Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20. Penghibur

Tama sampai di rumah lebih malam, karena ia mampir dulu untuk mengambil beberapa baju, buku Aluna dan juga berapa stok makanan di kulkas agar bisa diolah Gita di rumah orang tuanya. Ketimbang harus layu di dalam lemari es berhari-hari karena ditinggal.

Gita menemani Tama yang sedang makan malam. Ia tadi masak sayur sop dengan ayam goreng yang digoreng Gita dadakan saat Tama hendak makan. Kasihan jika Tama harus makan dengan makanan dingin. Nasi dan sayur sop sajansudah dingin, masak lauknya juga ikut dingin.

"Tadi Tian ke sini sama istri dan anaknya," cerita Gita sambil menuangkan air minum di gelas.

"Iya semalam aku telepon dia tapi ternyata anaknya sakit. Nantilah kapan-kapan kita ke sana. Udah lama loh kita nggak main ke rumah Tian."

"Iya."

"Ibu gimana?"

"Agak capek sih hari ini karena banyak tetangga yang datang menjenguk. Tapi selebihnya nggak papa. Ibu tadi lihat TV dan makanya juga lahap."

"Kita tinggal di sini aja sementara buat nemenin Ibu. Nanti kalau udah baikan, baru kita balik lagi ke rumah."

"Iya, terus rumah kita gimana masa kamu terus yang pulang buat bersihin dan ambil barang-barang."

"Nggak apa-apa biar sekalian aku pulang kerja nanti mampir. Kalau kamu yang ke sana kan kasihan Ibu ditinggal sendiri."

Gita nggak habis pikir kenapa sih ia tidak mau tinggal dengan ibunya. Padahal kan ibunya sendirian. Kenapa ia malah milih punya rumah sendiri. Memangnya ia malu dengan apa, Gita jadi penasaran.

"Kenapa sih kita dulu nggak tinggal di sini aja habis nikah. Aku nak tunggal dan Ibu juga sendirian di rumah."

Ditanya seperti itu Tama malah bingung. "Loh kan udah dikasih tahu tadi kalau kamu sendiri yang minta Masa lupa sih, Sayang kamu tuh. Kita kan habis nikah pernah tinggal di sini sekitar sampai Aruna umur enam bulan habis itu kan kamu minta kita tinggal sendiri."

"Emang kenapa kok minta tinggal sendiri?"

"Kamu bilang mau punya rumah sendiri. Nggak enak kata kamu sama Ibu. Dari Aluna lahir yang bantu rawat Luna kan Ibu. Jadi kamu mikir kalau Ibu terus-terusan jagain Aluna padahal kamu juga bisa. Terus kalau nggak salah kamu kena omongan tetangga yang ujung itu loh, banding-bandingin sama anaknya yang udah punya rumah sendiri sementara kamu malah masih numpang di sini."

Gita nggak heran sih kalau Tama menyinggung soal tetangga ujung. Memang benar sih punya tetangga yang mulutnya setajam gergaji kalau mengatai orang. Sudah tak tanggung-tanggung. Mungkin karena dulu ia masih labil, jadi  emosi dan memutuskan untuk punya rumah segera mungkin. Melihat kondisi sekarang ibunya sudah mulai tua dan juga tinggal sendirian, Gita jadi merasa kasihan.

"Sementara ini kamu jemput Aluna agak jauh nggak papa ya. Tapi nggak usah sampai mampir, kasihan Ibu kamu tinggal sendirian lama-lama. Atau kalau perlu biar Aluna pulang pakai ojek aja biar kamu nggak repot," saran Tama.

"Mana  boleh sama Ibus sih. Sama ibu malah aku disuruh jemput aja biar aman. Biasalah emak-emak kan agak khawatir kalau nitipin anak pakai jemputan lain."

"Ya. Maaf ya, Sayang sabar dulu kita."

***

Sudah seminggu Gita, Tama dan Luna tinggal di rumah Sofi. Luka Sofi juga sudah mulai membaik. Tidak parah sebenarnya, hanya  luka luar saja. Lagi pula meskipun sakit, Sofi masih tetap nekat mengerjakan pekerjaan rumah membantu Gita karena merasa kasihan anaknya sudah repot mengurus suami, anak dan dirinya. Benar-benar Sofi  tidak ingin membebani sang anak dan menantunya.

Bahkan pagi ini Sofi sudah memasak meskipun dengan duduk di kursi depan kompor, tidak kuat lama-lama berdiri.

Gita sudah melarangnya tapi tetap saja Sofi ngeyel.

"Ibu Ini disuruh istirahat aja kenapa malah masak?"

Sofi menoleh masih dengan memegang sutil di tangannya. "Ibu loh sehat cuma kaki aja bores. Tapi kan nggak papa, udah biar Ibu aja yang masak kamu jemur baju aja."

Gita menurut. Ia pun keluar rumah menjemur baju semua orang di rumah tersebut. Hari ini Minggu, jadi tidak ada yang keluar rumah. Tama sedang membakar sampah di depan sementara Aluna bermain di halaman setelah membantu papanya menyapu.

Selesai menjemur, Gita kembali ke dapur melihat ibunya sudah menyiapkan sarapan.

"Besok Waktunya kontrol, Bu."

"Iya cuma luka begini aja kok suruh kontrol."

"Udahlah nurut aja, Bu. Lagian kliniknya kan dekat."

Sofi duduk di kursi makan sementara Gita masih wara-wiri mengambil piring yang disiapkan untuk sarapan bersama pagi ini.

"Sana panggil Tama sama anak kamu  buat sarapan bareng-bareng."

Mereka semua berkumpul untuk menikmati sarapan pagi bersama-sama. Kebahagiaan yang jarang terjadi karena Sofi tinggal sendiri.

***

"Sayang."

"Kenapa?" balas Gita tidak mengalihkan pandangan dari ponsel karena ia sedang bermain game bersama Tama juga.

Masuk ke room yang berbeda. Asyik bercanda dengan teman masing-masing.

"Semuanya udah tidur. Kita jalan bentar yuk. Kangen pengen berduaan sama kamu," kata Tama manja.

Gita meletakkan ponsel di samping, menunduk karena Tama sedang tiduran di pangkuannya. Padahal mereka berdua tadi sedang duduk bersama di atas karpet tapi dengan manjanya Tama minta tiduran di pangkuan Gita.

"Mau ke mana? Nanti kalau Ibu nyariin gimana. Kalau Luna kebangun juga gimana."

"Nggak bakal, Sayang. Ini udah malam banget. Aluna juga jarang kebangun, Ibu juga paling ke kamar mandi aja kebangunnya. Masa mau ngecek ke kamar kita. Ayo dong jalan aja, Sayang. Kangen pengen berduaan. Habisnya kita tidur bertiga susah mau ngapa-ngapain. Me time dong sesekali nyeruput STMJ biar anget."

Gita melirik ponselnya lagi. Ini sudah hampir jam dua belas malam tapi Tama malah mengajak jalan. GIta pun mengangguk. "Ya udah ayo."

Keduanya memutuskan keluar rumah di tengah malam mencari angkringan terdekat. Memang banyak di sekitar rumah penjual angkringan yang biasanya dipadati oleh anak-anak muda yang nongkrong, pecinta begadang dan main wi-fi.

STMJ dan beberapa tusuk sate telur puyuh juga ati ampela ludes disantap Tama, sementara Gita hanya pesab teh hangat dan dua tusuk sate telur puyuh.

Kebahagiaan kecil yang sudah begitu erharga di mata Gita maupun Tama. Setelah kenyang, keduanya pulang. Masuk dengan mengendap pelan-pelan. Masuk kamar Gita kaget karena Aluna tidak ada di kamar.

"Aluna nggak ada di kamar,"  bingung k
Gita.

"Apa di kamar Ibu ya. Dia kan biasanya tidur sama neneknya kalau nginep ke sini," kata Tama.

Gita memastikan dengan pelan-pelan membuka pintu kamar. Rupanya benar Aluna tidur dengan neneknya. Mungkin Aluna tadi terbangun dan mendapati tidak ada orang tuanya. Tak ingin sendiri, makanya melarikan diri ke kamar neneknya.

Melihat Aluna tidak di kamar, membuat Tama berkedip manja ke arah Gita.

"Sayang kesempatan nih. Ayo dong aku pengen banget ini udah lama nggak nyentuh kamu," bisik Tama yang membuat Gita merinding sampai lupa dengan kebutuhan biologis Tama karena sibuk mengurus Sofi semingguan ini.

Tama tidak menunggu persetujuan Gita. Ia langsung menarik perempuan itu masuk kamar. Mengunci pintu dan menggendong sang istri, menidurkannya di ranjang, melayangkan ciuman brutal yang tidak siap diterima oleh Gita.

Gita yang masih harus beradaptasi benar-benar tak berkutik karena Tama bergerak amat cepat. Tiba-tiba saja baju di badannya sudah dipreteli, membuat Gita yang ingin protes sudah dibungkam oleh ciuman laki-laki itu. Sungguh Gita malu dan bingung harus berbuat apa dan harus dengan alasan apa menolak Tama kali ini.

Apalagi sentuhan Tama di tubuhnya memberi efek yang tak main-main. Ia seperti disengat listrik kala jemari itu meraba bagian bawah, entah sejak kapan sudah tidak berlapis.

Belum lagi saat satu jari mulai menggesek di pusat birahinya, membuat Gita yang sedang dibungkam ciuman membuka mata terkejut tapi tidak bisa protes. Hanya makin lama saat jari itu makin bergerak cepat dan masuk perlahan. Gita malah memejamkan mata dan merintih dengan erangan yang teredam karena bungkaman.

Gila! Seperti inikah rasanya. Hanya dengan jari saja Gita sudah lupa diri.

_________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro