Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

27


Tentu saja semua orang menginginkan kebahagiaan akan tetapi terkadang kita terlalu jauh melangkah untuk mencari kebahagiaan tersebut tidak menyadari bahwa sebenarnya sudah ada di dekat kita. Atau mungkin kita tidak memiliki keberanian untuk melangkah dari zona nyaman untuk memilih kebahagiaan itu sendiri atau bisa saja rasa takut yang terlalu berlebihan untuk menentukan sebuah pilihan. Terkadang aku meerasa terlalu banyak hal yang menjadi hambatan untuk meraih sebuah kebahagiaaan. Bisa saja sebenarnya kitalah pelakon utama hingga masalah yang seharusnya sepele malah menyulitkan.

Katanya tujuan dari cinta itu adalah membahagiakan apabila kita tidak merasakan kebahagiaan itu sendiri maka maaf saja sejujurnya itu bukanlah cinta. Aku rasa kalimat itu benar adanya, selama ini mungkin aku terlalu di butakan cinta tanpa memikirkan apa yang sesungguhnya ku rasakan. Aku terlalu tergila-gila padanya hingga terlalu egois rela melukai diriku yang sesungguhnya meginginkan kebahagiaan.

Saat aku mendengar dia memanggil namaku sekuat mungkin aku berusaha untuk mengacuhkan dia. Bukannya aku ingin membalas dendam atas segala sikapnya yang dulu hanya saja aku tidak ingin tanpa sadar melukainya nanti. Kenapa baru sekarang dia menunjukan kegigihannya kenapa bukan saat aku mengutarakan perasaanku dulu. Rasanya aku terlalu tega bila terus menghindarinya mungkin ini waktunya untuk menyelesaikan semua masalah di antara kami. Lagipula tidak ada gunanya bila aku menghindarinya biar bagaimanapun dia pernah mengukir kata cinta dalam hatiku dan dia memperkenalkan padaku bagaimana rasanya cinta.

"Ada apa lagi ka'..??" aku berusaha selembut mungkin berusaha menghilangkan rasa takut yang jelas tergambar dalam raut wajahnya

"Ta aku minta maaf" dia hanya menunduk dengan jari yang sibuk memilin ujung bajunya sebuah kebiasaan saat dia berusaha menghilangkan rasa gugupnya

"Ka' tanpa minta maaf pun aku sudah maafin kamu" apa yang kukatakan padanya memang benar adanya itu bukanlah kata hiburan semata. Pasti rasa kecewa ada namun aku tidak pernah memiliki rasa benci sedikitpun padanya

"Ta aku mau kita seperti dulu!" mendengar pintanya tentu saja aku merasa sangat senang

"Kalau itu mau kakak kita masih bisa kok berteman lagi jalan bareng atau kumpul bareng" senyum begitu saja terukir di bibirku

"Ta bukan itu maksudku aku mau kamu kembali......" aku tahu pembicaraannya akan mengarah kemana, aku segera memotong pembicaraanya dengan meletakkan jari telunjukku pada bibirnya yang bergetar

"Husss.....please ka' jangan bahas itu lagi..." ucapku dengan jari telunjukku yang masih bertengger di bibirnya

"Tapi..." dia megang jariku dengan lembut kemudian menyampirnya dari bibirnya mengisyaratkan masih ingin mmbuka suara

"Ka' aku akan menyebut diriku munafik bila aku mengatakan kalau perasaan itu telah sirna...tapi." aku menatapnya berharap dia membalas tatapanku agar dia dapat mengerti apa yang kuucapkan betul-betul tulus dari lubuk hatiku yang paling dalam

"Tapi kenapa Ta.." dengan nada yang lebih ditekan dia memotong pembicaraanku seakan tidak sabar

"Maafkan aku kak" aku langsung merengkuhnya dalam pelukanku sementara dia hanya mematung tanpa membalas pelukanku. Seperti de javu saat aku mengutarakan perasaanku dulu kali ini aku kembali membuatnya menangis. Aku makin mempererat pelukanku rasanya sangat berat untuk menyelesaikan ucapanku.

Rasanya sungguh melegakan ketika aku telah mengutarakan segala perasanku pada Andini. Meskipun awalnya sungguh sulit diterima namun pada akhirnya aku berhasil menyelesaikan masalah diantara kami.

"Ade'....!!!" aku berusaha memanggil namanya saat tanpa sengaja aku melihatnya tak jauh dari tempat aku dan Andini berada. Namun dia tetap berlari tanpa mempedulikan teriakanku yang aku yakin bisa memekakkan telinga. Rasanya aku terlalu cepat mendapat balasan daru Tuhan atas perlakuanku tadi pada Andini. Aku menambah kecepatan lariku hingga jarak kami makin dekat apalagi langkahnya sempat terhambat saat dia harus menabrak mahasiswa yang menghalanginya. Tanpa memikirkan orang di sekitar kami yang tentunya akan menatap dengan penuh tanda tanya aku segera meraih tangannya yang akhirnya berhasil kugapai

"Nata..!!" aku tahu dia pasti kaget ketika dia menoleh dan melihat ternyata aku lah yang telah berani meraih tangannya. Dengan cepat dia segera menepis tanganku namun tidak mau kalah aku makin mengeratkan genggamanku. Aku tak ingin mmbiarkan dia pergi begitu saja

"Tolong tinggalkan aku!!" mendengar suaranya yang serak aku yakin dia pasti sudah menagis. Dengan pelan aku melepaskan genggamanku rasanya hatiku sangat sakit bukan karena penolakannya tapi justru karena aku yang kembali mengecewakannya. Pasti aku lah penyebab matanya yang masih sembab. Hari ini aku kembali sukses membuat dua perempuan itu berderai air mata

"Apa kamu sudah menyerah denganku?"ucapku dengan lesu saat dia hendak melangkahkan kakinya. Pertanyaanku ternyata berhasil menghentikan langkahnya sebelum dia membalikkan badannya ke arahku kulihat dia mendekatkan punggunng tangannya pada sisi wajahnya mencoba menghapus bulir air matanya. Selama beberapa saat dia hanya terdiam menatapku

"Aku tidak menyerah, tapi kamu yang menyuruhku mengalah" ucapannya sungguh membuatku tidak berkutik. Aku sadar pasti selama ini aku hanya memberinya kesedihan dan kedukaan

"Mungkin aku memang tidak pantas mendapat cinta darimu aku yang terlalu bodoh mengharapkanmu. Tapi tidak perlu khawatir Ta hatiku kuat kok jadi aku tidak mungkin patah hati" lanjutnya dengan senyuman berusaha menutupi luka yang ditanggungnya sendiri sementara aku hanya bisa diam tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun

"Aku mencintaimu kamu tahu itu kan? Aku tidak tahu sejati atau tidaknya cintaku padamu tapi aku akan rela melepaskanmu bila itu membuatmu bahagia "

"Kamu tahu Diah mungkin kamu bisa rela melepaskanku tapi aku yang tidak rela. Aku ingin kamu lebih egois dengan perasaanmu" bantahku

"Aku tidak bisa Nata...yang aku inginkan hanya kebahagiaanmu itu saja" tuturnya lembut dan bersiap untuk melangkah pergi

"Diah dengerin aku dulu" bisikku lirih. Aku langsung menggenggam tangannya saat dia melewatiku memeluknya erat seakan tidak ingin melepaskannya

"Please jangan pernah menyerah...bila kamu ingin melihatku bahagia aku mohon tetaplah di sampingku jangan pernah berpikir menyerahkan hatiku pada orang lain" aku melepaskan pelukanku menatapnya lekat, aku ingin dia percaya bahwa kataku ini bukanlah penghibur semata.

"Maaf bila selama ini hanya membuatmu sedih, terluka dan sakit hati tidak peka dengan perasaanmu"

"Hm..Ardiah aku hem..." aku melap keringat dingin di keningku yang tiba-tiba mengucur deras. Jujur rasanya aku sangat grogi

"Hemmm...kamu jadi pacar aku eh..bukan..bukan..maksud aku kamu mau jadi kekasihku, pasangan hidupku..hm..pokoknya kamu harus jadi bagian hidupku Di.." mungkin kata-kataku terdengar memaksa tapi aku betul-betul tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuknya

"aku minta maaf, aku tidak bisa" ujarnya tertunduk

"Eh...maksud kamu apa Di..??" aku ingin memastikan kalau aku hanya salah dengar saja

"Ta mungkin aku bodoh tapi bukan berati kamu bisa membodohiku, bagaimana mungkin kamu segampang itu memintaku jadi bagian hidupmu sementara di belakangku kamu bermesraan dengan orang lain"

"Tunggu dulu..aku betul-betul tidak mengerti..."

"Kamu tidak perlu mengelak Ta..aku tahu kemarin kamu berciuman dengan Andini bahkan baru saja kalian berpelukan..Kamu pikir hatiku terbuat dari batu Ta...?? menyakitkan sungguh membuatku sesak" ucapnya dengan terisak sesekali mengusap air mata yang kembali menampakkan dirinya

"Aku tahu kamu masih ada perasaan sama Andini kan, sudahlah Ta kamu tidak perlu mengasihaniku tolong mengertilah!!"

"Aku akan mengerti bila kamu mendengar penjelasanku..."

"Penjelasan apalagi semuanya sudah jelas Ta.."

"Di dengerin aku dulu.." entah sejak kapan aku merasa ada bulir air mata di wajahku. Jika kemarin aku masih bisa menahan kesakitanku akibat penolakan Andini sekarang aku tidak biisa membayangkan bagaimana hidupku bila tanpa dirinya.

"Iyya aku tidak bohong, kemari aku sempat menciumnya dan tadi aku memang memeluknya tapi itu semua tidak seperti yang kamu pikir"

Flasback on

"Maafkan aku kak" aku langsung merengkuhnya dalam pelukanku. Setelah aku merasa Andini sudah lebih tenang aku segera melepas pelukanku apalagi tanpa sengaja aku melihat Ardiah yang tidak jauh dari tempat kami berdua

"Kak sekali lagi minta maaf. Aku tidak akan bisa mengabulkan permintaan kaka bila kmenginginkan hubungan kita seperti lagi. Aku tidak menampik kalau aku masih punya perasaan kepada kakak tapi perasaan itu sudah tidak seperti dulu. Sekarang perasaan itu hanya sebatas perasaan adik ke kakaknya"

"Apa ada orang lain Ta..?"

"Iyya.."

"Segitu hebatnya kah dia hingga secepat ini dia merubah perasaanmu??"

"Iyya kak...dia mempunyai keberanian untuk mencintaiku bahkan lebih berani bila dibanding diriku, dia menunjukkan begitu banyak cara bagaimana mencintai seseorang dan sekarang aku merasa hatiku hanya milik dia" rasanya aku terlalu kejam mengatakan ini di depannya namun aku hanya ingin ini semua cepat berakhir

"Aku mengerti....mungkin memang takdir tidak menginginkan kita untuk bersama.Hem..Ta aku harap kamu berbahagia" ucapnya dengan senyum yang aku tahu itu tullus

"Terimakasih kak..Nata juga berharap Kaka bahagia"

"He'em...oh iyya sekarang kita teman" Andini mengulur tangannya padaku

"Tentu saja..bukan teman tapi kakak" tak membalas uluran tangannya aku segera memeluknya. Kali ini dia membalas pelukanku rasanya sungguh melegakan dan kami saling melempar senyum saat melepas pelukan tak ada lagi suara tangis yang terdengar.

"Ta ingat kamu masih punya masalah yang sangat genting loh" Andini segera mengingatkanku apalagi dia juga sempat melihat Ardiah saat mengikuti arah pandangku

"Ah iyya kak..doain" aku segera berlari mengejar Ardiah

"Semangat" aku masih bisa mendengar teriakan Andini yang juga telah meninggalkan tempat kami tadi

Flashback off

"Sekarang kamu percayakan Dih!!" ucapku setelah usai menceritakan apa yang terjadi sebenarnya saat dia memutuskan berlari meninggalkan kami.

"Dih..tolong lihat aku!!" aku memegang dagu Ardiah mengisyaratkan untuk melihatku yang dari tadi hanya menunduk terdiam

"Rasanya sangat sukar bagiku untuk percaya begitu saja padamu Ta!!" ucapannya seperti tikaman belati dalam hatiku.

"Dengan cara apalagi agar kamu kembali percaya padaku"

"Baiklah kalau itu maumu..Apakah kamu bersedia bila aku memintamu menikahiku sekarang!!" dia menatapku dengan tajam

"Hah...tentu saja aku tidak siap..." aku sangat terkejut dengan persyaratannya yang menurutku tidak masuk akal untuk saat ini

"Lihatkan...sudahlah..!!!"terlihat raut kecewa di wajahnya membuatku semakin pilu bukannya aku tidak ingin memenuhi permintaanya hanya saja rasanya itu sangat tidak mungkin

"Ardiah..tentu saja aku tidak siap menikahimu sekarang..aku tidak ingin menikahimu tanpa bekal apapun. Apa kamu pikir aku akan membiarkanmu mencari makan sendiri, aku tak akan rela melihatmu kehujanan saat hujan, aku ingin membelikanmu meski hanya sebuah jaket sederhana saat kamu kedinginan, aku ingin menggenggam erat tanganmu saat kita mengunjungi tempat indah di penjuru dunia. Aku ingin melakukan banyak hal denganmu dan tentu saja aku tak akan mampu memenuhinya bila kita menikah sekarang. Aku tahu kamu tidak mempermasalhkan soal materi tapi aku ingin saat kamu bersamaku kamu adalah tanggung jawab aku sepenuhnya. Kalau mau nekat bisa saja saat ini juga aku memberitahukan kedua orang tua kita meminta restu untuk menikahimu tapi aku yakin hasilnya kemungkinan besar tidak akan seperti yang kita inginkan. Jadi aku mohon beri aku waktu sampai aku bisa menunjukkan kepada orang tua kita terutama ke pada orang tuamu bahwa aku mampu dan akulah orang yang sangat pantas untuk menemanimu menikmati dunia" aku tahu kalau aku terlalu banyak bicara tapi hanya tidak ingin dia salah paham lagi melihat responnya yang hanya diam dengan lancang aku segera memeluknya menyalurkan segala perasan yang aku tanggung saat ini

"I Love You To Ardiah" bisikku di sisi telingahnya saat kami masih berpelukan, aku merasakan guncangan pada bahu Ardiah yang menandakan kalau dia sedang menangis

"Apa kamu masih belum percaya..baiklah.." aku mengancang-ancang untuk berteriak

"Ard..huppp..." Ardiah langsung saja membekap mulutku saat aku ingin berteriak sekencang-kencangnya kemdian di ikuti dengan anggukan kepala artinya dia kembali mempercayaiku

"Kamu gila ya...!!" rutuknya dengan sebel melihat kenekatanku

"Iyya..tergila-gila kepadamu. Lagipula aku ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kamu milik aku yang harus bertanggung jawab karena mebuatku segila ini" kupamerkan senyum menunjukan bahwa aku sangat bahagia

"Ish..." dia hanya menutupi wajahnya yang makin merona merah karena malu

"Cue..cue...yang lagi malu.." aku menggodanya dengan menyenggol pundaknya sukses mendapat cubitan mesra di perutku

"Dih kan baru jadian..ga ada adegan mesra gitu seperti...!!" dia melihatku dengan penasaran aku menaikkan sebelah alisku sementara jari-jariku ku gerakkan secara perlahan hingga kedua ujungnya yang terkumpul saling ku pertemukan

"Ish...mesum..bego..!!" dengan kesel dia segera meninggalkanku

"Ya Dih..supaya romantis" aku segera mensejajarkan diriku disampingnya

"Nggak..!!"

"Nggak salah lagi maksudnya..!!" rasanya sangat menyenangkan bisa sedekat ini

"Mau yang romantis...???"

"Iyya lah.." dengan tatapan menggoda dia mengambil tanganku dengan lembut sementara mataku telah terfokus dengan bibirnya yang sengaja di gigit bagian bawah

"AAhhh.." aku meringis kesakitan memegang tanganku yang ternyata di gigitnya tanpa kusadari

"Katanya mau romantiskan..itu udah romantis beda dari yang lain.." dia hanya melihatku dengan senyum jahilnya

"Cup" kurasakan sesuatu yang basah menyentuh pipiku saat aku pura-pura kesal dan menghentikan langkahku

"Kok Cuma di sini??"

"Entar yang lain kalau udah nikah"

"Ya...." aku mengomentarinya dengan nada lemas sementara dia hanya terkeke mendengarku kemudian menggandeng tanganku menyusuri lorong kampus yang telah menjadi saksi peresmian hubungan kami berdua.

Seperti kata Ardiah aku pun tidak mengerti apakah ini yang dimaksud dengan cinta sejati hanya saja ketika aku menatap ke dua matanya yang indah aku merasa tertarik kedalamnya seakan waktu rela berhenti untuk menyaksikan kami berdua. Sinar matanya seakan memancarkan cahaya keindahan yang begitu menenangkan. Hanya dengan senyumnya mampu menggetarkan jantungku, desiran darahku tersa lebih kencang dan rasa grogi yang tiba-tiba muncul saat berada di dekatnya. Dan lebih dahsyatnya rasa itu semakin hari semankin membesar hingga tak mampu kubendung lagi. Iyya dengan lantang akhirnya aku bisa mengatakan kalau aku jatuh cinta pada dia Ardiah..

The End

Untuk para reader thanks ya udah meluangkan waktunya untuk membaca, vote n coment.

Dan maaf kalau endingnya tidak memuaskan

Thank you..:)

Lope u all..:*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro