Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 Syarat

3 tahun berlalu tanpa terasa seperti angin sore yang menerpa wajahku. Nana menelphoen bahwa semester ini dia akan diwisuda, aku minta maaf tidak bisa datang karena pekerjaan yang menumpuk seperti sampah di Bantar Gebang. Tapi awal tahun nanti aku akan datang ke rumahnya bersama pamanku.

Dan di sebuah sore yang beraroma rumput karena baru saja hujan, aku membahas Nana dengan kedua orangtuaku. Ada sedikit masalah, mereka ingin melihat foto Nana dan aku tidak punya, aku hanya bisa mengambarkan orangnya, "Rambutnya pendek, matanya hitam, kulitnya sedikit coklat tapi bersih, dan bla bla bla... bla," kedua orangtuaku saling berpadangan dan memutuskan tidak tahu harus bagaimana kalau belum melihat orangnya, "paling tidak kami melihat fotonya."

Bulan Juli aku memutuskan pergi sendirian ke Surabaya, ini kedua kalinya aku datang ke Surabaya. Saat aku sampai di kota ini aku langsung menuju terminal Bungurasih dan dari sini aku menuju ketempat Neji-kun. Aku memasuki daerah menuju rumah Dewi berada, disini sudah jauh berubah, jalanan sudah di aspal dan perumahan ada dimana-mana. Banyak bangunan baru namun rumah Dewi bisa dengan mudah aku temui, ada sebuah pohon nangka besar di depan rumahnya, waktu pertama kali aku datang ketempat ini di acara pernikahan Dewi, aku melihat banyak sekali tupai memanjat di pohon ini.

Aku mengetuk pintu rumah Dewi, aku kesini karena Nana masih tinggal disini bersama Dewi dan kedua orang tuanya. Saat ini hari minggu dan aku datang tanpa memberi kabar, pintu terbuka dan terlihat Riki membukakanya, aku kaget dan Riki juga kaget, kami berdua berpelukan karena bertahun-tahun tidak bertemu, ada sebuah rasa emonisonal yang penuh nuansa nostalgia antara Mahasiswa non-blok dan Asdus mesum.

"Wah! Dari mana kautahu aku tinggal disini? Mana yang lain kawan," tanya Riki padaku.

Tiba-tiba Dewi datang dari arah dalam rumah, aku sampai kaget, Dewi payah! Dia menghiyanati cintaku dan nilai-nilai revolusi yang luhur, dia lebih memilih Riki dari pada cinta kami dan revolusi, aku masih membencinya, "Dia datang bukan untuk kita," kata Dewi berbicara langsung melihat kearah mataku, "Dia datang mencari Nana," Dewi berkata dengan nada kesal.

"Memang ada apa dengan Nana?" Tanya Riki.

"Mereka pacaran," balas Dewi.

"Oh pacaran jarak jauh," kata Riki, dia mulai mengaruk kepala seakan kepala itu penuh kutu, "Ada-ada saja, dasar kauantek barat."

"Aku ini non-blok, bukan barat juga bukan merah, jangan samakan aku dengan Husain dan Adit," jawabku dengan kesal, enak saja aku bukan antek barat.

"Kalaukau ingin menemui Nana ikuti aku," kata Dewi dan aku mengikutinya, kami berjalan ke luar rumah tanpa menghiraukan Riki, Riki melihat kami dengan perasaan aneh, aku jadi merasa bersalah, maafkan aku, kawanku yang mesum. "Kaubenar-benar bodoh sampai mau datang kesini, rupanya kauserius dengan adikku dari pada dengan diriku dulu, ku tinggal nikah malah berkhiyanat," tentu saja, siapa yang mau mengharapkan cinta istri orang, aze gile! Dewi tiba-tiba menarik lengan bajuku dan berbisik, "Aku belum bisa melupakanmu."

"Kausudah menikah," balasku.

"Kauyang salah, kauini keras kepala, berapa kali aku mengajakmu supaya bersamaku, coba ingat, sudah sering aku mengajakmu hidup bersama, tapi kauyang tidak mau," kata Dewi sambil melotot, dia akhirnya menghelan nafas panjang dan berkata pelan sambil melihat kearah Riki yang berdiri di depan pintu, "Aku punya usul," katanya pelan sekali namun bisa aku dengar, "Setelah menikah tinggal disini bersama kami, kaubisa tidur di kamar Nana, Riki tidur dikamarku, jadi kita bisa bersama, aku tidak bisa menyerahkan dirimu dengan Nana begitu saja, dia itu anak kecil, kau tahu sendirikan dia itu kekanak-kanakan sekali jadi mana bisa dia mengurusmu, tinggal disini, aku bisa mengurus Riki dan dirimu sekaligus." Kami terdiam cukup lama, "Jangan bilang Nana," katanya sambil melihat kearah mataku, "Adikku ada disana," kata Dewi sambil menujukan arah dalam jalan didepan ruamhanya, "Temui dia didekat jembatan, dia sedang bersama anakku."

Aku berjalan kearah dalam perumahan dan saat aku melirik kebelakang Dewi masih berdiri disana sambil mengigit bibir seakan dia tidak mau momen pertemuanku dengan Neji-kun terjadi, dasar si Dewi payah! Aku mencoba membuatnya kesal, aku mengerakan bibirku tanpa suara dengan maksut berkata, "Aku mencintai Nana."

Dewi mengepalakan tanganya kearahku, rupanya dia bisa membaca gerak bibirku, "Jangan katakana itu lagi didepanku, aku mencintaimu," dia juga ikut mengerakan bibirnya dan gerakanya bisa aku baca.

Aku berjalan di sini di Surabaya di hari minggu di bulan Juli, disini banyak capung, aku suka melihat capung berterbangan. Di ujung jalan aku melihat jembatan kecil dari kayu, aku juga melihat seorang wanita menggunakan jaket berwarna coklat, "Hai, aku kenal denganmu jaket." Seorang wanita berambut panjang dan diikat kebelakang persis sama dengan style Dewi saat kami dulu jadi demonstran, wanita itu bermain dengan seorang anak perempuan yang sangat manis, semanis Dewi.

"Nana," kataku pada wanita itu, wanita itu adalah Nana alias si Neji-kun.

"Aku tahu, aku tahu kauakan datang menemuiku calon suamiku sayang, tapi bukanya tahun depan."

"Aku perlu fotomu untuk di perlihatkan pada orangtuaku," kataku sambil mendekati anak perempuan yang bermain bersama Nana, jadi ini anak Dewi dan Riki, matanya seperti ayahnya dan wajahnya semanis ibunya.

"Namanya Niza," kata Nana meberi tahu padaku.

"Niza ya, anaknya manis."

"Manis, memang manis seperti Dewi, bibirnya mirip denganmu," kata Nana sambil menyipitkan matanya kearahku, aku jadi merasa bersalah.

"Kalau bisa tolong sekalian kenalkan aku dengan orang tuamu," kataku mengalihkan pembicaraan.

"Boleh," jawab Nana sambil meninju bahuku, "Tapi ada dua syarat, kauharus mau bila masih ingin menikah denganku, bila kautidak mau, maka batal."

"Eh, kaumemanjangkan rambutmu ya?" Kataku keceplosan saat melihat rambut Nana yang hitam dan panjang, dulu rambutnya pendek seperti laki-laki.

"Kausuka wanita rambut panjang kan?"

"Iya," kataku cengengesan.

"Tahu tidak mengapa rambut ini aku panjangkan?" kata Nana sambil mendekat kearahku, dia meninjuku dengan keras tanpa ampun dan berteriak, "Supaya kautidak berselingkuh dengan kakaku!"

"Apa maksutmu?"

"Sarat pertama, berjanjilah kita akan tinggal jauh dari Dewi, bawa aku kemana saja, atau bawa aku ke kotamu, bila kita dekat dengan Dewi, aku sangat yakin kalian akan selingkuh."

"Selingkuh apanya?"

"Kaujangan bohong, kalian berdua licik, kalian berdua masih saling mencintai, aku tidak rela seumur hidupku, kaumemang bodoh,"kata Neji-kun sambil menangis.

"Baik, baik aku setuju, aku berjanji," kataku berusaha menenangkan Nana yang tiba-tiba menangis, aku takut dia ragu padaku dan membatalkan rencana pernikahan kami.

"Tolong jangan pernah menyentuh kakakku, aku mohon jauhi dia."

"Aku berjanji, kita akan tinggal jauh darinya," aku sangat takut Nana membatalakan rencana kami karena tidak memepercaiaiku.

"syarat kedua, setelah kita menikah bawa aku ke temapat kita dulu, tempat yang ada waduknya, aduh! Aku tidak tahu nama tempatnya," katanya terlihat pusing memikirkan tempat itu.

"Bisa kok, kita nanti kesana, aku masih ingat tempatnya."

"Iya!" katanya sambil meninju bahuku dengan keras sampai aku terkejut, "Yang itu, bawa aku kesana, aku belum puas memelukmu, kaujuga jangan minta cepat-cepat pulang," kata Nana sambil memeluk bahuku. Kami kemudian berjalan menuju rumahnya, kami berjalan dan aku mengendong Niza sementara Nana memeluk bahuku, "Eh nanti boleh tidak aku memelukmu dari belakang,"katanya dengan mata yang begitu ingin dan begitu cerah, aku baru sadar, ternyata calon istriku ini suka meluk orang.

"Calon istri sayang, boleh tidak aku minta sesuatu."

"Mmm, apapun itu calon suamiku sayang," kata Nana dengan senyuman manis, "Aku tidak bohong, katakana saja, apapun yang kaumau bila bisa aku lakukan, akan aku kabulkan sayang."

"Boleh tidak, jangan pangil aku playboy," aku ini non-blok.

"Mmm, begitu? Itu saja ya?," dia melihatku dan mengeleng, "Hmm, tidak mau, kau sayangku akan selalu aku pangil playboy." Aku jadi sedikit pusing.

Kami terus berjalan, sementara diatas kami banyak sekali capung berterbangan, aku jadi ingat pertama kali duduk berdua denganya disebuah kursi panjang dipingir lapangan bola waktu itu. Aku jadi teringat lagu yang kami dengar waktu itu.

Just like me, they long to be, close to you...

***Selesai***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro