Awas saja, aku akan mengantungmu! kau akan masuk neraka!
Jam menunjukan pukul 3 sore dan mobil yang menjemputku sudah datang, tapi Neji-kun belum muncul, mungkin aku harus menemuinya di asrama putri, hal ini membuatku takut, tapi dia entah dari mana tiba-tiba muncul dibelakang dan meninjuku dengan keras, "Calon suami sialan!" Dia berteriak didekat telingaku. Neji-kun menyerahkan sebuah amoplok, "Baca surat ini bila sudah sampai di rumahmu, di situ aku tulis siapa sebenarnya diriku, semua yang harus kautahu ada disitu, dibaca sampai habis."
"Anu lamaranku?"
"Masalah lamaranmu tenang saja, aku sudah menjawabnya disitu, jawabanku tidak akan merugikanmu."
"Kautidak menolak diriku kan?"
"Manamungkin, aduh nanti baca saja dulu." Semua barang-barang sudah aku masukan ke garasi mobil, jadi kami berdua akan berpisah sementara waktu, Neji-kun memeluk bahuku, "Aku sangat sayang padamu."
"Homoz!" Teriak Edo yang melihat bahuku di peluk Neji-kun, aku melihatnya berdiri sambil minum kopi didepan pintu asrama, "Homoz!" Ejeknya pada kami sambil mengangkat gelas kopinya yang bergambar anak bebek tersenyum.
"Siapa yang homo! Aku cewek bego!" Balas Neji-kun sambil mengepalkan tangannya, "Sialan benar! Suamiku, dia mengira kita pasangan homo."
"Eh maaf, mbak," kata Edo bingung, mungkin dia mengira Neji-kun laki-laki.
"Hasta la vista baby," kataku pada Neji-kun.
"Hah? Apa maksutmu playboy?"
"Sampai jumpa lagi sayang."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro