30. Kesempatan
Setelah perlombaan Aluna, Gita langsung ke rumah. Menunggu kahar dari sekolah baru ia menjemput Luna. Baik Aluna dan Gita langsung tidur kelelahan.
Beban yang beberapa hari mengganjal di pundak kini langsung lepas begitu saja. Keduanya lelap langsung sampai sore saat Aluna harus segera berangkat mengaji baru bangun. Luna sampai tergopoh segera mandi dan mempersiapkan diri berangkat ke tempat ngaji. Sementara Gita membereskan rumah yang Sejak pulang belum ia jamah sama sekali.
Menyapu ruang tamu, kamar tidur, depan televisi dan juga dapur. Setelah semua beres ia mengambil jemuran lalu ke dapur melihat sayur yang tadi pagi ia masak belum sempat ia makan saat siang, karena sudah kenyang dengan jajanan. Sore malah perutnya berdemo minta jatah.
Sambil mengambil nasi, Gita membuka ponsel dan login ke aplikasi game. Sudah lama ini tidak memainkannya, sibuk mempersiapkan Luna lomba.
Berhasil masuk dan langsung mengambil undian harian juga absen, setelah itu tanpa melihat siapa yang online, Gita masuk langsung ke room miliknya. Mainkan musik, dan diletakkannya ponsel di atas meja. Gita duduk mengambil sayur dan lauk sebagai peneman nasi.
Makan siang telat ini diiringi lagu yang sudah ada di daftar lagunya, sehingga Gita bisa menikmatinya. Jika ikut gabung ke room lain biasanya lagu yang dimainkan tidak sesuai harapan. Ada yang begitu keras memekakkan telinga, ada juga genre musik yang tidak begitu ia sukai. Namun jika menyalakan musik sendiri di daftar lagu yang sudah dipilih, pastinya lebih nyaman karena sesuai dengan keinginan.
Gita melirik room, rupanya sepi tidak ada yang menghampiri. Padahal kita tidak mengunci room tersebut. Taj berapa lama ada pesan masuk. Gita membuka dengan tangan kiri karena tangan kanannya sibuk menyuap.
Ada pesan dari Tama.
_Gimana tadi Luna. Udah berangkat ngaji?_
_Capek tadi habis nyampe rumah langsung pada tiduran semua. Aku aja baru bangun kok. Luna juga udah berangkat ngaji. Kamu online dari tadi? Aku nggak cek temen online soalnya_
_Baru aja kok online. Aku nggak masuk ke manapun. Lihat kamu di rumah udah pasti afk dengerin musik kan_
_Iya ini sambil makan. Belum sempat makan aku tadi kebanyakan jajan sama Luna_
_Nah kan kebiasaan jajan terus nggak anak nggak namanya sama aja_
_Iya iya cuma dikit kok lagian juga nggak tiap hari aku jalan banyak_
_Ya udah lanjutin makannya, Sayang. a
Aku mau off dulu. On kayak gini cuma ambil undian aja udah jarang main kayak dulu lagi_
_Iya nggak papa kalau lagi sibuk kan_
Tama tidak membalas lagi pesannya dan tanda online pada akun Tama juga sudah padam, menandakan laki-laki itu benar-benar off seperti yang dikatakan. Gita lanjut makan masih sambil mendengarkan musik yang ia atur sesuai urutan yang diinginkan.
Seseorang masuk ke room Gita. Siapa lagi kalau bukan Vandies, lenyumbang DJ di room Git sehingga room milik Gita bisa bersuara.
_Assalamualaikum Kak_
_Waalaikumsalam Van, masuk sini. Maaf ya aku afk sambil makan soalnya_
_Iya Kak nggak papa lanjut aja. Aku juga sambil kerja, on sebentar sebelum jam pulang_
_Hehehe iya makasih ya DJ-nya. Aku jadi bisa afk sendiri, biasanya numpang di tempat orang_
_Iya Kak sama-sama nggak usah diungkit terus aku beneran ikhlas kok. Kakak nggak usah merasa terbani apalagi ada keinginan buat balas budi_
_Iya Van pokoknya makasih banyak. Kalau kamu ada WL bilang aja mumpung aku lagi ada banyak koin nih_
_Lagi nggak ada WL sih Kak belum tahu pengen beli apa. Kakak ke mana aja kayaknya jarang on akhir-akhir ini. Di real sibuk banget ya_
_Iya ada yang harus dipersiapkan jadi fokusnya ke real dulu. Paling juga on sebentar ambil undian udah off lagi. Van, kamu sehat kan_
_Iya kak aku sehat. Kakak juga kan?_
_Iya Van sehat kok cuma agak capek aja_
_Istirahat dong Kak_
_Iya udah dari tadi istirahat terus malah capek pengen pijet deh rasanya badanku_
_Kakak suka pijit ya kalau capek. Datang ke aku aja Kak aku pinter mijitin loh dijamin deh bakalan pulas tidurnya_
_Hahaha bisa aja kamu_
Gita menikmati obrolannya dengan Vandiea sampai lupa bahwa makanannya saja sudah habis.
_Van aku off duluan ya udah selesai makannya aku mau mandi sampai ashar dulu_
_Iya Kak aku juga bentar lagi mau pulang. BTW Boleh nggak Kak aku minta nomor kakak?_
Ditanya seperti itu Gita juga jadi berpikir. Memang sih ia merasa nyaman dan dekat dengan laki-laki itu, tapi berbagi nomor sepertinya Gita akan berpikir dulu. Masalahnya ia kini susah tidak single. Ia adalah seorang istri juga ibu. Nanti kalau Vandies menghubungi di saat ada Tama bisa keadaan dikira ia selingkuh dari Tama.
_Kayaknya jangan deh privasi soal nomorku nih nggak papa kan kamu nggak marah kan Van_
_Nggak papa Kak kalau nggak boleh juga. Aku nggak maksa. Ketemu dan ngobrol di sini pun aku juga udah senang tapi lebih senang lagi kalau bisa tetap ngobrol di luar game karena kan nggak setiap hari dan setiap waktu kita bisa online barengan_
_Iya sih tapi maaf ya aku nggak bisa bagi nomorku_
_Iya kalau apa ya udah ya pamit dulu kak_
Vandiew juga offline tinggal Gita sendiri yang menyusul off kemudian. Gita sudah kembali ke dunia nyata. Ia bawa piring kotor ke tempat cucian, mencuci sekalian baru kemudian ke kamar mandi.
Sore, Gita pun menggulir sosial media sampai-sampai ponselnya lupa ia cas dari semalam dan kehabisan daya baterai. Baru sadar saat Tama pulang kerja. Tama merasa tumben istrinya tidak berkutat dengan ponsel. Rupanya lupa mengisi daya jadilah Gita menemani Tama nonton TV setelah Aluna masuk kamar untuk tidur.
"Pengumumannya masih besok ya, Yang?" tanya Tama yang mengusap lembut kening Gita.
"Iya masih besok santai aja lah. Masalah menang nggak menag yang penting udah bisa ikut lomba mewakili di sekolahnya," jawab Gita yang tiduran miring berbantalkan paha Tama sambil melihat televisi.
Keduanya mengobrol santai menikmati waktu berdua saat anak sudah tidur, dan lelah mengantarkan mereka berdua ke perpaduan. Tidur sambil saling berpelukan hingga pagi menjelang.
Pagi saat Tama baru bangun hendak mengisi daya ponselnya ia melihat ponsel Gita dari semalam belum dicabut. Tama melepaskan dari colokan hingga layar terlihat terang. Tama membuka layar ponsel itu ada notifikasi yang belum sempat Gita buka tapi udah mati ponselnya. Sebuah esan dengan nama seseorang yang tidak asing bagi Tama. Tama menatap nyalang melihat nama yang terlihat di beranda membuat paginya diliputi emosi.
***
"Sayang," panggil Tama pada Gita yang tengah menggoreng tempe dengan baluran tepung.
Gita menolehkan tubuhnya pada Tama yang duduk di kursi makan. "Iya kenapa?"
"Aku tadi nggak sengaja lihat notifikasi di HP kamu ada pesan dari Emi. Itu Emi yang kita kenal bukan atau teman kamu yang lain?"
Gita yang tengah membalurkan tepung pada tempe menghentikan gerakan tangannya. Ia putar tubuhnya benar-benar menghadap ke arah Tama yang duduk.
"Kamu marah ya aku terima pesan dari Emi?" tanya Gita memastikan ekspresi dari Tama.
"Bukan marah cuma lebih ke kesal saja. Kenapa kamu masih berhubungan dengan dia. Aku kira yang terakhir kali kamu lihat pas di pasar malam itu dan seingatku kamu juga nggak punya nomor dia. Sejak kapan kalian berhubungan lagi?"
Interogasi dari Tama membuat Gita yakin bahwa laki-laki itu marah, hanya saja tidak ditampakkan berapi-api.
"Waktu ngantar lomba aku ketemu dia, jadi kita sempat ngobrol."
Tama berdecuh merasa tak suka. "Ngomong apa dia? Alesan kalau cuma khilaf? Bikin pembelaan apa lagi juga.'
Gita buru-buru memasukkan balutan tempe ke dalam wajan karena minyak sudah panas. Ia masukkan beberapa larutan tempe lalu mengecilkan apinya, meletakkan adonan di atas meja lalu duduk berhadapan dengan Tama.
"Dia minta maaf dan kasih tahu alasan kenapa dia ngelakuin itu sama aku."
"Ya namanya itu pembelaan, Sayang. Dia tetap merasa nggak ngelakuin itu, nggak merasa bersalah gitu?" kesal Tama
"Iya tahu tapi ini kan udah berlalu. Udah sepuluh tahun loh. Lagian itu aku juga udah baik-baik aja sekarang. Lagi pula dia juga udah dapat balasannya. Pernikahan yang dijalannya sama Reval ternyata nggak seperti yang dibayangkan. Dia banyak tekanan dari mertuanya dan nggak dapat perhatian juga dari Reval. Satu-satunya yang membuat dia bertahan hanya anaknya."
Tama menolehkan wajah ke samping, memejamkan mata sejenak lalu menghadap sang kekasih. Menggenggam tangan wanita itu.
"Sayang kamu jangan terperdaya lagi sama dia. Hdah cukup punya teman tapi berbulu kelinci. Dia pasti ngarang cerita yang bikin kamu tenyuh sama kisah dia. Udah kamu nggak usah ladenin dia. Mereka itu jahat sama kamu nggak laki nggak istrinya sama aja. Aku dulu udah peringatin kamu buat jauh-jauh dari mereka kenapa sekarang malah punya kontaknya Emi?"
Gita membalas genggaman tangan Tama, meyakinkan laki-laki itu bahwa ia baik-baik saja.
"Iya aku tahu kok biarpun aku dibohongin sekarang, aku nggak masalah. Bukannya ada kamu ya yang bakalan jagain aku," goda Gita mencairkan suasana dan juga emosi Tama yang takutnya meledak.
"Aku cuma khawatir sama kamu, Sayang. Kamu kan tahu aku tuh sayang banget sama kamu. Nggak mau terjadi apa-apa lagi."
"Iya aku juga sayang kok sama kamu. Makasih ya udah selalu khawatirin aku, jagain aku dari dulu sampai sekarang."
Ungkapan sayang itu baru Gita katakan sekarang setelah sekian bulan sejak ia merasa menjadi Gita di masa sekarang. Rasanya aneh tapi lega juga bisa mengatakan langsung bahwa ia menyayangi musuhnya. Kalimat sederhana yang tidak ia sangka akan keluar dari mulutnya sendiri.
"Sama-sama, Sayang. I love you."
"Love you too."
"Ya udah kamu lanjut masaknya ya aku mau mandi dulu," pamit Tama yang menarik genggaman jemari Gita untuk ia kecup baru dilepaskan dan ia pergi ke kamar mandi.
Jantung Gita bertalu usai mengatakan I
Ia sayang pada Tama dan juga menyatakan perasaan cintanya. Ah kenapa paginya terasa memalukan sekali. Wajah Gita sampai memerah.
Gita lanjut menggoreng lauk dan berusaha fokus agar tidak terus terbayang perlakuan manis Tama barusan. Setelah selesai menyiapkan sarapan ia panggil Luna dan Tama untuk segera sarapan sementara Gita mengambil ponselnya. Ia baru membuka pesan yang dikirim Emi. Rupanya perempuan itu mengajak bertemu di dekat kampus, tempat makan gorengan yang biasa mereka singgahi saat pulang dari kampus sebelum menuju kos masing-masing.
"Sayang makan dulu," kata Tama melihat sang istri mengetikkan pesan di ponsel
"Iya ini juga mau makan," jawab Gita langsung meletakkan ponsel setelah ia mengetikkan balasan pada Emi. Menyetujui pertemuan mereka sekitar pukul sembilan pagi ini.
Mereka bertiga makan dengan lahap.
Usai sarapan, Aluna berangkat bersama Tama meninggalkan Gita yang mulai beberes rumah. Mencuci piring setelah sarapan tadi, menyapu dapur, mengeluarkan jemuran dan menyapu teras. Baru setelah itu ia mulai mandi dan hendak berangkat ke kampus. Perjalanan dari rumahnya ke kampus satu jam sehingga jika ia berangkat pukul delapan akan tiba di sana sekitar pukul sembilan.
Sebelum benar-benar berangkat meninggalkan rumah, Gita mengirimkan pesan pada Emi bahwa ia akan jalan dan perempuan di seberang sana pun juga demikian, karena sama-sama berangkat dari rumah yang jaraknya pun juga hampir sama dengan rumah Gita.
Gita tiba lebih dahulu di tempat janjian. Warung yang sudah berubah menjadi lebih bagus. Dulu hanya gubuk reot, kini sudah punya kios sendiri. Meskipun hanya berjualan gorengan tapi banyak peminatnya. Selain murah dan ukurannya lebih besar, es kopyornya adalah favorit selain es setrup.
Karena berada di kawasan kampus, banyak mahasiswa yang wara-wiri. Warung gorengan ini pun juga sudah mulai buka sejak pagi karena di jam sekarang sudah ada orang yang mengantri meskipun sedang digoreng.
Motor milik Emi pun tiba. Perlahan ia masuk dan duduk menyapa Gita. p
Pertemuan yang agak canggung tapi tidak sekaku kemarin.
"Maaf ya agak terlambat tadi aku mampir beli bensin dulu," kata Emi.
"Ya nggak papa. Lagian gorengan juga masih digoreng tadi udah ada langsung habis dibeli."
Emi mengangguk mengedarkn pandangan pada kios milik pedagang gorengan yang dulu menjadi langganannya. Dulu tempat itu tidak di dalam kios seperti ini, tapi berada di depan kios paling ujung. Hanya gubuk reot dengan atap terpal. Hanya ada satu meja panjang dan satu kursi panjang.
Gorengan pun sudah siap. Gita mengambil beberapa gorengan dan ia bawa ke meja di mana ia dan Emi duduk.
"Segini cukup kan?" tanya Gita yang diangguki oleh Emi.
Keduanya makan gorengan perlahan karena masih panas, hingga sebuah suara membuat Gita dan Emy menoleh bersamaan.
"Hai, Git."
Gita yang terkejut langsung menjatuhkan gorengan di tangan. Seseorang berdiri mendekat ke arah meja mereka dengan senyuman yang masih Gita ingat. Seseorang yang pernah mengisi hati kita berdiri dengan kemeja dan celana kain. Tiak banyak berubah seperti penampilan yang Gita ingat akan laki-laki itu.
_____________
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro